Islamic Calendar

sss

Free Shoutbox Technology Pioneer

iklan

XtraUang dotcom Cara Termudah Mendapatkan Uang Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000!

Senin, 08 November 2010

akad jual beli

PENDAHULUAN


Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.














PEMBAHASAN

Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah kegiatan saling menukar, terdiri dari 2 kata, yaitu jual ( al-bai') dan beli (al-syirâ`), merupakan 2 kata yang biasanya digunakan dalam pengertian yang sama. Secara etimologi, al-bai' (jual beli) merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ'a, maksudnya: penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai' dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak belakang.
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul. Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Apabila akad pertukaran (ikatan dan persetujuan) dalam jual-beli telah berlangsung, dengan terpenuhinya rukun dan syarat, maka konsekuensinya penjual akan memindahkan barang kepada pembeli. Demikian pula sebaliknya, pembeli memberikan miliknya kepada penjual, sesuai dengan harga yang disepakati, sehingga masing-masing dapat memanfaatkan barang miliknya menurut aturan dalam Islam.
Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai medium pertukaran.






Hukum Jual Beli
Jual beli hukum asalnya adalah jâiz atau mubah (boleh) berdasarkan dalil dari Al-Quran, Hadits dan Ijma' para ulama.
1. Al-Quran surat An-Nisa'; 29
              
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." QS An-Nisa'; 29.
2. Al-Quran surat Al-Baqarah; 275
                      •                       •     
"Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." QS Al-Baqarah; 275.

3. Dalil dari Hadits
عن رفاعة بن رافع قال : سئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الكسب أطيب ؟ فقال : عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور. ( رواه البزار وصححه الحاكم)
"Dari Rafa'ah bin Rafi' r.a bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, pekerjaan apakah yang paling mulia? Lalu Rasulullah SAW menjawab:"Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur". (HR. Albazzar, disahihkan oleh Al-Hakim)

Menurut Imam al-Syathibi, pakar fiqh mazhab Maliki, hukum jual beli bisa berubah menjadi wajib pada situasi tertentu, misalnya ketika terjadi praktik ihtikar (monopoli atau penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik). Dan Pemerintah boleh turun tangan mewajibkan pedagang menjual barangnya sesuai ketentuan dari Pemerintah.
Hukum jual beli juga bisa menjadi haram, misalnya ketika berkumandang adzan jum'at, meskipun akadnya tetap sah.



Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut Jumhur Ulama, rukun jual beli ada 4, yaitu;
1.Adanya orang-orang yang berakad; penjual dan pembeli (al-muta'aqidain)
2. Shighat (ijab dan qabul)
3. Barang yang dibeli (mabi')
4. Nilai tukar pengganti (tsaman)
Menurut Mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya satu yaitu adanya kerelaan kedua belah pihak ('an taradlin minkum). Indikatornya tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga. Sedangkan syarat jual beli menurut mazhab Hanafi adalah orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang.

Syarat Orang Yang Berakad
Syaratnya adalah berakal, cakap hukum (memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli), dan sukarela / ridha (tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan)
Syarat Ijab Qobul
Syaratnya adalah harus menggunakan bahasa yang jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad, antara ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
Syarat Barang Yang Dijual
Syaratnya adalah barang itu ada, dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, merupakan hak milik penuh pihak yang berakad, dapat diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati ketika transaksi berlangsung, tidak termasuk yang diharamkan atau dilarang.
Syarat nilai tukar atau harga
Syaratnya adalah nilai tukar atau harga barang itu harus diketahui secara pasti.



Klasifikasi Jual Beli
Ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga klasifikasi pembagian:
1. Jual Beli yang Sahih
Yakni Jual beli yang sesuai dengan yang disyari'atkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli ini bersifat mengikat kedua belah pihak.
2. Jual Beli yang Batal
Yakni apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari'atkan. Diantara bentuknya:
a. Jual beli sesuatu yang tidak ada (bai' al-ma'dum),
b. Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar).
c. Jual beli benda-benda najis dan tidak mengandung makna harta, seperti bangkai.
d. Al-'arbun, yaitu jual beli yang dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah. Tapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan pada penjual menjadi hibah bagi penjual.
3. Jual beli yang Fasid
Ulama membedakan jual beli fasid dengan batal. Jika kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang diperjualbelikan maka hukumnya batal (seperti bai' al-ma'dum dan jual beli benda haram). Tapi apabila kerusakan pada jual beli menyangkut harga/nilai barang dan boleh diperbaiki, maka dinamakan fasid.
Contoh yang fasid adalah bai' al-majhul, seseorang membeli ponsel bermerk, ternyata cuma casingnya saja yang bermerk, mesin dalamnya malah palsu atau tiruan, padahal harganya hampir sama dengan merk asli.



Jual Beli Terlarang
Terdapat beberapa praktek jual beli yang dilarang oleh Syara', di antaranya adalah;
a. Jual beli benda yang haram atau najis.
b. Jual beli benda yang belum jelas (sama-samar), seperti: jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya, jual beli barang yang tidak tampak, seperti menjual ikan di kolam dan menjual anak ternak yang masih dalam kandungan.
c. Jual beli bersyarat.
d. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti menjual narkoba, buku atau vcd porno, lambang-lambang salib dsb.
e. Jual beli yang dilarang karena ada unsure menganiaya, seperti menjual anak binatang yang masih begantung kepada induknya.
f. Muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih berada di sawah.
g. Mulamasah, jual beli secara sentuh menyentuh. Misal, orang yang menyentuh sehelai kain atau barang berarti dianggap dan diharuskan membeli barang tersebut.
h. Munabadzah/ Al-hishshah, jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata: "Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku." Setelah lempar-melempar terjadilah jual beli.
i. Muzabanah, jual beli barter yang diduga keras tidak sebanding, seperti menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dibeli dengan padi basah, sedangkan ukurannya dengan ditimbang, sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
j. Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar.
k. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar dengan tujuan menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membeli murah kemudian menjual di pasar dengan harga murah pula, sehingga merugikan pedagang lain yang belum mengetahui harga pasar. Praktek seperti ini dilarang meskipun akadnya sah.
l. Ihtikar (monopoli), yaitu membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
m. Jual beli barang rampasan atau curian.
n. Bai' 'Inah. Maksud jual beli 'inah yaitu apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah dari harga awal sebelum hutang uangnya lunas.
o. Bai' Najasy. Yaitu menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak ingin membelinya, tujuannya untuk menyusahkan orang lain membelinya.
p. Bai' Gharar. Seorang penjual menipu pembeli dengan cara menjual barang dagangan yang didalamnya terdapat cacat. Penjual itu mengetahui adanya cacat tapi tidak memberitahukannya.


Bentuk Lain Jual Beli
Berikut adalah beberapa bentuk lain dari Jual Beli yang hukumnya diperbolehkan;
a. Jual beli murabahah (jual beli diatas harga pokok), yakni pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonan pembelian terhadap satu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan.
b. As-Salam, yaitu jual beli dengan pembayaran di muka, sedangkan barang diserahkan di kemudian hari.
c. Al-Istishna', yaitu jual beli dengan pesanan, praktek ini merupakan salah satu bentuk jual beli As-Salam namun objek yang diperjanjikan berupa manufacture order atau kontrak produksi. Istishna' didefinisikan dengan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
d. Bai' al-wafa', yakni jual beli yang dilangsungkan dua pihak yang disertai dengan syarat bahwa barang yang dijual itu dapat dibeli kembali oelh penjual apabila tenggang waktu yang ditentukan telah tiba. Artinya jual beli itu mempunyai tenggang waktu yang terbatas misalnya 1 bulan, 1 tahun, sehingga jika waktu yang ditentukan itu telah habis maka penjual membeli barang itu kembali dari pembelinya.






PENUTUP

Kesimpulan

Jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Jual beli hukum asalnya adalah jâiz atau mubah (boleh) berdasarkan dalil dari Al-Quran, Hadits dan Ijma' para ulama. Namun, hukumnya bias berubah menjadi haram atau bahkan wajib melihat kondisi dan situasi yang ada di lapangan.
Praktek jual beli ini mempunyai empat rukun yang harus terpenuhi, yaitu; Pihak yang berakad; penjual dan pembeli (al-muta'aqidain), Shighat (ijab dan qabul), Barang yang dibeli (mabi'), dan Nilai tukar pengganti (tsaman).
Jual beli sendiri mempunyai tiga klasifikasi pembagian, yaitu jual beli Shahih, Bathil, dan Fasid. Praktik jual beli ini tidak selamanya berhukum Mubah atau Boleh, namun ada beberapa praktik jual beli yang dilarang apabila mengandung unsur bahaya seperti yang telah disebutkan di atas pembahasan.
Jual beli yang diperbolehkan juga mempunyai beberapa praktik yang tidak hanya sekedar saling tukar menukar barang di waktu dan tempat tertentu, namun juga mempunyai beberapa bentuk lain, seperti pemesanan barang, pembelian di atas harga pokok, dan pembelian kembali setelah menjual benda apabila telah habis masanya.

Seja o primeiro a comentar

About Me

Foto saya
saya hanya orang yang ingin menjadi orang yang sukses !!! Santay dg kehidupan hadapi apa adanxa syukuri apa yg ada hidup adalah anugrah

salam jumpa

assalamualaikum.wr.wb
selamat datang di blog kami smoga bermanfaat amiiin?
wassalamualaikum.wr.wb

new album

new album
senyum manyun

blognya mas bolet ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO