Islamic Calendar

sss

Free Shoutbox Technology Pioneer

iklan

XtraUang dotcom Cara Termudah Mendapatkan Uang Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000!

Minggu, 05 April 2009

tentang peradaban islam

Peradaban Islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika berhasil merumuskan masyarakat Madani dan Piagam Madinah,1 kemudian di lanjutkan oleh Khulafa Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Afffan, dan Ali Ibn Thalib) sistem yang di kembangkan pada saat itu adalah sistem demokrasi di mana pucuk pimpinan di pilih melalui Musyawarah2 oleh beberapa orang yang di tunjuk oleh kaum muslimin atau khalifah sebelumnya,3 pasca meninggalnya Ali dan naiknya Muawiyah, sistem pemerintahan dalam Islam berubah dratis dari sistem kekhilafahan ke Monarkhi Absolut. Monarkhi Absolut di buktikan dengan di pilihnya Yazid sebagai putra mahkota, kemudian mengangkat dirinya sebagai Kholifah fi Allah, mulailah babak baru dalam pemerintahan Islam dan berlangsung terus menerus sampai kepada Khalifah Turki Usmani sebagai konsep pemerintahan Khalifah (penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat)4 terakhir dalam dunia Islam.

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah. Di buktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan di awali dengan menerjemahkan naskah – naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan Bait al- Hikmah, dan terbentuknya madzhab- madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir yang menjadi ciri khas pada masa Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran sebab – sebab kemunduran Dinasti ini di latar belakangi oleh faktor internal dan eksternal.

Imperium kedua Islam ini muncul setelah terjadi revolusi sosial yang di peroleh oleh para keturunan Abbas dan di dukung oleh kelompok oposisi yang membrontak kepada kekuaasan Bani Umayyah seperti Syiah, Khawarij, Qodariyah, Mawali (non –Arab) dan suku Arab bagian Selatan.5

Makalah ini akan membahas sedikit proses munculnya Dinasti Bani Abbsiyah, kemajuan yang di capai, dan faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kemunduran pada masa Dinasti Abbasiyah. Dengan harapan akan terbuka wacana pemikiran terhadap peradaban Islam pada masa itu dan hikmah apa yang dapat kita ambil untuk di jadikan spirit dan pelajaran demi kemajuan Islam sekarang .

Proses Munculnya Dinasti Abbasiyah

Perjuangan Bani Abbas untuk keluar dari bayang- bayang Dinasti Umayyah secara intensif baru di mulahi berkisar antara 5 tahun menjelang revolusi Abbasiyah. Pelopor utamanya adalah Muhammad Ibn Ali al-Abbas di Hamimah. Ia telah banyak belajar dari kegagalan Syiah di karenakan kurang terorganisis perencanaan perlawanan. Selain itu secara politik6 kekuatan Syiah hanya terpusat di Kufa, yang notabene tidak bisa bergerak secara leluasa. Dari itulah kemudian Abbas mengatur pergerakanya secara rapi dan terencana sama seperti konsep gerakan- gerakan pada masa sekarang. Di mana harus di mulai dari perencanaan isu politik yang matang, kemudian bergerak secara sistematis dan taktis.

Muhammad Ibn Ali al-Abbas mulai melakukan pergerakannya dengan langkah-langkah awal yang sistematis, diantaranya; Pertama, membuat propaganda agama untuk menghasut rakyat menentang kekuasaan Umayyah, serta menanamkan ide-ide tentang hak khalifah. Kedua, membantuk faksi-faksi Hamimah, faksi Kufah, dan faksi Khurasan. Ketiga faksi ini bersatu dalam satu tujuan menumbangkan Dinasti Umayyah. Ketiga, ide tentang persamaan antara orang Arab dan Non Arab. Namun di balik isu propaganda itu ada isu yang paling penting yaitu tegaknya Syariat Islam, dimana hal tersebut tidak pernah terjadi pada masa Dinasti Bani Umayyah.

Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan dua tahap, yakni Pertama dilaksanakan dengan sangat rahasia tanpa melibatkan pasukan perang, mereka berdakwah atas nama Abbasiyah sambil berdagang mengunjungi tempat-tempat yang jauh, dan dalam kesempatan menunaikan Haji di Mekkah. Para pendakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pemimpinnya yang berjumlah 12 orang, dan pucuk pimpinnanya adalah Muhammad Ibn Ali. Kedua, menggabungkan para pengikut Abu Muslim al-Khurasan dengan pengikut Abbasiyah.7

Propaganda-propaganda tersebut sukses membakar semangat api kebencian umat Islam kepada Dinasti Bani Umayyah. Langkah pertama memperoleh sukses besar melalui propaganda-propaganda yang dilakukan oleh Abu Muslim al-Khurasan dengan cara menyatakan bahwa al-Abbas adalah ahli al-Ba’it, sehingga lebih berhak menjadi Khalifah dan menyebarkan kebencian dan kemarahan terhadap Dinasti Bani Umayyah, dan mengembangkan ide-ide persamaan antara orang-orang Arab dengan non Arab karena objek propaganda Abu Muslim tersebut adalah wilayah Khurasan yang notabene merupakan basis kelompok Mawali.

Propaganda dengan cara menghasut dan menyombongkan diri (membangga-bangkan kelompoknya sendiri) yang dilakukan oleh Bani Abbas sangat bertentangan dengan politik Islam dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 83 dikatakan :

Artinya : “Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa”.

Setelah Muhammad Ibn Ali meninggal tahun 743 M, perjuangan dilanjutkan oleh saudaranya Muhammad Ibn Ibrahim sampai tahun 749 M karena diketahui oleh Marwan Ibn Muhammad (Khalifah Bani Umayyah), Ibrahim ditangkap dan dipenjarakan di Harran, sebelum dieksekusi, Ibrahim telah menyerahkan kepemimpinan kepada keponakannya Abdullah Ibn Muhammad dan memerintahkan pusat gerakan di pindahkan dari Hamimah ke Kufah, maka pindahlah mereka diiringi pembesar-pembesar Abbasiyah yang lain seperti Ja’far, Isa Ibn Musa, dan Abdullah Ibn Ali. Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salama. Pada masa inilah revolusi Abbasiyah berlangsung.

Pimpinan Bani Umayyah di Kufa, Yazid Ibn Umar Ibn Hubairah ditaklukan oleh Abu Salama pada tahun 132 H dan diusir ke Wasit, selanjutnya Abdullah Ibn Ali diperintahkan mengejar Khalifah Umayyah terakhir Marwan Ibn Muhammad bersama pasukannya melarikan diri, dan dapat dipukul di dataran rendah Sungai Zab (Tigris), pengejaran dilakukan ke Mausul, Harran, dan menyebrang Sungai Eufrat sampai ke Damaskus. Kemudian Marwan melarikan diri hingga Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salib Ibn Ali salah seorang paman Abbas yang lain. Dengan kematian Marwan Ibn Muhammad maka berdirilah Dinasti Abbasiyah sebagai pengganti Dinasti Umayyah.

Suksesi Kepemimpinan

Abdullah Ibn Muhammad alias Abu Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di masjid Kufah, ia berjanji akan memerintah sebaik-baiknya dan melaksanakan syariat Islam. Selain itu ia menyebut dirinya dengan as-saffa (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya akan menjadi preseden yang buruk bagi suatu kekuasaan, dimana kekuatan tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai alat pembenar bagi kebijakan politiknya. Ini tentu bertentangan dengan tugas ideal seorang penguasa adalah :

1.

Memelihara iman dan prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama dengan suara bulat oleh Ulama-ulama salaf dari umat Islam.
2.

Menegakkan hokum terhadap para pelanggar hokum dan memecahkan masalah secara adil terhadap orang-orang yang sedang berselisih.
3.

Mengatur keamanan wilayah hingga penduduk bisa hidup tenang dan aman, baik di rumah, di perjalanan maupun di waktu melaksanakan tugas sehari-hari.
4.

Melindungi hak-hak perorangan dari penduduk serta menegakkan hokum sesuia dengan hokum Islam hingga setiap kejahatan terhadap Allah dapat ditekan hingga titik yang amat terbatas.
5.

Menjaga perbatasan Negara dengan berbagai pelaralatan yang dimiliki untuk menghadapi kemungkinan serangan dari luar.
6.

Berjuang melawan orang-orang yang melawan Islam, hingga kebenaran Allah bersinar di seantero wilayah itu.
7.

Memungut pajak dan mengumpulkan zakat sesuai dengan aturan syari’ah.
8.

Mengatur anggaran belanja untuk gaji karyawan/pejabat. Dan pembelanjaan lain tanpa boros atau pelit.
9.

mengangkat pegawai secara jujur berdasarkan keahlian seseorang dalam posisinya (tidak kolusi) agar tercapai kelancaran pemerintahan dan kemakmuran.
10.

Mengawasi tugas-tugas seluruh personal terutama menguji para pelaksana tugas-tugas kemasyarakatan hingga mampu mengarah pemerintahan untuk melindungi bangsa dan agama.8

Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H-656 H. selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang ditetapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, pemerintahan Abbasiyah di bagi menjadi 5 periode :

1.

Periode I (132 H/750 M- 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama, Khalifah yang memerintah adalah As-Saffah 132-126 H, Ja’far al-Mansur 136-158 H, al-Mahdi 158-169 H, al-Hadi 169-170 H, Harun ar-Rasyid 170-193 H, al-Amin 193-198 H, al-Ma’mun 198-218 H, al-Mu’tasim 218-227 H, al-Watsiq 227-232 H.
2.

Periode II (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama, Khalifah yang memerintah adalah al-Mutawakkil 232-247 H, al-Muntashir 247-248 H, al-Musta’in 248-252 H, al-Mu’tazz 252-255 H, al-Muhtadi 255-256 H, al-Mu’tamid 256-279 H, al-Mu’tadhid 279 – 289 H, al-Muktafi 289-295 H, al-Muqtadir 295-320 H, al-Qahir 220-222 H, ar-Radhi 322-329 H, al-Muttaqi 329-333 H, al-Mustakfi 333-334 H.
3.

Periode III (334 H/945 M – 447 H/1055 M), disebut kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah atau masa pemerintahan Persia kedua. Khalifah yang memerintah adalah al-Muthi’ 334-363 H, ath-Tha’I 363 – 381 H, al-Qadir 381 – 422 H.
4.

Periode IV (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), disebut masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Abbasiyah atau masa pengaruh Turki kedua. Khalifah yang memerintah adalah al-Qa’in 422-467 H, al-Muqtadi 467-487 H, al-Mustazhhir 487-512 H, al-Mustasyid 512-529 H, ar-Rasyid 529-530 H, al-Muqtafi 530-555 H, al-Munstanjid 555-566 H, al-Mustadhi’ 566-575 H.
5.

Periode V (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), disebut masa khalifah bebas dari pengaruh Dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pemimpin Hulaqu Khan tahun 656 H. khalifah yang memerintah adalah an-Nashir 575-622 H, azh-Zahir 622-623 H, al-Mustanshir 623-640 H, al-Musta’shim 640-656 H.9

Kebijakan politik as-Saffah yang pertama pada masa pemerintahannya adalah membasmi keluarga Bani Umayyah yang masih tersisah dengan cara mengerahkan segenap pasukan yang dipimpin oleh pamannya sendiri Abdullah Ibn Ali. Hal ini dilakukan untuk mereformasi semua sistem Dinasti Umayyah agar sesuai dengan ajaran Islam murni (Syariat Islam). Karena dianggap korup, dekaden, otoriter dan sekuler. Selain itu karena terlalu benci sampai-sampai mereka juga membongkar semua kuburan Bani Umayyah dan jenazahnya di bakar. Hanya ada dua kuburan yang selamat dari kekejaman tersebut yaitu kuburan Muawiyah Ibn Abi Sofyan karena dianggap sebagai sahabat Nabi dan Umar Ibn Abdul Aziz yang selama masa pemerintahannya menerapkan keadilan dengan seadil-adilnya. Disamping itu Ia juga memberikan sebuah lahan di Hamimah untuk digunakan oleh keluarga Abbas, sehingga bisa melancarkan propaganda dengan sebaik-baiknya pasca meninggalnya. Dan dari revolusi itu pulah hanya satu orang yang berhasil selamat yaitu Abdurrahman ad-Dakhil, kemudian mendirikan sebuah Amir di Andalusia. Al-Saffah hanya memerintah selama 4 tahun, setalah meninggal pada 134 H, pemerintahan diambil alih oleh adiknya Ja’far al-Mansur setalah dapat menyingkirkan pamannya Abdullah Ibn Ali, yang juga berusaha menjadi khalifah.

Ketika naik tahta langkah yang dilakukan oleh al-Mansur adalah menindak tegas pemberontak yang dilakukan oleh golongan Syi’ah yang merasa disingkirkan pasca naiknya as-Saffah, pemberontakan yang dilakukan oleh Abu Muslim al-Khurasan yang tidak mau tunduk kepada pusat, penduduk Syiria yang masih tunduk kepada pemerintahan Dinasti Umayyah dan orang-orang yang kecewa kepada pemerintahan baru. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa perjuangan dan konsolidasi untuk mengamankan eksistensi Dinasti Abbasiyah. Berkat visi politik dan pendekatan pragmatis yang dilakukan oleh al-Mansur, maka terjadi kestabilan pemerintah dapat terjaga. Kemudian al-Mansur mengangkat putranya al-Mahdi dan Isa Ibn Musa untuk menggantikan posisinya kelak ketika Ia meninggal sebagaimana perjanjian dengan as-Saffah. Sebenarnya tradisi ini sudah ditanamkan oleh Muawiyah ketika mengangkat anaknya Yazid. Padahal sejarah membuktikan bahwa dari tradisi ini muncul kecemburuan sosial yang menyebabkan terjadi ketidakpuasan dan berakhir pada pemberontakan dibeberapa daerah, terutama dari kalangan Syi’ah dan Khawarij. Pola seperti ini juga membuktikan bahwa Dinasti Abbasiyah menerapkan kembali sistem Monarkhi Absolut yang dulu dipraktekkan oleh kerajaan Persia, Romawi. Setelah dapat memperkokoh kekuasaan Abbasiyah al-Mansur meninggal karena sakit dalam suatu perjalanan Haji kelima bersama rombongan keluarga dan pembesar Abbasiyah. Dia meninggal dalam usia 65 tahun setelah memerintah selama 21 tahun.10

Pemerintah Abbasiyah kemudian dipegang oleh putranya al-Mahdi, yang baru berusia 30 tahun. Al-Mahdi memulai zaman pemerintahannya dengan membebaskan semua tahanan, kecuali penjahat yang dipenjarah menurut Undang-Undang dan memberikan bantuan cara hidup kepada orang-orang yang masih dipenjara dan yang anggota tubuhnya cacat. Kemudian memerintahkan untuk membangun beberapa bangunan Haram dan Masjid Nabawi dan memerintahkan untuk membangun beberapa bangunan besar beserta kolam-kolam di sepanjang jalan menuju Mekkah sebagai tempat persinggahan para musafir dan mebangun pos yang menghubungkan Baghdad dengan wilayah Islam lainnya. Selain itu, al-Mahdi juga membuat posko pengaduan dan penganiayaan serta mengembalikan harta yang dirampas ayahnya kepada pemiliknya.11

Kemudian menunpas gerakan al-Muqanna’ al-Khurasan yaitu sebuah kelompok yang ingin menuntut balas atas kematian Abu Muslim al-Khurasan dan merampas kekuasaan Abbasiyah. Lalu al-Mahdi mewariskan jabatan khalifah kepada anaknya al-Hadi dan Harun ar-Rasyid, tetapi keinginannya itu terhalang oleh Isa Ibn Musa. Berkat jabatan putra mahkota inilah Isa Ibn Musa mengalami dua kali kekejaman yaitu pada masa al-Mansur dan al-Hadi. Setelah dipaksa, ditanggalkanlah gelar tersebut oleh Isa Ibn Musa, maka al-Mahdi melantik anaknya al-Hadi sebagai putra mahkota pada 160 H dan dilanjutkan melantik Harun ar-Rasyid tahun 166 H.12 dari sini dapat kita pahami bahwa cara-cara kekerasan merupakan alternatif utama yang diambil oleh Dinasti Abbasiyah dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi terutama masalah-masalah politik. Padahal hal ini jelas bertentangan dengan agama Islam dan prilaku Nabi Muhammad.

Setelah al-Mahdi mangkat, kekuasaan Abbasiyah digantikan oleh al-Hadi 169-170 H, langkah awal yang dilakukan al-Hadi adalah melantik ar-Rabi’ Ibn Yunus sebagai menteri, tetapi beberapa waktu kemudian ar-Rabi’ Ibn Yunus digantikan oleh Ibrahim Ibn Zakuan al-Harrani dan bagaimana melenyapkan Harun ar-Rasyid agar mau menanggalkan gelar putra mahkota sehingga anaknya Ja’far dapat menggantikannya kelak. Salah satu sifat penguasa adalah bagaimana kekuasaan itu langgeng dan hanya berputar disekitar garis keturunannya. Oleh karena itu kekuasaan itu harus dipertahankan mati-matian, jika perlu dengan menghalalkan segala cara.

Kekuasaan al-Hadi tidak berumur panjang hanya satu tahun, karena al-Hadi di racun oleh ibunya Khaizuran yang lebih menginginkan Harun ar-Rasyid sebagai penguasa. Harun ar-Rasyid 170-193 H naik tahta menggantikan al-Hadi pada usia 22 tahun. ar-Rasyid merupakan puncak kegemilangan pemerintahan Abbasiyah. Dimana ilmu pengetahuan berkembang luas, kekayaan melimpah, dan stabilitas pemerintahan terkendali, ditambah lagi kebijakan pembagian kekuasaan yang adil antara putra mahkotanya yaitu al-Ma’mun untuk wilayah Khurasan, wilayah Irak untuk al-Amien dan semenanjung Arab untuk al-Qasim.

Dalam masalah pemerintahan, ar-Rasyid dibantu oleh seorang Wazir yang bernama Yahya bin Barmak, terutama setelah ibunya Khaizuran meninggal dunia pada 3 tahun kekuasaan khalifah. Yahya bin Bermak dibantu juga oleh kerabat dan keluarganya. Berkat dirinya, orang-orang Bermak dapat menguasai dapat menguasai pemerintahan Abbasiyah hingga beberapa tahun.13

Ar-Rasyid meninggal ketika menumpas pemberontakan yang terjadi di Khurasan yang dipimpin oleh Rafi’ Ibn Laith. Namun sebelumnya ar-Rasyid sudah melantik al-Amien sebagai penggantinya di Baghdad dan Yahya Ibn Sulaiman untuk menjalankan urusan pemerintahan.14

Al-Amien melanjutkan estapet kepemimpinan Dinasti Abbasiyah dari tahun 193-198 H. namun Ia kurang memberikan perhatian kepada pemerintahan, karena terlalu banyak bersenda gurau dan berpoya-poya. Ketika dating tentara al-Ma’mun dari Khurasan di bawah pimpinan Tahir Ibn al-Husain dan Hatsamah Ibn A’yam, al-Amien tidak bisa menghalaunya dan kemudian terbunuh.

Meninggalnya al-Amien langsung digantikan oleh al-Ma’mun (198-218). Karena memperoleh kekuasaan dengan cara kekerasan, maka pada awal kekuasaannya banyak pihak-pihak yang merongrong terutama pasca kepindahannya dari Khurasan ke Baghdad. Namun semua itu dapat diatasi, bahkan kekuasaan al-Ma’mun mengalami kejayaan seperti pada msa Harun ar-Rasyid. Pada masa ini juga aliran Mu’tazilah dijadikan sebagai madzhab nasional. Al-Ma’mun wafat sewaktu berperang di Tursur pada usia 48 tahun. Namun sebelumnya ia sudah melantik saudaranya al-Mu’tashim sebagai putra mahkota yang akan menggantikannya.15

Pasca meninggalnya al-Ma’mun kekuasaan Abbasiyah mulai mengalami kemunduran ditambah lagi kuatnya dominasi orang-orang Turki dan Persia, sehingga setiap saat siap merongrong kewibawaan Baghdad. Puncaknya pada masa pemerintahan al-Mutawakkil, dimana Ia mengangkat panglima besar Ashar yang berkebangsaan Turki16 dan mulailah berdiri Dinasti-Dinasti kecil merdeka di sekitar Baghdad.

Kemajuan Dinasti Abbasiyah

Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah :

1.

Bidang Politik dan Pemerintahan

Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti

1.

Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international yang sangat sibuk dan ramai.
2.

Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambing.
3.

Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
4.

Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.
5.

Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
6.

Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
7.

Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.
8.

Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). 17

1.

Bidang Ekonomi

Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).

Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dan kanal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di sampaing sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China, dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah Timur diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil pertanian seperti Gandum dari Mesri dan Kurma dari Irak.18

1.

Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan

Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lambaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dnegan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid.19 Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk.20 Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.

1.

Gerakan Penerjemah

Peleopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasyiah adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi kafilah dengan baik dari darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.

Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan sturktur kalimat dalam bahasa Arab.

Pada masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketuai langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.21

1.

Baitul Hikmah

Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Istitusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegiatan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di institusi ini al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.

1.

Bidang Keagamaan

Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.

Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Madhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at-Tirmidzi, An-Nasa’I (303 H), dll.

Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767 ), seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris as-Syafe’i (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal ( w 855 M).

Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al-Ma’mun. diantara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.

Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w 183 H), Mu’az al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah al-Kisai (w 208 H), dll.

Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali (w. 502 H), dan lain-lain.22

1.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi

Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah a). Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777 M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali Ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, al-Khayyam dan al-Tusi. b). Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina. c). Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidp pada abad ke 12 M. d). Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi yang termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w. 913 H).23

Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar). Faktor internal diantaranya. Pertama, perebutan kekuasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap provinsi-provinsi di bawah kekuasaan Abbasiyah.24 Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antrara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (Khalifah ke-13) menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas.

Kemudian menurut Abu A’la al-Maududi ketika konsep khalifah digantikan dengan sistem kerajaan maka tiada ada lagi keahlian kepemimpinan yang mencakup segalanya baik dalam politik maupun agama. Sehingga keberhasilan raja-raja tidak mendapatkan penghargaan dan kewibawaan moral di hati rakyat, walaupun mereka mampu menaklukan rakyat dengan kekuasaan dan kekuatan, dan mengeksploitasi mereka demi tujuan politisnya.25Disinilah secara filosofis kelemahan mendasar dari sistem kerajaan. Selain itu secara Sosiologis system Kerajaan akan menciptakan paradigma berfikir peodalistik anti kritik, sehingga mudah sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Kedua, perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing kelompok saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme berlebihan. Bahkan khalifah al-Ma’mun melancarakan gerakan pembasmian kepada orang-orang yang tidak mau tunduk kepada madzhab Mu’tazilah. Hal tersebut kemudian diikuti kembali oleh al-Mutawakkil yang membasmi terhadap golongan Mu’tazilah karena tidak mau tunduk kepada Ahlu Hadits.26 Terakhir, penguasaan Baitul Maal yang berlebihan akibatnya muncul justifikasi bahwa Baitul Maal adalah milik penguasa, bukan milik umat. Sehingga tidak seorang pun berhak meminta pertanggungjawaban mengenai dari mana uang itu berasal dan lari kemana uang itu kemudian. Hal ini memancing reaksi negative dari masyarakat, dan memunculkan rasa ketidakpuasan yang berujung kepada pemberontakan.

Masalah ini sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah Saw lewat sabdanya :

“Semakin dekat seseorang pada kursi kekuasaan, semakin jauhlah dia dari Tuhan; semakin banyak jumlah pengikut yang dimilikinya, semakin jahatlah ia; semakin banyak kekayaan yang dipunyainya, semakin ketat pulalah perhitungannya.27

Namun sangat disayangkan para penguasa Dinasti Abbasiyah semuanya terbuai dan lupa bahkan kepada Allah sendiri, hingga keruntuhan mereka.

Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah adalah; Pertama, pemberontakan terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukan dari Turki dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara financial.28Kedua, memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia, dan Turki, berakibat mereka dapat menciptakan kerajaan sendiri seperti Thahiriyah di Khurasan, Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa Persia. Sedangkan kerajaan yang didirikan oleh orang-orang Turki adalah Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan.29dan dilanjutkan muculnya Dinasti-Dinasti merdeka Umayyah di Andalusia, Fathimiyah di Afrika Utara, Idrisiyah di Maroko, Rustamiyah, Aghlabiyah, Ziriyyah, Hammadiyah di Jazirah dan Syiria, al-Murabitun, al-Muwahidun di Afrika Utara,Marwaniyah di Diyarbakar, dll. Ketiga, serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku itu.30

Analisa

Dari proposisi di atas dapat kita analisa bahwa suksesnya revolusi Abbasiyah tidak terlepas dari peran serta kelompok-kelompok yang sudah menyempal terlebih dahulu dari Dinasti Umayyah, karena merasa selalu terdzalimi terhadap pola-pola kepemimpinan yang ditonjolkan oleh khalifah-khalifah Umayyah. Rasa ketidakpuasan ini secara psikologi menciptakan “sidrom traumatik” terutama bagi kelompok Syi’ah dn Khawarij yang sejak lengsernya Ali Ibn Abi Thalib selalu di buru dan diasingkan. Maka tidak mengherankan jika pada awal-awal pemerintahannya Abu Abbas as-Saffa menciptakan sebuah kebijakan politik “pembumihangusan” etnis Umayyah dari muka bumi. Disamping untuk balas dendam atas kebiadaban Dinasti Umayyah juga rasa terima kasih atas bantuan dari kelompok-kelompok oposisi tersebut, sehingga diharapkan mereka terpuaskan dan akan loyal dalam mendukung kekuasaan Dinasti Abbasiyah di masa mendatang. Dan hal yang tidak bisa dilepaskan mudahnya mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok tersebut adalah janji penegakan syariat Islam dan terciptanya kehidupan tanpa ketakutan dan kekerasan yang tidak pernah mereka dapatkan pada masa Dinasti Bani Umayyah.

Pasca As-Saffa dan naiknya Ja’far al-Mansur rupanya menjadi awal bangkitnya kembali “solidaritas keluarga”, ini terlihat dari penyingkiran kelompok oposisi yang notabene sekutu utama dalam penumbangan Dinasti Umayyah dan pergantian kekuasaan diserahkan kepada Putra Mahkota agar kekuasaan hanya berputar pada keluarga Bani Abbasiyah. Kebijakan ini jelas mencerminkan sifat haus kekuasaan dan lunturnya nilai-nilai demokrasi akibatnya hilang prinsip persamaan, kebersamaan, dan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi seperti yang pernah dipraktekan oleh Rasulullah.31 Padahal semua itu adalah tugas utama seorang khalifah.

Sifat seperti ini bukan merupakan “barang baru” dalam dunia Islam. Khalifah Utsman Ibn Affan adalah “The Best Teacher” yang telah mengajarkan bagaimana kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang. Dalam pada itu, pengaruh kerajaan Persia yang monarkhi absolute juga mendukung terciptanya iklim seperti itu, ini terlihat dari pindahnya Ibu kota dari Damaskus ke Baghdad, lalu dilanjutkan dengan mencontoh secara besar-besaran model-model kekuasaan dan administrasi Negara Persia.32

Namun bagaimana pun jeleknya Dinasti Abbasiyah secara politik, mereka telah berhasil menorehkan tinta emas dalam peradaban Islam, terutama keberhasilan mereka dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara menerjemahkan secara besar-besaran kitab-kitab klasik peninggalan Yunani, Persia, India, China ke dalam dunia Islam. Sehingga wajar banyak ilmuwan berpendapat bahwa masa ini adalah masa kejayaan Islam yang paling gemilang atau dalam bahasa Ashar Ali zaman Islam Mahayana.33dan kejayaan seperti ini sulit kita jumpai di Negara-negara yang mengatasnamakan Islam. Disamping itu Dinasti ini menunjukkan sifat keislamannya yang lebih menonjol daripada sifat kearabannya. Dua orang di antara khalifah-khalifahnya yang menjadi penunjang utama dalam menggulingkan dinasti Bani Umayyah dan menegakkan dinasti Bani Abbasiyah adalah orang-orang Persia. Oleh karena itu tidaklah aneh kalau kepada-kepala dinasti ini berusaha memelihara keseimbangan yang seadil-adilnya antara unsur Arab dan unsur Persia di dalamnya. Tentu berbeda dengan Dinasti Bani Umayyah yang lebih kuat unsur Arabnya sehingga mengkotak-kotakkan masyarakatnya dalam Arab dan non Arab. Perpecahan baru terjadi pasca meninggalnya Harun ar-Rasyid, ketika kedua putranya berperang berebut kekuasaan. Yang satu hendak memperkokoh kedudukan orang-orang Arab. Sedangkan yang lainnya bertekad hendak memperkokoh kedudukan orang-orang keturunan Persia.34

Runtuhnya sebuah Dinasti-Dinasti Islam pasti berawal dari pola hidup yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ini menandakan bahwa Dinasti Abbasiyah tidak pernah mau belajar dari sejarah kehancuran Bani Umayyah. Disamping itu, mempercayakan keamanan berlebihan kepada suatu kelompok, jelas akan berakibat pada lunturnya nilai persatuan di antara masyarakat itu sendiri.

Pada masa sekarang kebijakan seperti ini diikuti oleh kerajaan Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab yang mempercayakan keamanannya kepada pasukan Amerika dan balasannya Amerika berhak mengeksploitasi minyak dan mendirikan pangkalan militer di Negara-negara tersebut. Padahal ini adalah bagian dari penjajahan sistemik dan pembodohan sturktural yang nantinya akan melemahkan sendi-sendi pemerintahan dan nasionalisme kebangsaan masyarakatnya.

Selanjutnya kondisi Baghdad sekarang sungguh sangat memperihatinkan setiap hari kita melihat konflik-konflik berdarah. Perang memang tidak pernah menyelesaikan masalah. Bahkan justru melahirkan masalah baru, tidak hanya dari aspek politik, kemanusiaan, sosial kemasyrakatan. Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam bersatu dalam satu kata muslim yang satu dengan muslim yang lain adalah saudara, jika salah satu sakit maka yang lain juga sakit.

Kesimpulan

Dari deksipsi di atas dapat disimpulkan bahwa Dinasti Ababsiyah merupakan masa kejayaan umat Islam, berkuasa mulai Khalifah Abu Abbas as-Saffa hingga al-Musta’shim sebagai khalifah terakhir. Rentan waktu yang lama ini telah menghasilkan banyak kemajuan dalam peradaban Islam, terutama sejak menerjemahkan kitab-kitab klasik dari bangsa Yunani, Persia, India, baik dalam bidang politik pemerintahan, ekonomi, agama di mana lahir para pemikir-pemikir Islam baik dari bidang Filsafat, Kalam, Fiqh, maupun Tasawuf, dan ilmu-ilmu Islam lainnya. Selain itu lahir pula pakar-pakar ilmu astronomi, geografi, sejarah, dan lain sebagainya, yang nantinya sangat berperan besar terhadap munculnya renaissance di dunia Eropa. Namun dibalik kemajuan itu, Dinasti Abbasiyah menyisahkan noda bagi peradaban Islam itu sendiri, terutama pembantaian-pembantai manusia setiap pergantian kekuasaan. Dan hal yang paling penting sekarang dapatkah kita merefleksikan kemajuan dan kemunduran Dinasti Bani Abbasyiah dalam kehidupan kontemporer, sehingga menjadi sebuah spirit perubahan radikal. Wallahu a’lam bi Shawab.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S., Citra Islam (Tinjauan Sejarah dan Sosiologi), Jakarta: Erlangga, 1992, cet. I.

Al- Wa, Muhamed, Sistem Politik dan Pemerintahan Islam, Surabaya ; bina ilmu, 1983, cet. 1.

Al-Afifi, Abdul Hakim, 1000 Peristiwa dalam Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), cet. I

Al-Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan (Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam), Bandung: Mizan, 1984, cet. I.

Amien, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: Rosda, 1987, cet. I.

As-Salus, Ali, Imamah & Khilafah, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, cet. I

Bosworth, C. E. , Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan.

Budiahardjo, Mariam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1999.

Engineer, Ashar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, cet. IV.

Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.

Hasjmy, A. , Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, cet. I.

Ismail, Faisal, Islam (Idealita Ilahiyah dan Realitas Insaniyah), Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999, cet. I.

Lapidus, Ira, Sejarah Sosialt Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 193.

Maryam, Siti, dkk (ed), Sejarah Peradaban Islam, (Dari Masa Klasik Hingga Modern), (Yogyakarta: Lesfi, 2004), cet. I.

Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997.

Nasr, Sayyed Hosein, Relegion, History, and Civilization, New York: Herpercollins Publishers, 2002.

Naufal, A. Raziq, Umat Islam dan Sains Modern, Bandung: Husaeni, 1978.

Salim, Abdul Mu’in, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, cet. I

Shiddiqi, Nourozzaman, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta: Putaka Pelajar, 1995.

Sou’yb, Joesoef, Sejarah Dinasti Abbasiyah II, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet. I.

Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta: al-Husna Zikra, 1997.

Thohir, Ajib, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm 44-45

Tohir, Muhammad, Sejarah Islam (dari Andalusia sampai Indus), Jakarta: Dunia Pusataka Jaya, 1981

Umari, Akram Dhiyauddin, Masayrakat Madani (Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi), Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet. I

Watt, William M. , Kejayaan Islam; Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, cet. I.

Zaidan, Jurji, History of Islamic Civilization, New Delhi: Bhavan, 1978.

Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, cet. V.

1 Masyarakat Madani yang sering disebut Civil Society atau Independent Society adalah bentuk masyarakat yang dicita-citakan untuk menuju kehidupan bernegara yang lebih demokratis. Nabi Muhammad dengan konsepnya yang Rahmatan lil Alamien, telah menujukkan hakikat, ciri, dan bentuk riil dari masyarakat madani itu. Akram Dhiyauddin Umari, Masayrakat Madani (Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi), Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. I, hlm. 25.,

2 Menurut para pemikir kontemporer mekanisme pemilihan melalui musyawarah merupakan bagian dari sistem demokrasi. Demokrasi sendiri dimaknai pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah system pemilihan bebas. Sedangkan menurut Abraham Lincon, demokrasi adalah suatu pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” John P. Crips Jr, “ Mendefenisikan Demokrasi, dalam Jurnal Demokrasi, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 2001, hlm. 4.

3 Muhamed al- Wa, Sistem Politik dan Pemerintahan Islam, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1983), cet. 1, hlm. 91.

4 Ali As-Salus, Imamah & Khilafah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet. I, hlm. 15.

5 Ada beberapa alasan mengapa kelompok oposisi pada masa Daulah Umayyah membrontak, pertama, konfrontrasi politik pasca meninggalnya Ali Ibn Abi Thalib memuncak ketika pembantaian Husein Ibn Ali beserta pengikut- pengikutnya pada peristiwa karbala oleh Yazid Ibn Muawiyyah membuat kelompok Syiah wajib menuntut balas ( qishas ) terhadap pembunuh Husen beserta pengikut- pengikutnya tersebut, selain itu kedekatan historis dan pertalian darah antara keluarga Abbas dengan keluarga Ali. Hatta, kedua keturunan ini sama – sama mengklaim bahwa jabatan khalifah wajib berada di tangan mereka, kedua, kelompok Khawarij merasa Daulah Umayyah monopoli politik sehingga tertutup kesempatan bagi kaum Khawarij. Ketiga, ketidakpuasan kaum muslimin terutama golongan Qodariyyah dan Arab bagian Selatan terhadap Daulah Umayyah yang korup, memihak kelompok tertentu dan suka berpoya- poya. Keempat, kelompok Mawali yaitu orang- orang non Arab yang baru masuk Islam, kebanyakan berasal dari Persia yang di perlakukan sebagai warga kelas dua dan di bebani pajak yang sangat tinggi. Selain itu mereka selalu berpegang teguh kepada teori hak raja yang suci dalam arti bahwa kepemimpinan itu sudah ditentukan oleh Tuhan. Oleh sebab itu mereka mendukung gerakan yang dilakukan oleh Bani Abbas, karena mereka termasuk keluarga dari Nabi Muhammad. Terakhir, suku Arab Selatan, orang- orang Qois Yaman, sangat membenci Bani Umayyah karena tersingkir dari lingkaran kekuasaan Bani Umayyah yang lebih memilih pesaing mereka, suku Arab Utara, Qais dan Mudar, orang- orang Yaman inilah yang menjadi salah satu tulang punggung kekuatan Abu Muslim, Jenderal Persia yang menjadi salah satu inti kekuatan gerakan Revolusi Abbasiyah. Kemudian sebab – sebab yang lain yang mendukung berdirinya Daulah Bani Abbasiyah adalah (1) Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari Daulah sebelumnya.(2) Dasar universalitas, tidak berdasarkan kesukuan, (3) Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak di angkat atas keningratan (4) Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi masyarakat Islam, (5) Pemerintahan bersifat muslim moderat, ras arab hanyalah di pandang sebagai salah satu bagian saja di antara ras ras yang lain .(6) Hak memerintah sebagai ahli waris Nabi masih ada. Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm 44-45.

6 Kata politik berasal dari bahasa Inggris politic yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, asal kata tersebut bearti acting or judging wisely, well judged, pruden. Kata ini terambil dari kata politicus dan bahasa yang Yunani politicos yang bearti relating to a citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata Polis yang bermakna city “kota”. Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik. Abdul Mu’in Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet. I, hlm. 33. Sedangkan Miriam Budihardjo mendefenisikan politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Mariam Budiahardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 8.

7 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 88.

8 Muhamed al-Wa, Sistem Politik….Op.cit, hlm. 104-105.

9 C. E. Bosworth, Daulah-Daulah Islam, (Bandung: Mizan), hlm. 27-28.

10 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: al-Husna Zikra, 1997), hlm. 81.

11Ibid, hlm. 83-84.

12 Ibid, hlm. 93-94.

13 Abdul Hakim al-Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), cet. I, hlm. 150.

14 A. Syalabi, Sejarah Kebudayaaan………Op. cit, hlm. 107-125.

15 Ibid, hlm. 129-144.

16 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Abbasiyah II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet. I, hlm. 7.

17 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. I, hlm. 201-204.

18 Siti Maryam dkk (ed), Sejarah Peradaban Islam, (Dari Masa Klasik Hingga Modern), (Yogyakarta: Lesfi, 2004), cet. I, hlm. 106-107.

19 Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet. V, hlm. 99-100.

20 Khwaja Abu Hasan Ibn Ali Ishaq atau Nizamul Mulk. Untuk mendukung ortodoksi Islam, Ia kemudian mendirikan madrasah-madrasah, di mana ajaran Madzhabt Syafi’i diajarkan dan dilestarikan sebagai salah satu cara melawan para Bid’ah, khususnya kaum Ismailiyah. Faisal Ismail, Islam (Idealita Ilahiyah dan Realitas Insaniyah), (Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999), cet. I, hlm. 128.

21 Siti Maryam, Sejarah Peradaban……….Op. cit, hlm. 103-104.

22 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan ……….., Op. cit, hlm. 230-256.

23 A. Raziq Naufal, Umat Islam dan Sains Modern, (Bandung: Husaeni, 1978), hlm. 46-47.

24 Ira Lapidus, Sejarah Sosialt Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 193.

25 Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan (Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam), (Bandung: Mizan, 1984), cet. I, hlm. 262.

26 Ahmad Amien, Islam dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosda, 1987), cet. I, hlm. 136.

27 Akbar S. Ahmed, Citra Islam (Tinjauan Sejarah dan Sosiologi), (Jakarta: Erlangga, 1992), cet. I, hlm. 57.

28 William M. Watt, Kejayaan Islam; Kajian Kritis Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), cet. I, hlm. 165.

29 Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization, (New Delhi: Bhavan, 1978), hlm. 242.

30 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 268.

31 Nourozzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, (Yogyakarta: Putaka Pelajar, 1995), hlm. 104.

32 Sayyed Hosein Nasr, Relegion, History, and Civilization, (New York: Herpercollins Publishers, 2002), hlm. 120-121.

33 Ashar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. IV, hlm. 271.

34 Muhammad Tohir, Sejarah Islam (dari Andalusia sampai Indus), (Jakarta: Dunia Pusataka Jaya, 1981), hlm. 98.

Baca Selengkapnya.....

Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah
05Jun08

DINASTI ABBASIYAH

Oleh : imam mawardi



BAB I PENDAHULUAN

750-1258



Sistem kesukuan primitf yang menjadi pola organisasi sosial arab paling mendasar runtuh pada Dinasti Abbasiyah, yang didirikan dari berbagi unsur asing[1]. Babak politik dalam drama besar politik islam dibuka dengan peran penting yang dimainkan oleh khalifah Abu al- Abbas [2](750-754), dalam khutbah penobatannya, yang disampaikan setahun sebelumnya dimesjid Kuffah, khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya al-saffah. penumpah darah yang kemudian menjadi julukannya. al-saffah menjadi pendiri diansti arab islam ketiga yang sangat besar dan berusia lama. Dari 750M. hingga 1258M., meskipun penerus Abu Abbas memegang pemerintah tapi mereka tidak selalu berkkuasa[3] sepenuhnya adan selalu ada pada kendali wazir dan tentaranya . Daftar khalifah Abbassiyah dan masa kekuasaanya[4]:



Daftaar Raja-Raja Keturnan Bani Abbasiyah

Raja –raja


Tahun (hijriyah) ppriode

Abu Abbas


132-137

al-Mnasur


13-159

al-Mahdi


159-169

al-Hadi


169-170

Harun Rasyid


170-194

al-Amin


194-198

al-Makmun


198-218

al-Mu’tasim


218-227

al-wasiq


227-232

al-mutawakkil


247-248

al-mutanshir


248-252

al-musta’in


252-255

al-mu’tazz


255-256

al-mu’tadi


256-257

Al-Mu’tamid


257-279

Al-mu’tadid


279-290

al-muktafi


290-296

al-muktadiir


296-320

Masa Buawiyah


320-447/ 932-1075

al-Qodir


320-323

al-Radi


323-329

al-Muttaqi


329-333

al-Mustakfi


333-335

al-Mukti


335-364

at-Ta’i


364-381

al-Qodir


381-423

al-Qaim


423-468

Masa Saljuk


468-656 H/1075-1258M

al-Muaqtadi


468-487

al-Musthazhir


487-512

al-Mustarsyid


512-530

al-rasyid


531-531

al-Muqtati


531-555

al-Mutanjid


555-566

al-Mustadi


566-576

al-Nasir


576-622

al-Zahir


622-623

al-Mustanshir


623-640

al-Must’sim


640-656



Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase-fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan , fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi, durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bersangkutan dengan kepada kemampuan untuk menyelengarakan permerintahaan tersebut.[5]

Selama dinasti ini bekuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social budaya. Bedasarkan pola pemerintahan dan politik itu, sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:

1. Periode pertama (132H-232H), disebut pengeruh Persia pertama.

2. Periode kedua (232H-334H)), disebut masa pengaruh turki pertama.

3. Periode ketiga (334H-447H), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintah dinasti Abbasiyah. Periode ini disebut pengaruh Persia kedua

4. Periode keempat (447H-590H), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah; disebut juga dengan masa pengaruh turki kedua.

5. Periode kelima (590H-656H), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tapi kekuasaanya hanya efektif disekitar kota Baghdad [6]

Pada Dinasti Abbasiyah, peradaban arab islam mencapai kemajuan yang sangat gemilang. Pusat-pusat pengajaran didirikan. Diantaranya adalah Bait al-hikmah, sebuah akademi yang didirikan oleh al-Ma’mun untuk menerjemahkan ilmu pengetahuan dari bahasa Yunani kebahasa arab. Numun kehadiran pasukan mongol telah menghancurkan peradaban islam yang sangat menakjubkan dan mengahanyutkan sejumlah perpustakaan islam kedalam sungai tigris.[7]

















































BAB II PEMBAHASAN

DINASTI ABBASIYAH



2.1 Perjalanan Politik Bani Abbas

Abassiyah adalah suatu dinasti (bani Abbas) yang mengusai daulat (negara) islamiyah pada masa klasik dan pertengahan islam. Daulah islamiyah ketika dibawah kekuasaan dinasti ini disebut dengan Daulah Abbasiyah. Daulah Abbasiyah adalah daulah yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (bani Abbas), paman nabi Muahammad saw. Pendidri dinasti ini Abbas al-Saffah .

Sejarah peralihan kekuasaan dari daulah Umayyah kepada daulah Abbasiyah bermula ketika bani Hasyim menuntut kepemimpinan islam yang berada ditangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi saw yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya sudah ada dari sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mengalahkan Ali Ibn Talib dan bersikap keras terhadap bani Hasyim .

Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar Ibn Abdul Aziz (717-720) menjadi khalifah daulah Umayyah. Umar memimpin dengan adil. Ketentraman dan stabilitas Negara memberi kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-Humaymah. Pemimpinnya waktu itu adalah Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas, seorang zahid. Dia kemudian digantikan oleh anaknya, Muahammad, yang memperluas gerakan. Dia menetapakan tiga kota sebagai pusat gerakan , yaitu al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi, kufah sebagai kota penghubung, dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis . Muhammad wafat pada tahun 125 H/743M dan digantikan oleh anaknya, Ibrahim al-Imam. Panglima perangnya dipilih dari Khurasan yang bernama Abu Muslim al-Khurasani. Abu Muslim berhasil merebut Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan dari kemenangan.. pada awal tahan 132H/749M Ibrahim al-Imama ditangkap bani Umaayah dan dipenjara sampai meninggal. Dia digantikan oleh saudaranya, Abu Abbas. Tidak lama setelah itu dua bala tentara, Abbasiyah dan Umawiyah, bertempur didekat sungai Zab bagian hulu. Dalam pertempuran itu bani Abbas mendapat kemenangan, dan bala tentaranya terus menuju negri syam (Syuriah); disini kota demi kata dapat dikuasai.

Sejak tahun 132H/750M itulah Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan khalifah pertamanya Abu Abbas al-Saffah. Daulah ini berlangsung sampai tahun 656M. masa yang panjang itu dilalui nya dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai perubahan politik, sosial, budaya, dan penguasa. Berdasarkan pola dan perbedaan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa yang dilalui Daulah Abbasiyah kedalam lima ppriode

2.1.1 Periode Pertama (132-232H/750-847M)

Walaupun Abu Abbas adalah pendiri daulah ini, pemerintahannya hanya singkat (750-754). Pembina sebenarnya adalah abu Ja’afar al-MAnsyur. Dia dengan keras mengahdapi lawan-lawannya dari bani Umayyah, khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa mulai dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh sezamannya yang mungkin menjadi pesaing baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Muslim bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang telah ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya disyuriah dan Mesir, karena tidak beredia membaiatnya, akhirnya terbunuh ditangan Abu Muslim al-Khurasani, Abu Muslim sendiri, karena dikawatirkan akan menjadi pesaing baginya, akhirnya dihukum mati oleh khalifah pada tahun 775.

Untuk lebih memantapkan kekuasaannya dan stabilitas Negara yang baru berdiri itu, Abu Ja’far memeindahkan ibu kota dari al-Hasyimiyah, dekat Kuffah, kekota yang baru dibangunnya, Baghdad, pada tahun 767. disana ia menertibkan pemerintahannya dengan mengangkat aparat yang duduk dalam lembaga eksekutif dan yudikatif.

Pada masanya konsep khalifah berubah. dia berkata “innama ana sultan Allah fi ardhi” (sesungguhnya saya adalah kekuasaan tuhan di bumi_Nya). Dengan demikian, jabatan khalifah dalam pandangannya dan berlanjut kegerasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah swt dan bukan dari manusia, dan bukan juga sekedar pelanjut Nabi saw sebagaimana pada masa khulafa’ ar-Rasyidun. Puncak popularitas dinasti ini berada pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid (786-809) dan putranya al-Ma’mun. daulat ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas.

2.1.2 Periode Kedua (232-334H/847-45M)

Al-Mu’tasyim khalifah berikutanya memberi peluang besar kepada orang-orang turki masuk kedalam pemerintahan. Daulah Abbasyiah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. prateknya orang-orang muslim mengikuti perjalanan perang sudah terhenti. Ketentaraan kemudian menjadi prajurit-prajurit Turki yang professional. Kekuatan militer dinasti Abbas jadi sangat kuat. Akibatnya, tentara itu menjadi sangat dominan sehingga khalifah berikutnya sangat dipengaruhi atau jadi boneka ditangan mereka. Khalifah al-Wasiq (842-847) mencaba melepaskan diri dari dominasi tentara Turki tersebut dengan memindahkan ibu kota ke Samarra, tetapi usaha itu tidak berhasil mengurangi dominasi turki. Akan tetapi khalifah al-Mutawaqil yang menjadi awal periode ini adalah seorang khalifah yang lemah.

Pada masa itu orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-Mutawaqil wafat. Merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka, dengan demikian , kekuasaan tidak lagi berada di tangan khalifah bani Abbas , meskipun mereka berada tetap dalam jabatan khalifah. Dari dua belas khalifah pada peride ini, hanya empat orang khalifah yang wafat dengan wajar, selebihnya, kalau bukan dibunuh diberhentikan secara paksa.

2.1.3 Periode Ketiga (223-447H/945-1055M)

Pada periode ini, Daulah Abbasiyah dibawah kekuasan Bani Buawiyah. Keadaan khalifah lebih buruk dari keadaan khalifah sebelumnya, terutama karena bani Buawiyah adalah penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Bani buawiyah membagi wilayah kekuasaanya kepada tiga saudaranya; Ali untuk wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahan islam karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buawiayah yang memiliki kekuasaan bani Buawiyah.

2.1.4 Periode keempat (447-590H/1055-1199M)

Periode ini ditandai dengan kekuasaan bani Seljuk atas daulah Abbasiyah.. Kehadiran bani Seljuk ini atas “undangan” khalifah untuk melumpuhkan bani Buawiyah di Baghdad. Keadaaan khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaanya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikusai orang-orang Syi’ah

2.1.5 Periode kelima (590-656/258)

Pada priode ini, khalifah Abasiyah tidak lagi dalam kekuasaan suatu diansti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasan khalifah menunjukan kelemahan politiknya, pada masa inilah datang tentara mongol dan Tartar mengahancur luluhkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656/1258.



2.2 Negara Abbasiyah

Kepala negara Adalah khalifah, yang setidknya dalam teori, memegang sesuatu kekuasaan. ia dapat, dan telah melimpahkan otoritas sipilnya kepada seoarang wazir, otoritas pengadilan kepada seorang hakim (Qodhi),dan otoritas militer kepada seorang jendral (Amir), tetapi khalifah sendiri menjadi pengambil keputusan akhir dalam semua urusan pemerintahan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerinatahannya, para kahlifah Baghdad yang paling pertama mengikuti pola administrasi Persia.

Khalifah dibantu oleh seorang pejabat rumah tangga istana (Hajib) yang bertugas memperkenalkan para utusan dan pejabat yang akan mengunjungi khalifah. Disamping itu ada juga seorang eksekutor, yang menjadi tokoh penting diistana Baghdad. Pada masa itu ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat penyiksaan muncul pertama kali dalam sejarah Arab. Ruang pengamatan bintang terletak berdampigan dengan istana khalifah.

2.2.1 Sumber Pemasukan Negara

Selain pajak, sumber pendapatan negara yang lain adalah zakat yang merupakan satu-satunya pajak yang diwajibkan atas setiap orang islam. Zakat dibebankan atas tanah yang produktif , hewan ternak, emas dan perak, barang dagangan, dan harta milik lainnya yang dapat berkembang, baik secara alami ataupun setelah diusahakan. Yang dihasilkan oleh orang muslim maupun non muslim. Diriwayatkan ketika al-Mansur meninggal, kas Negara berjumlah 600 juta dirham dan14 juta Dinar ketika al –Rasyid meninggal, jumlah mencapai lebih dari 900 juta dirham, dan ketika al-Muqtafi meninggal perbendaharaan Negara meliputi permata, perabotan rumah tangga, dan perumahan senilai 100 juta dinar.

2.2.2 Biro-biro pemerintahan

Disamping pajak, dinasti Abbasiyah juga memiliki kantor pengawas (diwan al-dziwam) yang pertama kali diperkenalkan oleh al-Mahdi; dewan korespondensi atau kantor arsip (diwan al-tauqi) yang menangani semua surat resmi, dokumen politik serta intruksi dan kektetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan; dengan departeman kepolisian dan pos.

Dewan penyelidik keluhan (diwan al-nazhar fi al- mazhalim) adalah sejenis pengadilan tingkat banding , atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departeman administrtif dan politik. raja Normandia, Roger II, (130-1154) memperkenalkan lembaga tersebut kesisilia, yang kemudian mengakar didaratan Eropa .

Departemen kepolisian (diwan al-syurthah) di kepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai Shibab al syurthah, yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana, dan masa belakangan terkadang merangkap sebagai seorang wazir. pada setiap kota besar terdapat kepolisian khusus yang memiliki pangkat kemiliteran, dan biasanya bergaji tinggi. Kepala polisi tertinggi disebut Muhtasib, karena ia mengawasi pasar, dan menjaga tatanan social. Ia bertugas mengawasi apakah ukuran dan timabangan dan ukuran yang digunakan dalam perdagangan telah memenuhi standar, apakah hutang piutang telah dipenuhi dengan baik , apakah moralitas telah terjaga, dan apakah hal-hal yang terlarang telah dihindari; seperti berjudi, minum-minuman keras.

Ciri penting dari dinasti Abbasiyah adalah adanya departeman pos[8] yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut Shahib al barid, meskipun pada awalnya dirancang untuk memenuhi kepentingan negara, lenbaga pos juga memberikan layanan terbatas untuk susrat-surat pribadi. Masing-masing propinsi ibu kota membentuk kantor pos. pada dinasti Abbasiyah dari berbagai alat untuk menyampaikan surat diantaranya melatih burung merpati untuk meyampaikan surat kepada tempat tujuan. Contoh pertama yang dapat ditemukan terkait dengan berita tentang penangkapan seorang pemberontak Babik , kepada sekte Khurami, disampailkan keapada al-Mu’tasihim dengan menggunakan burung merpati pada 837.

2.2.3 Sistem organisasi militer

Kekhalifahan Arab tidak pernah memiliki pasukan regular dalam jumlah besar, terorganisisir dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara regular.

Pasukan regular pada masa awal Dinasti Abbasiyah terdiri atas pasukan infantry (harbiyah) yang bersenjatakan tombak, pedang dan perisai, pasukan panah(ramiyah) dan kavaleri (fursan) yang menggunakan pelindung kepala dan dada, serta bersenjatakan tombak panjang dan kapak. Dinasti Abbasiyah mengandalkan pasukan Persia dibanding pasukan arab, oleh karena itu arab kehilangan peran dalam kemiliteran, setiap 10 prajurit dibawah komando seorang ‘arif setiap 50 prejurit berada dibawah komando seorang Khalifah, dan setiap 100 prajurit oleh seorang qa’id. Untuk pasukan 10.000 orang, yang terdiri dari 10 batalion dikepalai oleh seorang amir (jenderal). Pasukan 100 orang mebentuk sebuah skuadron membentuk sebuah unit.

2.2.4 Administrasi Wilayah Pemerintah

Propinsi Dinasti Abbasiyah mengalami perubahan dari masa kemasa, dan klasifikasi politik tidak selalu terkait dengan klasifikasi geografis kita dapat menjabarkan provisi-provinsi Dinasti Abbasiyah yang merupakan provinsi utama pada masa awal pemerinatahan Baghdad :

(1) Afrika disebelah barat gurun Libya bersama dengan Sisilia,(2) Mesir, (3) Suriah dan Palestina yang terkadang dipisahkan .(4)hijaz dan Yamamah (arab tengah) (5) Yaman dan arab selatan (6) Bahrian dan Oman, dengan Basrah dan Irak sebagai ibu kotanya (7) Sawad, atau Irak (Mesopotamia bawah), dengan kota utamanya setelah Bagdad, yaitu Kuffah dan Wasit dan seterusya masih banyak lagi Negara yang lainya

Meskipun tidak dikehendaki oleh ibu kota kerajaan, proses desentralisasi merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dari wilayah yang sedemikian luasnya itu, selain karena sulitnya sarana komunikasi. Dalam persoalan lokal, otoritas gubernur cendrung sanagat dominant dalam jabatannya bisa diwariskan. Secara teoritis ia memeggang jabatan itu selama disenangi oleh wazir, yang merekomendasikan jabatannya kepada khalifah, dan ia akan diturunkannya jika wazir itu diganti. Tentang unsur gubernur al-Mawardi membedakan atara dua jenis jabatan gubernur: Imarah ‘ammah (Amir umum), yang memiliki kekuasan tinggi untuk mengatur masalah militer, mengangkat dan mengawasi hakim pengadilan, memungut pajak, memelihara ketertiban, menjaga mazhab resmi Negara dari segala penyimpamgan, menata administrsi kepolisian, dan menjadi imam shalat jum’at dan gubernur memiliki otoritas khusus, yang tidak memiliki otoritas peradilan dan perpajakan. Namun, kebanyakan dari klasifikasi tersebut hanya bersifat teoritis, karena otoritas seorang gubernur mengingat berdasarkan kemampuan pribadinya.

Pemasukan lokal dari tiap-tiap provinsi diatur berdasarkan pemerintah provinsi tersebut. Jika pengeluaran lebih sedikit dari pada pemasukan lokal, seorang gubernur akan mengirimkan sisa belanja ke bendahara Negara. Administrasi peradilan berada ditangan seorang hakim provinsi yang dibantu oleh sejumlah wakil yang ditempatkan diberbagai subdivisi provinsi.



2.3 Masyarakat Pada zaman Dinasti Abbasiyah

Pada awal Dinasti abbasiyah, kaum wanita menikmati tingkat kebebasan yang sama dengan kaum wanita pada masa Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak perempuan yang berhasil mengukir prestasi dan berpengaruh di pemerintahan, baik dari kalangan atas, seperti Khazuran, istri al-Mahdi dan ibu al-Rasyid; Ulayyah, anak prempuan al-Mahdi; Zubaydah, istri al-Rasyid dan ibu al-Amin; dan buran, istri al Ma’mun, atau dari kalangan awam, seperti wanita muda Arab yang pergi berperang dan memimpin pasukan, mengubah puisi dan bersaing dengan laki-laki dibidang sastra, atau mencerahkan masyarakat dengan kcerdasan, musik dan keindahan suara mereka. Di antaranya adalah Ubayadah al-Yhunburiyah yang kondang disekuruh negri pada masa al- M’tasim sebagai biduanita dan musisi yang cantik.

Busana laki-laki memiliki corak yang beragam dari model yang terbatas. Penutup kepala yang biasanya dipakai adalah topi hitam yang tinggi dan mengerucut, qulansuwah, yang terbuat dari bahan sintetis atau bulu binatang, dan diperkenalkan oleh al-Manshur. Celana panjang yang lebar (sarawil) dari Persia, kemeja, rompi dan jaket (qafthan). Dengan jubbah luar (‘aba’ atau jubbah[9]),melengkapi isi lemari laki-laki[10], para teolog yang mengikuti intruksi Abu Yusuf, hakim terkenal khalifah al-Rasyid , mengenakan sorban dan mantel hitam (tunggal, thaylasan)

Perabotan rumah yang paling umum adalah Diwan, sebuah safa yang mengisi tiga sisi ruangan. Tempat duduk yang ditinggikan dalam bentuk kursi telah diperkenalkan pada dinasti sebelumnya, namun bantal yang diletakan diatas kasur kecil segi empat (dari bahas Arab, mathrah) dilantai, untuk menjadi tempat pembaringan yang nyaman, tetap popular. Makanan disajikan pada nampan perunggu yang diletakan diatas meja rendah yang diletakan didepan diwan atau bantal. Dirumah-rumah orang berada, nampan–nampan itu terbuat dari perak, meja kayu berlapis ebonit, kulit kerang mutiara atau tempurung kura-kura yang mirip dengan kini yang masih dibuat di Damaskus.

Salah satu gaya hidup, dan kebiasaan masyarakat pada periode Abbasiyah adalah berendam di tempat pemandian umum. Baghdad pada masa al-Muqtadir mmemiliki sekitar 27 ribu tempat pemandian umum yang terdiri dari aliran air dingin dan panas. Seperti pada masa sekarang, tempat pemendian itu terdiri atas beberapa kamar dengan lantai bermotif mosaic dan bagian dalam dinding terbuat dari marmer yang mengelilingi ruang utama yang luas. Ruangan paling dalam ini, yang dinaungi kubah dengan atap bundar yang trasparan sehingga memungkinkan cahaya masuk kedalam ruangan, dipanaskan dengan uap yang naik dari pusat semburan air di tengah. Ruang bagian luar digunakan untuk duduk, menikmati minuman dan makanan kecil

Al-Rasid dikenal sebagai khalifah dinasti Abbasiyah pertama yang memainkan catur. Catur (bahasa arab, syihranj, dari bahasa sangkrit), yang bersal dari India, segera menjadi permainan ruangan yang popular untuk mengisi kalangan aristokrat, dan mengantikan permainan lempar dadu. Khalifah al-Rasyid diriwayat juga mengirim papan catur sebagai hadiah untuk Charlemagne, dan pada masa perang Salib Si Tua dari gunung memberikan memberikan hadiah yang sama kepada raja St. Lois. Diantara permainan lain yang dimaikan dengan menggunakan papan adalah damdaman, yang juga bersal dari India.

Olah raga luar ruangan yang juga popular adalah panahan, polo, bola dan pemukul, lempar lembing, lomba kuda dan berburu. Dikalangan teman-teman akrabnya, al-Jahij yang dikenal mahir memanah, berburu, bermain bola, dan catur. Ketika sedang main teman akrabnya dipandang setara dengan khalifah dan mereka tidak merasa kahwatir dan menyinggung khalifah.



2.4 Perdagangan dan Induatri

Kekuasaan kerajaan yang sedemikian luas dan tingkat peradaban yang tinggi itu dicapai dengan melibatkan jaringan perdangan internasional yang luas. Pelabuhan-pelabuhan seperti Baghdad, Bashrah, Siraf[11]Kairo, dan Iskandariyah menjadi pelabuhan internaisonal.

Disebelah timur, pedagang islam telah menjelajah sampai ke Cina, yang berdasarkan riwayat berbahasa arab, telah dilakukan sejak masa kahlifah al-Manshur para pengusaha dari Bashrah yang membawa dagangannya dengan kapal laut kebergabagai negriyang jauh, masing-masing membawa muatan bernilai lebih dari satu juta diraham. Seorang pemilik penggilingan di Bashrah di Baghdadmampu berderma untuk orang miskin 100 dinar perhari, tingkat aktivitas perdagangan di dukung oleh pengembangan industri kerajinan tangan diberbagai pelook kerajaan. Daerah asia barat menjadi pusat industri karpet, sutra, kapas, dan kain wol, satin dan brokat, sofa lengkapan dapur dan rumah tangga lailainnya.

Di Tustar dan Sousa di Kuzistan (Susiana) terdapat sejumlah pabrik yang terkemnal dengan kain sulamannya (damask)[12] yang dihiasi dengan emas, juga terkenal dengan gordennya yang terbuat dari tenunan sutra (khazz). Produksi mereka yang lainnya adalah kain yang terbuat dari bulu unta dan domba, juga rompi dari tenunan sutera yang terkenal luas. Syiraz menghasilkan rompi dari wol, kain transparan dan brokat. Dikenal dengan nama “taffeta”. Perempuan Eropa membeli kain sutra Persia, di toko-toko Eropa. Khurasan dan Armenia terkenal dagangannya yang berupa tilam meja, hiasan dinding, serta kain pembungkus sofa dan bantal.

Industri lain yang sangat penting pembuatan kertas tulis, yang di perkenalkan pada abad ke 8 dari cina ke Samarkhan [13] kertas samarkand, yang diduduki islam pada tahun 704, di pandang tidak ada tandingannya pada saat itu. Sebelum akhir abad ke 8 Baghdad memiliki pabrik kertas pertama. Secara bertahap kota-kota lain juga mendirikan pabrik.

Seni mengolah perhiasan juaga mengalami perkembangan pada masa Dinasti Abbasiyah, mutira, safir, rubi, emerald, dan permata sangat disukai para bangasawan; sedangakan batu zamrud yang berwarna biru kehijauan, batu carnelius, coklat, atau hitam disukai oleh kalangan bawah. Salah satu batu berharga paling terkenal di dalam sejarah Arab adalah rubi besar, yang pernah dimiliki oleh raja Persia, yang diatasnya di ukir nama Harun, ketika ia memperoleh 40 ribu dinar, rubi itu begitu besar dan berkilau hingga “jika pada malam hari kita meletakan di kamar yang gelap, ia akan bersinar seperti lampu. Suadara perempuan Harun seperti yang kita ketahui mengenakannya uantuk menghias kepalanya, sedangkan istrinya menggunakannya untuk menghias sepatunya.



2.5 Bidang Pertanian

Bidang pertnian maju pesat pada masaa awal dinasti Abbasiyah karena pemerintahannya sendiri terletak diderah yang sangat subur, ditepian sungai yang biasa di kenal Sawad; karena mereka menyadari pertanian merupakan sumber utama pemasukan Negara; dan pengelohan tanah hampir sepenuhnya di kerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru ini. lahan-lahan pertanian yang terlantar, di desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan di perbaiki dan dibangun kembaii secara bertahap. daerah rendah didaerah tigris-efrat, yang merupakan daerah terkaya setelah mesir, dan dipandang sebagai surga aden, mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat. Mereka membuka kembali saluran irigasi yang lama dari sungai effrat, dan membuat saluaran irigasi baru sehingga membentuk “jaringan yang sempurna”. Kanal besar pertama, yang disebut Nahr I’sa setelah digali kembali oleh keluarga al-Mansur, menghubungkan aliran sungai effrat di Anbar sebelah barat laut dengan sungai tigris di Baghdad.

Tanaman asli Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas dan rami. Daerah yang sangat subur berada di daratan tepian sungai ke selatan, Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran, yang tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang , jeruk, terung, tebu, dan beragam bunga seperti, bunga mawar dan violet tumbuh subur.

Daerah Khurasan merupakan daerah pertanian yang paling makmur sehingga menjadi pendapatan pajak kerajaan terbesar. Kota bundar Bukhara, merupakan daerah perkebunan yang subur, disini antara Samarkan dan Bhukara, terbentang lembah Sogdiana, salah satu dari “empat sorga dunia”, yaitu Shi’b Bawwan (celah bavvan di Faris), kebun Ubalah Canal, yang membentang dari Bashrah ketenggara. Ditaman-taman ini tumbuh subur beberapa jenis buah, sayuran dan bunga, seperi kurma, apel apricot, persik, prem, lemon, jeruk, anggur, zaitun, almond, delima, terung, lobak, mentimun, mawar, kemangi, segka, di datangkan dari Kwarizm ke istana al-Ma’mun dan al-Wastiq dalam peti yang diisi es, harga satu buah semanga diBaghdad mencapai 700 dirham. Pada keyataannya , pohon dan sayuran yang kini tumbuh sudah dikenal pada masa itu, kecuali magga, kentang, tomat, dan tanaman sejenis baru diperkenalkan dari dunia baru. Dan Negara koloni eropa di seberang benua.

Minat terhadap peranian tampak dari kebanyakan buku mengulas tentang tumbuh-tumbuhan, termasuk terjemaahan dari bahasa Yunani, yang terdapat dalam fihrist, jaga ada buku tentang pembutan farfum dari bunga, dan buku yang di klaim sebagai karya ibnu Wahsyiyah yang berjudul al-Filahah al-Nabatiyah



2.6 Bidang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang bekembang di dunia islam tidak terlepas dari pengaruh dunia asing, diriwayatkan sebagia\n pengaruhnya berasal dari Indo-Persia dan Suriah dan yang paling penting adalah pengaruh Yunani. Gerakan intelektual itu ditandai dengan penerjemaahan bahasa-bahaa Persia sang sekerta, suriah, Yunani, ke bahasa arab. Dimulai dengan karya mereka sendiri tentang ilmu pengetahuan, filsafat, atau karya sastra yang tidak terlalu banyak, orang Arab islam, memiliki keingintahuan yang tinggi dan minat belajar yang besar. Disyuriah, mereka menyerap perdaban Armaik yang telah ada sebelumnya, yang dipengaruhi oleh Yunani, dan Irak mereka juga mngadopsi pererdaban serupa yang telah di pengaruhi oleh Persia. Tiga perempat abad setelah berdirinya Baghdad, dunia literarur arab telah memiliki karya filsafat utama Aristoteles, karya para komentator Platonis, dan tulisan-tulisan kedokteran Galen, , juga karya-karya ilmiah Persia dan India.

Bagi dunia islam India telah memberikan infirasi dibidang mistisme dan matematika. Sekitar 154H.771M, seorang pengembara India memperkenalkan naskah astronomi kedunia Baghdad yang berjudul Sinddhanta (bahasa Arab sindhin), yang atas perintah al-Mansur yang kemudian diter jemahkan oleh Muhammad Ibn Ibarahim al-Fazari, yang kemudian menjadi astronom islam pertama. Pengembara India itu juga membawa naskah tentang matematika, yang darinya bilangan-bailangan dari Eropa disebut bilangan dari Arab, dan yang oleh orang Arab di sebut bilangan India (Hindi), masuk kedunia Arab[14]. Pada abad ke 9, orang India juga memberi sumbangan penting terhadap pengetahuan Arab yaitu system desimal dalam matematikaa

Persia juga memberikan sumbangan dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dunia islam, disamping kesenian, sastra Persia lebih menonjol pengaruhnya dibanding karya filasafat. Versi bahasa Arabnya menjadi landasan penerjamaahan 40 bahasa, termasuk bahasa Eropa , Ibrani, Turki, Etiopa, dan Melayu. Buku tersebut dimaksudkan bagi para pangeran mengenai hukum-hukum pemerintahan, yang disampaikan melalui kisah-kisah hewan, di terjmahkan kedalam bahasa arab oleh al-Muqtaffa[15]

Pemikiran Yunani banyak mempengaruhi para pemikir dunia islam sehingga puncaknya pada masa khalifah al-Ma’mun yang berfikir rasionalistik, yang menyatakan teks-teks al-qur’an harus bersesuaian dengan nalar manusia, Fihrist mengungkapkan bahwa Aristoteles muncul pada mimpi khalifah dan menyakinkanya wahyu harus sejalan dengan akal. sejalan dengan kebijakan yang ia ambil, pada 830 di Baghdad al-Ma’mun membangun al-Hikamh[16] (rumah kebijaksanaan), sebuah perpustakaan, akademi, sekaligus biro penerjemaahan, yang bergai hal merupakan lembaga pendidikan paling penting setelah berdirinya museum iskandariyah pada paruh pertama abad ke 3 S.M.. Dimulai pada masa al-Ma’mun , dan berlanjut pada masa penerusnya, aktivitas intelektual berpusat di akademi yang baru didirikan itu. Era penerjemahaan dinasti Abbasiyah berlangsung selama seabad yang dimulai pada 750 M. karena kebayakan penerjemaahan adalah orang yang berbahasa Aramaik, maka bahasa Yunani pertama diterjamaahkan kedalam bahasa Aramaik (Syuriah) sebelum akhirnya diterjamahkan kedalam bahasa Arab.

Salah satu penerjemah pertama dari bahasa Yunani adalah Abu Yahya ibn al-Bathiq, yang terkenal karena menrjemahkan karya-karya Galen dan Hipocrates (w. 436 S.M.) untuk al-Manshur, dan karya Ptolemius, Quadripartitun, untuk khalifah lainnya. Elemen karya Eauclid dan Almagest, dalam bahasa Arab disebut al-Majisthi atau al-Mijisthi (yang berasal dari bahasa Yunani, Megistc, yang berarti “terbesar”), sebuah karya besar Ptolemius tentang astronomi dan terjadi perivisian semua karya yang telah diterjemaahkan pada masa al-Rasyid dan al-Ma’mun, terutama manuskrip tentang kedokteran, yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan Amorium.

2.6.1 Ilmuan –Ilmuan Islam

Zakaria al-Arazi (865-925), Al-Razi terkenal dengan Razhes (bahasa latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis, dan penerus ibn Hayyan dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih dibanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnya dan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenakannya terhadap bahan-bahan yang ditelitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratorium kimia pertama.

Al-Farabi (870-950); al-Farabi dikenal dibarat dengan nama Alpharabius adalah filosof yang ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, al-Farabi menulis kitab al-Musiqa, kitab yang ditulisnya begitu banyak dan sebagian masih dapat dibaca hingga sekarang ini. Diantaranya adalah; al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sadat, Ihsa al-Ulum, al-Jam’bayn Ra’y al-Hakimayn, dan masih anyak lagi.

Al-Biruni (973-1048); dia tinggal di istana Mahmud di Ghani (Afghanistan). Dia dijuluki gelar ahli antropologi pertama oleh Akbar S, Ahmed, argumentasinnya adalah karena al-Biruni merupakan observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya. Disamping sebagai Antropolog, al-Biruni juga ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Biruni menulis buku kitab al-Hind atau Tahqiq (investigasi atas india). Tahqiqi ma al-Hind adalah judul buku yang asli ditulis oleh al-Biruni kitab ini yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan antara tahun 1017-1031 di India. Kitab ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa jerman oleh E. Sachau pada tahun 1887; setelah itu diterjamaahkan lagi kedalam bahasa Inggris dengan judul al-Bruni’s India. Salah satu isi buku tersebut adalah membicarakan kasta dan kelas social dibawahnya.

Achnmad Biquni menginformasikan bahwa al-Biruni merupakan ulama yang pertama yang mempersoalkan perputaran bumi mengelilingi sumbunya, dan menyebabkan universalitas hokum alam dengan mengatakan bahwa gravitasi di bumi sama dengan graviatsi dilangit. selain itu, ia pun menulis kitab al-Sidina yang berisi sejumlah informasi pengobatan pada waktu itu.

Ibn Sina (980-1037); nama latin Ibnu Sina adalah Avecenna, beliau dalah ahli kedokteran dan Filsafat. Karya besar dalam bidang kedokteran adalah al-Qonun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di unversitas Eropa. Selain itu, beliau juga memiliki karya ilmiah pada bidang logika,matematika, astronomi, fisika, mineralologi, ekonmi, dan olitik.

Umar Khayam (1038-1148); Umar Khayan adalah seorang ahli astronomi, kedokteran, fisika dan sebagian besar karyanya dalam bidang matematika. Akan tetapi, beliau lebih dikenal sebagai penyair dan sufi. beliau adalah penemu koefisien-koifisien binomial dan memcahkan persamaan persaman kubus

Al-Frdausi ,beliau temasuk orang yang di terkenal dikalangan pujangga Ghazna[17], karya terbesarnya adalah Shahnama,menurut Chahar Maqala. kitab syair terdiri dari 60.000 bait. Ibn Masykawaih, pakar sejarah dan kemudian jadi filosuf dengan karyanya yan gsangat terkenal Hayy Ibn Yaqzhan. Istahkridia adalah ahli ilmu-ilmu bumi . Al-khawarizmi biliau adalah ahli bidang al-zabar. Ibn Haitami beliau adalah pemilik teori cahaya yang lebih sempurna disbanding dengan toeri cahaya sebelumnya yang dibangun oleh Euclid dan ptolemius. Dan masih banyak lagi ilmuan yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah.



2.7. Fase Kemunduran Dinasti Abbasiyah

factor-ktor yang mrmbuat Dinasty Abbasiyah lemah dapat dikelompokan menjadi factor ektern dan factor intern adalah (a) adanya persaingan tidak sehat anatara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turky,(b) adanya konflik aliran pemikiran dalam islam yang sering memnyebabkan timbulnya konflik berdarah, (c) munculnya dinasti–dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekusaaan pusat Baghdad dan (d) kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik. Adapun factor ektern antara lain, adalah (a) perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang, dan (b) hadirnya tentara mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Yang terakhir inilah yang secara langsungmenyebabkan hancurnya Dinasty Abbasiyah dan mengusai kota Baghdad[18].

Kemunduran Dinasty Abbasiyah terlihat begitu tajam ketika terjadi banyak provinsi yang memerdekakan diri dengan membuat kekhlaifahan baru[19]. Perkemabangan-perkembangan politik abad ke 5 dapat dilihat seperti perpecahan dalam ke khalifahan. dimana perlawanan syi’ah tidak lagi mnguntungkan sebuah provinsi yang jauh dari ke khalifahan (banyak gubernur yang jadi otonom) di akibatkan dari khalifah pusat yang terkuasai aleh pengaruh lain yaitu militer atau oleh wazirnya.[20]

Pada saat itu sebenarnya tidak ada pemulihan apaupn bagi Negara. Bukan hanya tentara secara social tidak berakar, demikian juga keungan Negara pada umunya dikelola oleh pengusaha-pengusaha (orang-orang Syi’ah) yang tertarik untuk memperoleh keuntungan peribadi, ketimbang oleh aristoklasi yang independent atau oleh birokarasi yang berakar yang mandiri, yang punya kepentingan terhadap stabilitas pemerintahan. apa yang tersisa dari kelas birokraratik Sansani lama barang kali lebih terpaku pada gubernur-gubernur lokal. Istana al-Muqtadir mewah tidak karuan dengan kondisi seperti ini yang terjadi adalah mis-managemant keuangan, yang beraksih dengan masalah-masalah suplai fiskal yang kronis dan ketika pembayaran bala tenatara yang telat mengakibatkan kedsiplinan tentara menurun drastis . menjelang akhir kepemimipinan al-muqtadir, negara menjadi bangkrut. Secara beramaan, otoritas Baghdad bahkan provinsi-provinsi yang lebih dekat dengan cepat menjadi kecil, empat khaliafah yang berkuasa dengan singkat antara tahun 932-945, masing-masing mereka berada dalam kekuasaan faksi-faksi militer yang telah mengangkat mereka ke dalam kekuasaaan. Jenderal kemudian diberi gelar, amir al-umara, panglima tinggi dan dikaruniai ini kekuasaan untuk menurunkan (penguasa) di dalam negara, sang khalifah, melepaskan semua peran administrasi langsungnya, dan hanya mempertahankan fungsi-fungsi seremonial belaka. Tetapi pemerintah di Baghdad, sekalipun dirampas oleh tentara, segera memerintah lebih dari irak itu sendiri. Teritori yang cukup besar yan telah diwariskan oleh al-Muqtadir telah terbagi diantara kekuatan-kekuatan militer yang kurang bertangungg jawab ketimbang mereka yang sekarang memegang propinsi-propinsi yang lebih jauh kesebelah barat atau ketimur. Disini kekuatan-keuatan syiah berjaya, seklipun kurang spektakuler dan juga kurang ambisius ketimbang kaum Ismailiyah, tetapi juga dalam berapa waktu lebih menonjol dalam peristiwa-peristiwa kekaisaran.

Telah sejak (menjelang) tahun 897, syiah Zaidiyah telah mendirikan kekkuasaan mereka di Yaman. Tetapi ini merupakan sebuah kasus yang terlepas, seperti pendirian Ismailiyah di Magrib. Lebih dekat ke pusat, pada tahun 905 Bani Hamdani, pemimpin-pimpinan blok suku baduwi, telah mengangkat diri mereka sendiri sebagai gubernur-gubernur mosul di Zajirah sendiri sebelum akhir pemerintahan al-Muqtaqdir, mereka menjadi betul-betul otonom . mereka adalah syiah , seperi banyak baduwi utara pada masa itu, nampaknya sandaran-sandaran Nusyayiri. Teapi kekuatan utama mereka adalah posisi mereka yang terhormat sebagai kepala-kepala dikalangan kaum pengembala, yang dapat mereka senangkan dengan kebebasan dari hukuman. ditahun 994, satu cabang dari keluarga tersebut didirikan di Aleppo. Disana mereka dapat mengemban beban utama dari pertahanan kaum muslimin terhadap kedatangan mlitier Byzantium yang di perbaharui. Orang-orang Bizantium, memperoleh kembali Sisilia dan banyak teritori lain, disebelah timur dari dataran tinggi Anotolia, dan yang maju sampai Syiria ghazi-ghazi yang dengan sukarela mengabdikan diri untuk perang suci datang dari jauh untuk mencegah melapetaka. Sayfaf al-Dawah , yang paling terkenal dari kaum hamadni, menararik para penyair dan sarjana ke Aleppo; ia melindungi al-mutanabi’ dan al-Farabi. Ia kurang berhasil dalam perang melawan Bizantium, dimana dia mendapat sedikit bantuan formal dari tempat lain, dan ia tidak menyelamatkan Antioch; namun para penyair memuji keberaniannya, dan untuk tepatnya dalam nyayian mereka, ia meneriama sama banyaknya pujian dan nama baik seolah-olah ia betul-betul telah mengembalikan sang musuh.

Menjelang tahun 928, di negeri-neri sebelah tenggara laut Kaspia, kaum Ziyariyah, pemimpin-pemimpi militer, telah memrdekakan diri dan telah merayap kegubernuran-gubernuran Irak A’jami juga. Di antra tentara-tentara mereka dari Daylam, sebuah teritori sub Kaspia yang kecil tapi terjal, tiga orang bersaudara dari keluaga buyid (dalam bahasa arab buawiyah), naik kekaptenan yang tinggi dan segera memerdekakan diri mereka, dengan bantuan bala tentara dari Daylami, sekaligus dari kaum Ziariyah dan juga dari para khalifah. menjelang tuhan 934, mereka mengusai bagian yang lebih besar dari iran barat, meskipun, sebagaian bani Hamdani, dalam memerintahnya tidak bisa mengabaikan kesenangan dari orang-orang mereka _prajurit-prajurit propesional, baik dari kaum Daylami maupun kemudian orang Turki juga. Kaum Bayid juga adalah syia’h, sebagaimana kebanyakan orang-orang Daylami _mereka adalah memluk syi’ah kebanyakan melalui pemberontakan-pemberontakan syi’ah yang menggunakan gunung-gunug mereka sebagai basis. Kaum Buyid cenderung ke syi’ah s, tetapi tida secara eklusif mereka memberi status resmi dalam teritori mereka kepada hari Raya syi’ah.

Karena tidak muncul, sebagaimana orang Thahiri dan Thuluni misalnya, sebagai gubernur-gubernur yang secara biasa diangkat sebagai pimpinan militer yang mengisi kekuasaan militer, mereka tidak memiliki jalinan khusus dengan pemerintahan sang khalifah dengan figur-figur utama lainya; mereka semata-mata mengosongkan secara efektif kekuasan dan otoritas mereka di negeri-negeri mana saja yang dapat mereka rampas. Meskipun begitu, mereka mencoba melaksanakan administrasi kekhalifahan meskipun dalam bentuk yang lebih disederhanakan.

Mesir, yang diambil kembali dari bani Thulun pada tahun 906, dikuasai untuk kekuasan pusat melalui pemerintah al-Muqtadir, tetapi pada tahun 937 gubernur kekhalifahan _seorang kapten yang telah mewarisi dari sebuah Negara diseberang Okus gelar “Ikhsyid”_ terbukti cukup kuat sehingga dia tidak dapat digantikan. Ia terus berkuasa secara independent, dengan menguasai banyak juga dari Syiria (dan pertama-tama yang mencegah orang-orang Bizantium dengan lebih berhasil yang ketimbang dilakukan oleh Syaf al-Dawlah ). Keturunan-keturunannya berkuasa secara fiktif dibawah perlindungan dari yang kuasa dari kafur, selain kasim budak _negro; hanya setelah kematianya Bani Fatimiayah dari Mahdiyah mengejawantahkan tujuannya yang lama dinanti-nanti menduduki mesir.

Para pendukung kerajaan Dinasti Abbasiyah (absolute universal ) telah gagal membangun sebuah struktur kekkuasaan lestari, setelah membiarkan prestise kekhalifahan yang besar terdesak sedikit demi sedikit dari satu generasi kegenerasi lainnya. Demikian juga lama syari’ah tidak mampu memberikan tatanan politik yang stabil, baik melalui kerjasama dengan Negara di bawah kekuasan al-Ma’mun dan al-Mu’tashim maupun dalam kemandiriannya yang cukup besar darinya yang mereka nikmati pada masa berikutnya. Tetapi bukannya hanya prestise kekahlifahan yang memudar, tetapi juga prestise tradisi monarkis yang telah dimulai jauh sebelum islam. keselurauhan absolutisme (Bani Abbasiyah) Irano_semetiklah yang harus dipertayakan; ia tidak didukung secara efektif dan tidak juga digantikan dengan yang baru.

Pada tahun 945 salah seorang kapten Bayid yang saudara-saudaranya telah menguasai dataran tinggi Iran atas Irak, menduduki Baghdad. Walaupun ia Syi’ah, kepala Bayid Baghdad (Muiz al-Dawlah) mengambil gelar amir al-umara, komandan tertinggi, dan mengakui posisi teoritis dari kekhalifahan Abbasiyah yang mempertahankan sebuah istana lokal dengan otoritas lokal yang cukup besar. Dalam kenyataanya, Irak sekarang ini hanya merupakan sebuah propinsi dibawah kekuasaan Buyid. Negara kekhalifahan telah berganti sebagai kekhaisaran idependen yang actual.[21]

Pada khalifah al-Mu’tashim beliau kurang peduli terhadap propinsi-propinsi yang yang jauh dari kerajaan malah khalifah al-Mu’tashim lebih memikirkan dirinya sendiri dan kerluarganya sampai beliau mengatakan “jika pasukan mongol menyerang kekuasaanku maka akan kasihkan daerah mana saja yang tentara mongol suka, bagiku Baghdad dan kedudukanku cukup untuk keluarga ku dan diriku”, dari perkataan ini menurut para penyair menunjukan khalifah Abbasiyah ini sudah tidak lagi penduli terhadap Negara dan sudah mementingkan kepentingan peribadi. Demi daerah barat banyak Negara non muslim di Eropa yang sudah jatuh terhadap kekusaaan orang-orang mongol setelah menguasai Eropa Hulagu Khan dengan pasukannya maju kewilayah Azarbaijan dan Armenia dan memutar haluannya keselatan memasuki wilayah l-Jazirah dan langsung menuju ke Baghdad

Dengan kedaan yang sudah semakin lemah pasukan mongol datang Hulagu Khan datang pada bulan safar 656 H dan segera mengepung Baghdad. Panglima Rukkunudin dengan persetujuan khalifah keluar dengan pasukannya untuk menghalau pasukan mongol yang melakukan pengepungan terhadap kota Baghdad. Pasukannya kalah, dia pun tewas sisa pasukannya menyelamatkan diri di blik tembok ibu kota Baghdad dan sebagiannya menyelamatkan diri ke Syiria. Setelah kekalahan yang memalukan, wazir Ibn Aqlami menemui Hulagu Khan , atas persetujuan khalifah dan berlangsung perundingan, dia dan pasukannya pulang ke Baghdad dan melalui suatu kicohan, ia pun mengatakan kepada khalifah “Hulagu Khan bertetap mengakui ke Khalifah. Khalifah al-Mu’tashim dengan seluruh pembesar pemerintahan dan para hakim (al-Quddhat) dan para ulama, berjumlah lebih dari 3000 orang, berangkat keluar ibu kota bagi menjumpai Hulagu Khan. semuanya pada mulanya disambut dengan seyum. tetapi kemudian terjadi pembantain besar-besaran, termasuk kalifah al-Munthansir, keluaga dan putra putrinya, terhadap Ibn Aqlami sendiri maka “fa Inna Hulaku qatala-hu syarra qatlatin ba’da wa-babhakhahu ‘ala khiyanati wali al khalifati”, bermakna Hulagu Khan mebunuhnya dengan lebih bengis lagi, setelah lebih dahulu menistanya, atas perbuatanya penghianatannya pihak yang telah melimpahkan kepadanya yaitu khalif sendiri”.

Hulagu Khan dengan pasukannya menyerbu kedalam kota empat puluh hari lamanya rebut rampas, pembakaran, pengahancuran, pembunuhan masal terhadap peduduk; lelaki, wanita, kanak-kanak, bayi-bayi di dalam gendongan, wanita hamil di tusuki perutnya. Rumah-rumah ibadah dan perpustakaan di obrak-abrik.dalam bukunya Karen dia mngatkan sampai manyat mngisi jalan-jalan[22] sehingga sungai tigris merah oleh darah dan penuh dengan lembaran-lembaran perkamen tragedy dasyat itu mengakhiri dinasti Abbbasiyah (750-1258) yang berkedudukan di Baghdad setelah berkuasa lebih dari 542 tahun lamanya.[23]









BAB III KESIMPULAN

DINASTI ABBASIYAH

750-1258



1. Dinasti Abbasiyah adalah peletak peradaban dunia pertama yang berkembang hingga sekarang terbukti dari banyak buku (literature ) yang diajdikan rujukan oleh sarjana muslim maupun non muslim
2. Kemegahan Dinasti Abbasiyah yang tidak tertandingi oleh peradaban manapun pada waktu itu menunjukan bahwa islam dengan ajarannya yang bersumberkan al-qur’an mampu menajadi solusi bagi permasalahan kehidupan
3. Percampuran pemikiran dari berbagai budaya dan Negara asing menunjukan islam memiliki sikap terbuka
4. Khalifah pusat dan lokal membangun kota secara fisik dan mental masyarakat dengan ilmu pengetahuan, meskipun status mereka penjajah
5. Dinasti Abbasiyah menitik beratkan pada perkembangan peredaban dibanding perluasasan wilayahnya





























DAFTAR PUSTAKA



Badari Yatim, 2002. Sejarah Peradaban Dirasah Islamiayah. Raja Grafindo. Jakarta.

Dewan redaksi ensiclopedy islam, 1997. Ensiclopedy Islam. Ichtiar Baru. Jakarta.

Huston Smith, 1999 .Cyril glasse ensklopedi Islam. Raja Grafindo. Jakarta

Jaih Mubarok, 2004. Sejartah Perdaban Islam. Pustaka Bani Qurais. Bandung

Joesoep Souy’B,1978. sejarah daulah abbasiyah. Bulan Bintang . Malysia

Karen Amstrong, 2002 . Islam A short History. Phonik Press. India

Marshall G.S. Hodson, 1984. The Venture Of Islam conscience And Hystory In a World Civilization; The Expansion Of Islam In The Middle Periodes The University Of Cichago Press. London

Marsall G..S.Hodgson, 1974. The Venture Of Islam conscience And Hystory In a World Civilization; The Classic Civilization Of The High Calipath. Universitas Cichago Press.. diterj oleh Dr. Mullyadhi cet I.maret 2002. Theventure Of Islam Iaman Dan Sejarah Peradaban Dunia Khalifah Yang Agung. Paramadina. Jakarta.

Philip K Hitt, 2002. History of Arabs . New York

PM.M. Holt.. ANN. K.S. Lambton, 2000. The Cambridge History Of Islam; The Central Islamic Land From Pre-Islamic Times To The First World War. Cambridge University Press

Rafi Ahmad Fidai, .2001 .Consience History Of Muslim Word. Nusrat Ali Nasri For Kitab Bhavan. New Delhi. India



[1] Philip K Hitti History of Arabs. Hal 414

[2] Abu Abbas meninggal pada 13 djulhijah, dia meninggal di usia 63 dan menurut sumber lain di usia 66 tahun. Kekuasaan saffah adalah 4 tahun 8 bulan. karakternya meskipun terkenal dengan pnumpah darah tapi dia orang yang baik hati. lihat Rafi Ahmad Fidai.2001.consience history of muslim word. Vol.III. New Delhi 1974

[3] Ibid .hal 385

[4] Huston Smith .Cyril glasse ensklopedi Islam, hal. 3

[5] lihat, Jaih mubarok , Sejartah Perdaban Islam (Bandung: pustaka bani qurais) hal. 75

[6] Lihat Badari yatim , sejarah peradaban dirasah islamiayah II, hal. 49-50.

[7] Huston Smith .Cyril glasse ensklopedi islam, hal.3

[8] Diwan al barid, biro pos. bahasa arab, barid kemungkinan kosa kata semit, tidak ada kaitannya dengan kasa kata laitin .veredus, bahasa Persia, birdan, kuda yang cepat, bahasa arab, birdzawn, kuda pengangkut. Bandingkan dengan Ester 8:10 Ishfahni, tarikh, hlm.39. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal 402

.

[9] kosa kata Arab ini menjadi kosa kata bahasa sepayol, yang bisa ditemukan pada sebuah kamus yang disusun pada akhir abad ke 10, dan masuk kedalam bahasa-bahasa Romawi dan dari sana masuk ke Inggris dan rumpun bahasa Jerman lainnya seperti bahasa Slovanic. Dalam kosa kata inggris, kosa kata itu meninggalkan jejak yang menarik dalam bentuk kata “gibber”, yang berarti “tiang gantungan”. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal 417

[10] Model baju ini masih diikuti oleh genrasi tua di Libanon dan Suriyah. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal. 417

[11] Sebuah kota diPersia di Teluk Persia. Penduduk siraf dan Oman dikenal sebagai pasukan mariner. Dinasti Abbasiyah pada masa paling awal. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal 428

[12] jenis kain ini awalnya dibuat di Damaskus, sehingga terkenal dengan sebutan Damask. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal 432

[13] lihat Fredrich Hirt, CHineise studies (Munichdan Leopzig, 1890), jilid I. hlm. 259-271. lihat hal .530 uang kertas , yang juga bersal dari china , di cetak (1294 ) dalam bahasa Arab Tibriz, salah satu tempat tertua didunia islam yang terkenal dengan cetakan batu bertulis. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs.(New York. 2002) Hal 433



[14] Bahasa Persia, Nawbahkt berarti nasib baik. Kebanyakan anggota keluarga ini terkenal dengan penguasaan ilmu pengetahuan. Al-Thabari , jilid, hal. 317-318 (yang muncul dengan nama Nibahkt atau Naybahkt). 1364. Dikutip dari Philip K. Hitti . History of Arabs. Hal 383

[15]al-Muktaffa menerjemahkan karya Aristoteles, penerjemahaan karya Aristoteles dalam tiga bagian yang pertama categories, hermenetika dan priot analisis. Bandingkan dengan Jhon L. Esposito, the oxford histori of islam, (oxford university press. New york. 1999), hlm. 271

[16] Jhon L. Esposito, the oxford histori of islam, (oxford university press. New york. 1999), hlm. 272



[17] Lihat Rafi Ahmad Fidai.2001.consience history of muslim word. Vol.III. New Delhi 1974 . ha1.74

[18] Dewan redaksi ensiclopedy islam, Ensiclopedy Islam.cet.4. vahove. 1997.

[19] lihat PM.M. Holt.. ANN. K.S. Lambton.. the Cambridge history of islam . vol I A , the central islamic land from pre-islamic times to the first world war. (Cambridge University Press.2000) hal.123

[20] Lihat Marshall G.S. Hodson , The Venture Of Islam conscience And Hystory In a World Civilization . vol. III. (The Expansion Of Islam In The Middle Periodes. The university of cichago press. London 1984). hal 85



[21] Lihat terjmaahan Marsall G..S.Hodgson The Venture Of Islam conscience And Hystory In a World Civilization . vol. II. The Classic Civilization Of The High Calipath..(universitas cichago press. 1974) diterjamaahkan oleh Dr. Mullyadhi cet I.maret 2002. (Theventure Of Islam Iaman Dan Sejarah Peradaban Dunia Khalifah Yang Agung.Paramadina.2002 )

[22] Lihat, Karen Amstrong. Islam A short History.Edisi ke III Maret. 2002 (Phonik Press. India)

[23] Joesoep Souy’B, sejarah daulah abbasiyah, cet I (Bulan Bintang , Malysia 1978) hal 307-30

Baca Selengkapnya.....

About Me

Foto saya
saya hanya orang yang ingin menjadi orang yang sukses !!! Santay dg kehidupan hadapi apa adanxa syukuri apa yg ada hidup adalah anugrah

salam jumpa

assalamualaikum.wr.wb
selamat datang di blog kami smoga bermanfaat amiiin?
wassalamualaikum.wr.wb

new album

new album
senyum manyun

blognya mas bolet ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO