Islamic Calendar

sss

Free Shoutbox Technology Pioneer

iklan

XtraUang dotcom Cara Termudah Mendapatkan Uang Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000!

Jumat, 01 Januari 2010

Jamaluddin al-Afghani




Berawal dari Jamaluddin al-Afghani, mulailah gerakan pembaharuan Islam abad modern. Sebagai tokoh dengan kepribadian menarik, dia berhasil memberikan pengaruh pada pribadi-pribadi pembaharu abad ini. Di samping mengilhami urgensi pembaharuan dalam agama Islam.

Pada masa itu, memang sosok seperti dialah yang dibutuhkan. Dengan suara yang lantang, dia mengatakan akan “kewajiban” suatu pembaharuan, sebuah jeritan panjang yang membangunkan tidur panjang dan mengembalikan harapan lama yang telah hilang direnggut penjajahan. Penjajahan yang menyebabkan sikap pasrah, putus asa dan rela dengan situasi di sekitar mereka sebagai sebuah takdir yang tidak mungkin untuk dilawan. Maka datanglah Afghani yang memberikan semangat dalam jiwa-jiwa yang pesimis, mengembalikan optimisme dan kepercayaan mereka pada kemampuan diri mereka sendiri.

Gerakan Pembaharuan Islam di Abad Modern

Pada masa itu, bukanlah seorang hakim yang dibutuhkan, karena seorang hakim pada masa itu tidak bisa lepas dari pesanan dan intervensi pemerintah. Dan pada masa itu, bukan pula seorang faqih yang dibutuhkan untuk memperbarui hukum-hukum Islam klasik. Andaipun mereka hidup pada masa itu, maka keberadaan merekapun juga tidak mampu untuk mengubah keadaan yang ada. Sesungguhnya yang dibutuhkan pada masa itu adalah seorang revolusioner islamis seperti yang terdapat dalam jiwa Jamaluddin al-Afghani.

Afghani memang bukan seorang hakim, tapi dia punya syarat dan kapabilitas untuk menjadi seorang hakim dan diapun bukan seorang faqih yang menguasai dunia literatur fiqh, walaupun dia bukan pula orang yang buta dan taklid dalam berfiqih. Tetapi dia adalah seorang revolusioner islamis, seorang penggugah dalam tidur yang berkepanjangan, seorang pengilham bagi jiwa-jiwa pesimisme. Dengan jiwa revolusinya dan kepribadian Islam nya membuat dia mampu untuk menunutun bangsanya untuk bersama-sama menghadapi dua problematika dasar pada masa itu. Pertama, penjajahan dari luar dan kedua, adalah otoritarianisme pemerintahan dari dalam. Dan dengan tegas dia katakan bahwa dua hal ini bisa hilang bukanlah sebuah kemungkinan, namun sebuah keharusan yang bisa tercapai bila kaum dan bangsanya mempercayainya.

Dan dengung pembaharuannya pun bisa mempengaruhi semua kalangan hingga pada kalangan yang berpautan jauh dari zaman nya seperti Ahmad Luthfi Sayyid maupun Qasim Amin. Adapun Mesir sebagai negara satu-satunya yang lama dia berdomisili berhasil melahirkan adanya kebangkitan pemikiran, kebangkitan jurnalistik dan kebangkitan politik di negeri tersebut. Dan dialah orang pertama kali yang mengatakan bahwa “Misr lilmasriyyin” dan perintis pertama “Hizb Wathan” hingga dengan gerakan pembaharuannya berhasil melahirkan tuntutan adanya undang-undang negara dan pembentukan majelis perwakilan. Dan ini semua telah tercapai dengan hasil yang tidak sedikit, bahkan jika saja intervensi Inggris yang dimotori oleh Khadevi tidak turut serta, maka gerakan ini pun bisa mencapai pada kemerdekaan Mesir pada saat itu.

Dan suatu kelebihan dari diri Afghani ialah kemampuanya untuk menghentak kesadaran Bangsa Mesir saat itu untuk secara kesuluruhan sadar kembali dalam menghadapi cengkraman penjajahan Eropa -lebih khusus- Inggris dalam kepemimpinan Ratu Victoria. Adapun perjuangan Afghani dibagi dalam dua tahap, merombak sistem yang ada saat itu dan membangun kembali sistem yang baru. Dalam tahap pertama di lakukan dengan cara melawan penjajahan dari luar dan mengecam diktatorisme pemerintahan dari dalam. Adapun tahap kedua, dia sadar bahwa ini memerlukan waktu yang lama, adapun pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh para pembaharu-pembaharu selanjutnya yang hidup pada masa sesudah meninggalnya Jamaluddin al-Afghani. Sepeninggal Afghani muncul beberapa upaya untuk meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani bagi umat Islam saat itu, namun semua itu mengalami kegagalan dan jauh yang diharapkan.

Muhammad Abduh

Adapun Muhammad Abduh dia adalah seorang murid yang paling terilhami oleh Afghani, dia belajar pada Afghani di Kairo dan menemaninya di Paris dan bersama-sama menerbitkan majalah Urwatul Wutsqa, dan dialah yang dianggap sebagai penerus pemikiran dan perjuangan Afghani, akan tetapi dalam sisi karakter kepribadian terdapat perbedaan yang besar sekali. Afghani merupakan seorang revolusioner dari Iran dan seorang negarawan, adapun Abduh adalah seorang tokoh yang berasal dari petani Mesir dan dia adalah seorang reformis dalam agama dan bukan seorang revolusioner dalam negara, namun semangat revolusi pun terdapat dalam pribadi Abduh namun tetap dalam wilayah ajaran-ajaran agama. Ini semua dikarenakan segala pengalaman Abduh dalam pertempuran bangsa Arab dengan Inggris yang disebabkan oleh ajaran Afghani ketika dia hidup di Mesir saat itu.

Ini semua menjadi faktor-faktor sikap Abduh yang memutuskan untuk menjauhi revolusi dalam bentuk langsung dan lebih memilih untuk mereformasi ajaran-ajaran dasar Islam terlebih dulu daripada melakukan gerakan revolusi terbuka. Terlebih ketika hasil dari revolusi ini hanyalah kegagalan Bangsa Arab lepas dari cengkraman Inggris dalam menjajah Mesir ditambah dengan pembuangan Abduh ke Beirut semakin memantapkan sikapnya untuk menghindari revolusi secara terbuka. Hingga kita kenal sekarang ucapan masyhurnya yang menyatakan bahwa dia berlindung dari politik, dan dari politisi dan segala hal yang berkaitan dengan politik.

Adapun pembaharuan Abduh dalam wacana keagamaan yang meliputi tafsir dan fiqih terdapat keistimewaan khusus yang meliputiya yaitu sisi rasionalitas dalam memandang segala hal. Hingga pemikir Toha Husain pun mengkritik akan porsi rasionalitas yang sangat tinggi dalam pemikiran Abduh. Bisa dikatakan bahwa Abduh adalah seorang faqih rasional, tidak terdapat pada zaman sesudahnya yang menyamainya apalagi melebihinya.

Dan ini bisa kita lacak dalam pemikiranya ynag tertuang dalam bukunya “Islam Din Ilm wa Madani” yang memberikan dasar-dasar umum agama Islam yang terbagi dalam delapan bagian:

Dasar pertama: pandangan rasional dalam mencapai iman. Asas pertama yang diletakkan Islam adalah rasional dalam memandang segala sesuatu, karena hanya dengan pandangan secara rasional itulah wasilah yang bisa menghatarkan pada iman yang benar.

Dasar kedua: mendahulukan akal atas dzahir nash jika terjadi pertentangan. Dan metode dalam membaca nash di bagi dua varian: pertama, menyerahkan keabsahan nash dengan kesadaran akan kelemahan akal untuk memahaminya dan menyerahkan hakikatnya pada Allah. Kedua, mentakwil dzahir nash hingga memiliki makna yang tidak bertentangan dengan akal.

Dasar ketiga: menjauhkan diri dari sikap pentakfiran, adapun ucapan Abduh yang terkenal dalam hal ini ialah bila terucap dari seseorang sebuah kalimat yang memiliki kecenderungan kafir dari seratus sisi dan memiliki kecendrungan pada iman dari satu sisi maka kewajiban kita untuk menilai dia sebagai seorang yang beriman dan bukan seorang kafir.

Dasar keempat: pengakuan atas sunnatullah di alam. Sesungguhnya pada alam dan masyarakat terdapat sunnatullah yang menciptakan adanya undang-undang sebab akibat tentang alam semesta.

Dasar kelima: menghilangkan otoritas keberagamaan, sebagaimana Islam menghilangkan otoritas keagamaan yang hanya dimiliki sesorang. Dan selain Allah dan rasulnya tidak ada yang memiliki otoritas dan hak untuk menilai akan akidah seseorang, apakah dia seorang yang beriman atau kafir. Yang terdapat dalam Islam hanyalah mauidzah hasanah, seruan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dan bukan pengadilan atas akidah seseorang.

Dasar keenam: meneruskan dakwah Islam untuk mencegah fitnah, ada ungkapan bahwa Islam adalah agama jihad, disyari’atkan di dalamnya qitaal (perang) sebagaimana tidak terdapat di agama masihi, sebagaimana ada ungkapan bahwa ruh Islam adalah keras terhadap yang berbeda denganya. Abduh ingin menegaskan bahwa Islam lahir dengan tabiat toleransi. Andaipun di Islam dikenal dengan qitaal (perang) maka ia dimaksud untuk membalas perlawanan yang diperolehnya sebelumnya. Dan tidak terdapat dalam Islam pemaksaan atas nama agama dan permusuhan terhadap yang berbeda denganya.

Dasar ketujuh: menumbuhkan sikap cinta terhadap para pemeluk agama yang berbeda. Ini dipertegas dengan diizinkanya oleh Islam untuk menikah dengan wanita ahlul kitab, Yahudi maupun Nasrani. Dan diberikannya kebebasan padanya untuk tetap memeluk agama asalnya dan menjalankan segala ibadahnya dan juga hak untuk berpegian ke gereja.

Dasar kedelapan: penggabungan antara maslahat dunia dan akhirat. Kehidupan dalam Islam lebih didahulukan daripada sebuah agama. Islam tidak membenarkan adanya rahbaniyyah, Islam juga tidak melarang semua kenikmatan di dunia sebagaimana diwajibkanya puasa, namun bila dia takut denganya akan sakit ataupun semakin bertambah penyakitnya maka Islam pun membolehkan untuk mengganti di hari lain. Dan ini semua menggambarkan dengan jelas atas keseimbangan maslahat agama dan dunia.

Dan dari delapan dasar di atas yang sangat ditekankan oleh Abduh adalah menghentikan suatu otoritas keberagamaan pada seseorang ataupun lembaga tertentu, karena dengannya segala pembaharuan dan reformasi dalam wacana agama Islam mengalami hambatan ataupun hukuman sebagaimana dialami oleh Abduh sendiri pada masa hidupnya.

Sebagaimana segala pembaharuan pemikiran Abduh dan fatwa-fatwanya mendapatkan teguran dan tantangan keras dari ulama-ulama Azhar sendiri sebagaimana mendapatkan tantangan oleh Khadevi dan berusaha menghapus segala kebijakan Abduh, sehingga membuat Abduh memutuskan untuk meminta pertolongan Kromer dalam menghadapi serangan Khadevi yang di akhiri dengan keberahasilan Abduh.

Dan pada akhir hayat Abduh, dia lebih mefokuskan dirinya sebagai guru bagi para muridnya dan selalu menganjurkan untuk mengadakan perbaikan dan pembaharuan dalam Islam di segala sisi, di antara mereka terdapat Rasyid Ridha yang melakukan pembaharuan wacana Islam yang akan kami terangkan selanjutnya, dan diantara mereka terdapat Sa’ad Zaghlul sebagai perintis “Hizb Wafd” dan pemimpin gerakan liberal di Mesir, dan dintara mereka terdapat pula Qasim Amin penulis buku “Tahrir al-mar’ah” dan “al-Marah al-Jadidah”. Tidak hanya di Mesir, Abduh pun berhasil memberikan pengaruhnya hingga ke Afrika Utara sebagaimana mengilhami Syaikh Abdul Hamid bin Badis perintis Jami’yyah Ulama dan dialah orang yang tetap menjaga kearaban dan keislaman Aljazair setelah perancis lama hinggap disana sebagaimana pengaruh Abduh pun hinggap di Tunis melalui seorang pemikir bernama Tahir bin Asyur.

Dan beginilah Allah memberkahi dari seorang Muhammad Abduh dengan tersebarnya ilmu dan pikirannya di penjuru alam Islam dan ini merupakan kemuliaan tersendiri bagi umat Islam dalam menghadapi tekanan para penjajah dan segala pengaruhnya pada umat Islam di masa itu.

Baca Selengkapnya.....

Dasar Dan Tujuan Pendidikan secara Umum dan menurut pandangan Islam.




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman tentang dasar dan tujuan pendidikan secara mendalam. Apabila kita telah memamahami dasar dan tujuan penulis yakin bahwa kita bisa memajukan pendidikan secara nasional.
Dasar dan tujuan pendidikan merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan pendidikan, karena dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Tujuan pendidikan itupun akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Untuk itu maka kita harus benar benar memahami apa saja dasar pendidikan dan tujuan yang nantinya bisa dicapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat di rumuskan permasalahan makalah ini yaitu agar kita bisa memahami Dasar Dan Tujuan Pendidikan secara Umum dan menurut pandangan Islam.
C. Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan :
1.Untuk memahami Defenisi Pendidikan
2.Untuk memahai Dasar Pendidikan
3.Untuk memahami Tujuan Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan. Pendidikan memiliki definisi yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai sudut.
1.Definisi Umum
Pendidikan dapat diartikan sebagai Suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
2.Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara dan pembuatan mendidik


3.Menurut Undang-Undang
a.  UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang
b.  UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
4.Etimologi (Bahasa)
Bahasa Arab : berasal dari kata Tarbiyah, dengan kata kerja Rabba yang memiliki makna mendidik atau mengasuh. Jadi Pendidikan dalam Islam adalah Bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal anak didik sehingga bisa terbentuk pribadi muslim yang baik.
Bahasa Yunani : berasal dari kata Pedagogi, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children)
5.Psikologi
Pendidikan adalah Mencakup segala bentuk aktivitas yang akan memudahkan dalam kehidupan bermasyarakat.


2. Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apa-apa yang tidak ditemui di sekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Dasar atau landasan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
A. Pandangan Islam
1.Al-qur’an.
Al-qur’an merupakan pedoman tertinggi yang manjadi petunjuk dan dasar kita hidup di dunia. Dalam Al-qur’an kita bisa menemukan semua permasalahan hidup termasuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
2.Hadist
Hadist merupan pedoman kita setalah Al-qur’an, dengan demikian hadist juga merupakan dasar atau elemen dalam pendidikan.
3.Nilai-nilai Sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist.



B. Secara Umum
1.Religius
Merupaken elemen atau dasar pendidikan yang paling pokok, disini ditanamkan nilai nilai agama islam (iman, akidah dan akhlak)  sebagai suatu pondasi yang kokoh dalam pendidikan
2.Ideologis
Yaitu mengacu kepada ideologi bangsa kita yakni nya pancasila dan berdasarkan kepada UUD 1945. Dan intinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.Ekonomis
Pendidikan bisa dijadikan sebagai suatu langkah untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan keluar dari segala bentuk kebodohan dan kemiskinan.
4.Politis
Lebih mengacu kepada suasana politik yang berlansung.
5.Teknologis
Dunia telah mengalami eksplosit ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan bisa dikatakan teknologi sangat memiliki peran dalam kemajuan dunia pendidikan.
6.Psikologis dan Pedagogis
Tugas pendidikan sekolah yang utama adalah mengajarkan bagaimana cara belajar, mendidik kejiwaan, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus-menerus sepanjang hidupnya dan memberikan keterampilan kepada peserta didik, mengembangkan daya adaptasi yang besar dalam diri peserta didik. Di dalam psikologi pendidikan terbagi menjadi dua macam yakni psikologi umum dan khusus. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat keterangan di bawah ini:
Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
7.Sosial Budaya
Mengacu kepada hubungan antara individu dengan individu lainnya dalam suatu lingkungan atau masyarakat. Begitu juga hal nya dengan budaya, budaya masyarakat sangat berperan dalam proses pendidikan, karena budaya identik dengan adat dan kebiasaan. Apabila sosial budaya seseorang itu berjalan baik maka pendidikan akan mudah dicapai.



3. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia.  Tujuan pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu menurut islam dan tujuan pendidikan secara umum.
A. Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Tujuan pendidikan islam adalah mendekatkan diri kita kepada Allah dan pendidikan islam lebih mengutamakan akhlak. Secara lebih luas pendidikan islam bertujuan untuk
Pembinaan Akhlak
Penguasaan Ilmu
Keterampilan bekerja dalam masyarakat
Mengembangkan akal dan Akhlak
Pengajaran Kebudayaan
Pembentukan kepribadian
Menghambakan diri kepada Allah
Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
B. Tujuan Pendidikan Secara Umum
Tujuan pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
1.Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No2 Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
2.Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu  Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3.TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa :
1.Pendidikan menurut pandangan islam lebih dominan kepada pembentukan akhlak, akidah dan iman. Sedangkan secara umum pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pengembangan kemapuan yang dimiliki. Apabila kedua hal ini digabungkan maka hasil dari pendidikan akan sangat maksimal dan menghasilkan peserta didik yang memiliki intelektual dan akhlak yang mulia.
2.Dasar pendidikan menurut islam fokus kepada Al-qur’an dan hadist sedang secara umum dasar pendidikan juga lebih menitik beratkan ke dasar religius.
3.Tujuan Pendidikan baik secara islam dan umum hampir memiliki kesamaan yaitu mendapatkan kesuksesan. Apabila digabungkan maka tujuan pendidikan adalah upaya untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan akherat.
B. Saran
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik maka perlu adanya pemahaman terhadap dasar dan tujuan pendidikan secara mendalam baik secara islam maupun secara umum. .



DAFTAR PUSTAKA
1.Djaka Dt. Sati, Emma Zain, “Rangkuman Ilmu Mendidik”, Mutiara Sumber Widya Jakarta, 1997
2.H. Fuad Ihsan, “Dasar – Dasar Kependidikan” Rineka Cipta Bandung.
3.Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam. 1994/1995.
4.Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung. 2003.

Baca Selengkapnya.....

SEJARAH USHUL FIQH




SEJARAH USHUL FIQH

Tugas ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Ushul Fiqh 2





Dosen pembimbing :
Drs. Asmawi Mahfudz

















Disusun oleh : Imam Mawardi
Npm : 07.02.0.1805


FAKULTAS SYARIAH SEMESTER V
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
TAHUN 2009




BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang Masalah
Sebagaimana ilmu-ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Qur'an dan As-Sunah, dengan kata lain ilmu ushul fiqh tidaktimbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasululloh dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian Ushul Fiqh, seperti ijtihad, qiyas, nasakh dan taksis sudah ada pada zaman Rasululloh dan sahabat.
Kajian Tentang pengetahuan agama islam pada dasarnya membicarakan dua hal pokok. Pertama, tentang apa yang harus di yakini umat islam dalam kehidupanya. Pengetahuan tentang hal ini kemudian kemudian berkembang menjadi "ilmu, aqidah". Kedua tentang apa yang harus diamalkan umat islam dalam kehidupanya. Pengetahuan tentang hal ini kemudian berkembang menjadi "ilmu syari'ah"
Ushul fiqih merupakan sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Alloh sebagai mana yang di kehendaki oleh Alloh SWT dan rasulnya baik yang bekaitan aqidah, ibadah, mu'amalah, uqubah, maupun akhlak. Dengan kata lain ushul fiqih bukanlah tujuan melainkan sebagia sarana.
2.Rumusan Masalah
1.Pembukuan Ushul Fiqh
2.Sejarah perkembangan Ushul Fiqh
3.Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami mencoba mengedepankan topik sebuah sejarah ushul fiqh yang ternyata sudah menjadi sebuah disiplin ilmu tertsendiri di kalangan umat islam.


BAB II
PEMBAHASAN
1.Pembukuan Ushul Fiqh
Salah satu pendorong diperlukanya pembukuan ushul fiqh adalah karena perkembangan wilayah islam yang semakin luas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hokum1
Sebenarnya jauh sebelum dibukukanya ushul fiqh ulama-ulama terdahulu telah membuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing oleh karena itu tak heran jika pengikit para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah-kaidah ushul.
Golongan Hanafiyah misalnya mengklaim bahwa yang pertama menyusun ilmu Ushul Fiqih ialah Abu Hanifah, Abu Yusuf Dan Ibnu Ali-Al Hasan. Alasan mereka bahwa Abu Hanifah merupakan orang yang pertama menjelaskan metode istinbath dalam kitabnyanya Ar-Ra'yu. Dan Abu Yusuf Abu Yusuf adalah orang yang pertama menyusun ushul fiqh dalam madzhab hanafi, demikian pula Muhammad Ibnu Al-Hasan telah menyusun ushul fiqh sebelum As-Syafi'ie, bahkan As-Syafi'i berguru kepadanya.
Golongan As-Syafiiyah juga mengklaim bahwa Imam As-Syafi'i lah orang yang pertama yang menyusun kitab ushul fiqh. Hal ini di ungkapkan oleh Al-Allamah Jamal Ad-Din Abd Ar-Rohman Ibnu Hasan Al-Asnawi. Menurutnya, "tidak diperselisihkan lagi "Imam Syafi'i adalah tokoh besar yang pertama-tama menyusun kitab dalam ilmu ini, yaitu kitab yang tidak asing lagi dan yang sampai kepada kita sekarang, yakni kitab Al-Risalah2 "
Kalau dikembalikan kepada sejarah, yang pertama berbicara dalam ushul fiqh sebelum dibukukanya adalah para sahabat dan tabi'ien. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun, yang diperselisihkan adalah orang yang mula-mula mengarang kitab ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya. Untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu ushul fiqh. Secara garis besar.
Adapun teori penulisan yang terkenal ada dua macam yaitu :
1.Merumuskan kaidah-kaidah fiqhiyah bagi setiap bab dalam bab-bab fiqih dan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah-masalah furu' atas kaidah-kaidah tersebut, misalnya kaidah jual beli secara umum, atau kaidah-kaidah perburuhan, kemudian menetapkan batasan-batasanya dan menjelaskan cara mengaplikasikannya dalam kaidah-kaidah itu. Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya.
2.Merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahid untuk mengistinbath hukum dari sumber hukum syar'I tanpa terikat oleh seorang faqih atau pemahaman yang sejalan dengannya maupun yang bertentangan . cara inilah yang ditempuh As-Syafi'i dalam kitabnya Ar-Risalah, suatu kitab yang tersusun secara sempurna dalam bidangushul dan independent. Kitab semacam ini belum pernah ada sebelumnya, menurut ijma' ulama dan catatan sejarah.
2.Tahapan Perkembangan Ushul Fiqh
secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
a.Tahap Awal (3H)
pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-Ma'mun(w.218H), Al-Mu'tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H), dan Al-Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan islam ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir fiqih yang disebut ushul fiqh.
Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi'i. kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata "kedudukan As-Syafi'i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud".
Ulama sebelum As-Syafi'i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari'at dan cara memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafi'i menyusun ilmu ushul fiqih yang merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar'I, kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah As-Syafi;I, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafi'i karena Asy-Syafi'ilah yang membuka jalan untuk pertama kalinya.
Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushu fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(w.221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra'yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (w.221H\835M) menulis kitab An-Nakl dan sebagainya.
Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad 3 h ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah lah yang mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian Para Fuqoha pada zaman itu.
Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqh, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis pertama ilmu ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis pertama ushul fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang dari Rasulluloh pada saat yang sama, Malik menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadits saja.

b.Tahap Perkembangan (4H)

Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty abaSsiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.
Khusus dibidang pemikiran fiqh islam pada masa ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri' islam. Pemikiran liberal islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh semakin mantap exsitensinya, apa lagi disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:
1.Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam mereka mereka disebut ulama takhrij
2.Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik dalam segi riwayat dan dirayah.
3.Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusu kitab al-khilaf
Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup, akibatnya dalam perkembangan fiqh islam adalah sebagai berikut:
1.Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.
2.Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam uaraian yang sungkat
3.Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah permasalahan.
Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang ushul fiqh. Terhentinya ijtihad dalam fiqh dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan peranan yang sangat besar dalam bidang ushul fiqh.
Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqh diantara kitab yan terekenal adalah:
1.Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi,(w.340H.)
2.Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)
3.Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada abad 4h yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan ilmu ushul fiqh pada awal abad 4h., juga tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.
c.Tahap Penyempurnaan (5-6H)
kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia islam. Peradaban islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban.
Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu ushul fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman , itulah sebabnya pada zaman itu, generasi islam pada kemudian hri senantiasa menunjukan minatnya pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.
Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih slanjutnya.
Kitab-kitab ushul fiqih yang ditulis pada zaman ini, disamping mencerminkan adanya kitab ushul fiqih bagi masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya alioran ushul fiqih, yakni aliran hanafiah yang dikenal dengan alira fuqoha, dan aliran Mutakalimin



BAB III
KESIMPULAN
1.Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hokum maka disusunlah kitab ushul fiqih .
2.Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ushul fiqih merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hokum syara. Dan menjabarkanya kehidupan social yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali pada abad ketiga hijriyah. ushul fiqih terus berkembang menuju kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal abad 6H abad tersbut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh Karena banyak ulama yang mmusatkan perhatianya pada bidang ushul fiqih dan juga muncul kitab-kitab fiqih yang menjadi standar dan rujukan untuk ushul fiqih selanjutnya.


















DAFTAR PUSTAKA

1.Al-Alamah Al-Banni, Hasyiah Al-Bannnai' "Ala Syarh Al-Mahali Ala Matn
Jam'u Al Jawami" Beirut Dar Al-Fikr, 1983
2. Abdul Wahab Al-Khalaf, "lmu Ushul Al-Fiqih" Kairo: Dar Al Kalam, 1978
3. Prof. Dr. Rachmat syafe'i , ma."Ilmu ushul fiqh". Pustaka Setia bandung

Baca Selengkapnya.....

Manusia Makhluk yang Cerdas





Manusia Makhluk yang Cerdas
A. Pendahuluan

Berbicara tentang manusia tidak akan pernah habis dan selalu menarik, asumsi ini cukup rasional mengingat manusia sebagai ciptaan yang unik dan dalam bahasa agama sering diungkap sebagai ciptaan yang sempurna. Kesempurnaan itu bukan saja pada dimensi fisik dimana struktur tubuh dan anatomi manusia, secara psikis manusia diberi kelebihan ruh dengan akal sebagai given untuk hidup dan kehidupan manusia. Proses penciptaan manusia yang sempurna ini tentu sangat berbeda dengan penciptaaan lain, seperti binatang. Keistimewaan yang dimiliki manusia dengan beragam bentuk, warna kulit, karakterstik, minat, bakat dan lain sebagiannya membawa kesadaran tentang keadilan sang pencipta yang telah menciptakan sosok ciptaan yang sempurna.

Selain kestimewaan di atas, mengapa dipandang perlu untuk membicarakan tentang dimensi manusia dari berbagai sudut pandang yang berbeda, apakah selama ini timbul persoalan mendasar mengapa terma manusia tidak akan habis dibicarakan sepanjang manusia hidup dalam jagad raya ini. Selain itu apa hubungannya manusia dengan alam, binatang dan bahkan sesame manusia itu sendiri. Ada beberapa persoalan mendasar mengapa terma manusia selalu menjadi diskurses tanpa batas.

Pertama, bahwa manusia dengan kestimewaan akal telah mampu menembus peradaban yang spektakuler setelah melewati revolusi perdaban yang cukup lama. Kekuatan akal ini melahirkan daya cipta (nilai-nilai ketuhanan) manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Berbagai masterpiece telah dilahirkan manusia melalui akalnya, seperti penemuan telpon, listrik, pesawat, satelit, dan bahkan ruang angkasa. Bisa dikatakan dengan daya citpa yang tanpa batas (baca: manusia), manusia mampu menemukan problem-problem sosial yang harus dipecahkan dengan kekuatan akal, sehingga terwujud kemanfaatan yang baik untuk masyarakat itu sendiri.

Kedua, keistimewaan manusia dengan akalnya dan kemampuan daya ciptan yang luar biasa, ternyata menimbulkan sebuah ketakutan tersendiri bagi diri manusia, yaitu ketika akal berbicara dan mampu mencipta apakah selama itu manusia bebas dari nilai? Dan tidak mengindahkan sisi kemanfaatan bagi umat manusia yang lain. Fakta ini cukup rasional, melihat adanya kerusakan-kerusakan alam dan kekacaun manusia itu sendiri. Ketika manusia pertama kali menemukan sebuah benda yang maha kecil, yaitu atom itu merupakan penemuan yang spektakuler bagi manusia, akan tetapi muncul kekuatiran, jika atom ini dijadikan senjata pemusnah, maka habslah manusia. Sejarah berbicara banyak ketika atom dijadikan bahan peledak dan menimbulkan banyak korban bagi manusian. Belum lagi ditemukannya nuklir yang awalnya dimanfaatkan untuk kebutuhan tenaga listrik, ternyata dimanfaatkan juga untuk pembuatan bom, bias dibayangkan dengan dayanya yang sangat besar, makan kehancuran manusia dan bumi ini segera terjadi.
B. Pembahasan

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.

Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan masnusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan untu memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci.
1. Hakikat manusia menurut Islam

Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.

Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)

Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :

“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “

Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia. Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :

* Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”

* Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”

* Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibikin manusia”.

* Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”

* Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.

* Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :“Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.

* Kata ‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :“Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.

2. Landasan Moral dan Etika Bagi Manusia

Sebagaimana pembahasan di atas tentang manusia yang memiliki daya nalar dan pemberian akal yang menghadirkan banyak penemuan yang bermanfaat bagi umat manusia, tetapi di sisi lain adalah muncul persoalan tentang apakah aktualisasi akal dengan menghasilkan banyak budaya dan karsa itu bebas nilai atau tidak. Persoalan ini cukup menarik sejalan dengan perkembangan modernitas dengan sejumlah penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang satu sisi bermuatan positif bagi kehidupan manusia dan di sisi yang lain munculnya penyalahgunaan ilmu dan teknologi untuk berbagai kepentingan manusia.

Banyak peristiwa kemanusiaan terjadi dimana manusia menggunakan teknologi untuk perang, seperti bom, rudal, senjata pemusnah masal, nuklir dimana pada sisi ini, manusia menggunakan teknologi mutahir tersebut untuk menghancurkan manusia dan bangsa lain. Manusia dengan kekuatan akalnya mampu berkuasa di berbagai bidang sehingga dengan kekuasaan apa pun dapat diraih, tentu dengan dalih-dalih atau alibi untuk kepentingan bangsanya. Tercatat dalam sejarah (1945) bagaiamana Jepang hancur lebuh, di bom sekutu dan menewaskan banyak manusia dan yang terbaru adalah tragedy kemanusiaan adanya ageresi Israel ke Palestin yang tercatat lebih dari 1000 orang tewas akibat senjata-sejata pemusnah masal yang ditembakan secara membabi buta.

Dalam kontek ini terlihat, begitu dominan akal untuk mencapai tujuan tanpa mengindahkan nilai-nilai atau norma, hukum, adat, dan bahkan kesepakatan internasional tentang penggunaan sejata pemusnah masal yang dilarang dalam konvensi Genewa.

Dalam persfektif psikologi, manusia terdiri dari tiga unsur penting yaitu, Id, Ego, dan Superego, sedangkan dalam pandangan Islam ketiganya sering dipadankan dengan nafs amarah, nafs lawwamah, dan nafs mutmaninah. Ketiganya merupakan unsur hidup yang ada dalam manusia yang akn tumbuh berkembang seiring perjalanan dan pengalaman hidup manusia. Maka untuk menjaga agar ketiganya berjalan dengan baik, diperlukan edukasi yang diberikan orang tua kepada anaknya dalam bentuk pemberian muatan etika yang menjadi ujung tombak dari ketiga unsur di atas.

Maka seyogyanya moral dapat menjadi perisai manusia dalam meniptakan kedamaian di muka bumi ini, sehingga akal tidak menjadi tuhan bagi diri manusia. Moralitas tentu saja tidak dapat hadir secara instan, tapi membutuhkan edukasi bagi generasa yang tua kepada yang muda. Diantara pemberiaan edukasi etika kepada anak diarahkan kepada beberapa hal di bawah ini:

1. Pembiasaan kepada hal-hal yang baik dengan contoh dan perilaku orang tua dan tidak banyak menggunakan bahasa verbal dalam mecari kebenaran dan sudah barang tentu sangat tergantung pada sisi historisitas seseorang dalam hidup dan kehidupan.
2. Bila anak sudah mampu memahami dengan suatu kebiasaan, maka dapat diberikan arahan lanjut dengan memberikan penjelasan apa dan mengapa dan yang berkaitan dengan hokum kausalitas (sebab akibat) Pada masa dewasa, anak juga tidak dilepas begtu saja, peran orang tua sebagai pengingat dan pengarah tidak harus putus, tanpa harus ada kesan otoriter, bahkan mengajak anak untuk diskusi tentang pemahaman keberagamaan.
3. Pada masa dewasa, anak juga tidak dilepas begtu saja, peran orang tua sebagai pengingat dan pengarah tidak harus putus, tanpa harus ada kesan otoriter, bahkan mengajak anak untuk diskusi tentang pemahaman keberagamaan.Pembiasaan kepada hal-hal yang baik dengan contoh dan perilaku orang tua dan tidak banyak menggunakan bahasa verbal dalam menyampaikan baik dan buruk sesuatu, manfaat dan mudharatnya, sesat dan tidaknya.

C. Penutup

Kekuatan akal manusia harus dimbangi dengan batasan norma baik agama, adat istiadat dan intuitif manusia itu sendiri. Karena akal sendiri yang berjalan akal melahirkan manusia robot yang tidak memiliki sisi kemanusiaan dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Makan langkah strategis yang harus dilakukan adalah bagimana penanaman nilai-nilai moral ini dapat diberikan sejak dini kepada anak yang diberikan orang tuan. Peran pendidikan sangat mempengaruhi anak dalam perkembangnnya dan pada nantinya dapat melahirkan generasi yang utuh, yaitu generasi yang dapat menoptimalkan akalnya untuk kepentingan umat manusia dan menjadikan nilai-nilai moral sebagai landasan penyeimbang dari akal tersebut.

Ilmu Pendidikan dan persfektif Islam, http://ponpes.tebuireng.net/download tangal 13 Januari 2009

Ahmad Mudlor, Etika Dalam Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas), hal. 155

Qomarudin Hidayat, Etika Dalam Kitab Suci Dan Relevansinya Dalam Kehidupan Modern Studi Kasus Di Turki, (Jakarta : Paramadina), dalam kumpulan artikel Yayasan Paramadina, www.paramadina.com download tanggal 10 Januari 2008.

Baca Selengkapnya.....

Islam dan Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer




Islam dan Teologi Pembebasan

Asghar Ali Engineer
oleh imam mawardi

Pendahuluan

Perbincangan tentang agama (religion) tidak akan pernah terputus, bahkan terus berkembang seiring dengan situasi dan kondisi manusia yang menjadikannya sebagai pedoman (way of life) dan bahan studi di berbagai kalangan. Perbincangan selama ini adalah cara pandang manusia terhadap agama itu sendiri dan mengamlkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Wacana klasik sering menempatkan agama sebagai suatu yang absolute tentang kebenaran hidup dan kehidupan dan menempatkannya suatu yang sakral, untouchable dengan berbagai alasan, dan cara memahaminya secara doktriner, sehingga terkesan kaku tidak menciptakan ruang atas ranah kritis manusia.

Agama juga disikapi sebagai suatu yang given dan lebih menonjolkan sisi hubungan manusia dengan Tuhan (worship), dari pada ranah sosial. Kehadiran pemikir kontemporer, seperti Hasan Hanafi, Fazlul Rahman, Muh. Arqun, dan Asghar Ali Engineer yang akan dibahan pemikirannya dalam tulisan ini, melihat bahwa pendekatan kepada Agama pada masa klasik telah mengakibatkan kejumudan berfikir kaum muslim yang sudah jauh tertinggal dengan non muslim dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Pada saat ini muncul lontaran pemikiran bahwa diperlukan metodologi dalam memahami dan memahamkan agama, yaitu harus ada perimbangan terhadap sisi normativitas agama dengan tidak melupakan sisi historisitas agama. Cara pandang normativitas adalah pemahaman agama yang lebih berorietasi pada hubungan manusia dengan Tuhan dan terfokus pada kajian teks dengan tidak mengedepankan sisi rasionalitas. Sedangkan historisitas, adalah bagaimana memahami agama dan teks yang ada dengan melihat sisi-sisi historis yang melatarbelakanginya, atau gejala-gejala sosial kultural yang melingkupinya.

Pembaharuan pemikiran ini muncul sebagai kegelisahan pemikir kontemporer yang melihat realitas keberagamaan umat Islam yang telah lama terkungkung dalam kejumudan, maka lontaran pemikiran di atas menjadi sebuah revolusi teologis menuju teologi transformative untuk menjawab realitas kekinian. Pemikiran inilah yang menjadi concern Asghar Ali Engineer, seorang pemikir dari India untuk melakukan perubahan fenomenal dari carapandang dan sikap kaum muslim dalam beragama. Gerakan ini dimulai bukan saja dengan tulisan-tulisan tentang perlunya pembebasan teologi, tapi juga Asghar Ali lakukan dengan membentuk lembaga yang secara aktif mengkampanyekan perlunya perubahan pemikiran dikalangan muslim yang lebih adaptif dan transformatif.

Bagi Asghar Ali Ada beberapa alasan mengapa diperlukan pembenahan terhadap teologi menuju pembebasan, diantaranya pertama bahwa dalam kurun waktu yang cukup lama teologi menjadi suatu yang status quo, stagnan, dan tidak memberikan kontribusi terhadap kemajuan berfikir kaum muslimin, kedua, sekian lama juga teologi dijadikan alat bagi penguasa dalam melanggengkan kekuasaan dengan atas nama agama, ketiga teologi sering dijalankan hanya pada ranah metafisik dan tidak menyentuh sisi subtansi keadilan, kedamaian, kemakmuran bagi kaum muslimin, bahkan justru menjadi jalan bagi halalnya radikalisme dan penindasan.

Lontaran pemikiran Asghar Ali ini tidak serta merta muncul begitu saja, melainkan adanya pengamatan terhadap realitas yang terjadi, khususnya di India, Negara dimana ia tinggal, terdapat gejolak sosial yang luar biasa dimana agama-agama tersebar, dan secara teologis mengusung semangat ketuhanan, tetapi pada kenyataannya bertolak belakang dengan esensi kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Dia melihat begitu hebat pergesekan (konflik) kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama dan banyak menelan korban. Selain itu juga realitas adanya struktur sosial yang mengenal kelas di India sangat menghambat bagi hak-hak warga Negara untuk mendapatkan hidup yang layak. Sehingga menurut hemat penulis, lontaran gagasan tentang teologi pembebasan merupakan suatu yang fenomenal dan mendekontruksi pemikiran traditional-teologic dengan melakukan upaya aktif melalui berbagai gerakan-gerakan perspektif Teologi Pembebasan yang menuntut perubahan struktur sosial yang tidak adil dan menindas.

Sekilas tentang Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer lahir tahun 1940, mendapatkan gelar BSc Teknik Sipil dari UnivesitasVikram. Asghar Ali mengajar di beberapa perguruan tinggi di Amerika, Kanada, Eropa, Asia Tenggara, Australian dan beberapa Negara lain seperti perguruan tinggi di Prancis, Jerman, Inggris (termasuk Oxford dan Cambridge ), Swiss, Australia, Italia, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan sebagainya. Dia adalah sosok yang concern pada Islam, hak Perempuan dalam Islam, Islam dan Teologi Pembebasan, masalah kemasyarakatan di Asia Selatan, negara Islam dan sebagainya. Ali Asghar merupakan sosok yang liberal dan rasional dalam studi Islam dan cukup dikenal secara internasonal reputasinya, kiprahnya dalam melakukan pembebasan teologi dalam Islam.

Bukan saja teori yang dikampanyekan, tapi Asghar Ali terjun langsung dengan mendirikan Centre for Study Siciety and Secularism (CSSS) yang dimulai sejak tahun 1993 dengan tujuan 1) Menyebarkan semangat sekularisasi dan perdamaian kehidupan bermasyarakat, 2) melakukan studi terhadap phenomena yang berkembang dalam masyarakat dan sekularisasi, 3) membentuk ruang dialog antar umat beragama demi keadilan. Pusat ini melahirkan beberapa program diantaranya, Seminar, Peringatan Sekularisasi di India setiap lima tahun, workshop, camping bagi pumuda muslim, Penelitian, dll.

Asghar Ali Engineer, juga menulis makalah tentang Islam dan Hak Asasi Manusia dengan judul “Membangun teologi damai dalam Islam” , makalah lainnya “Konsep Keteladanan dalam Islam” Juga mempublikasikans tulisannya dalam buku tentang Pendekatan Rasional dalam Islam. Dia merupakan pendiri lembaga AMAN (Asian Muslim Action Network), lembaga yang concern dalam memproklamirkan hak-hak asasi manusia dan Pemahaman lintas agama, khususnya di kawasan Asia.

Dia adalah pendiri Ketua AMAN (Asian Muslim Action Network) yang mempromosikan hak asasi manusia dan pemahaman antar-iman di tingkat Asia. Dia telah melakukan lokakarya bagi kalangan muda muslim dengan mengenalkan pentingnya HAM dan pemahaman lintas agama. Dia juga menjabat sebagai direktur studi Islam yang mempromotori penelitian dan studi HAM, hidup damai tanpa kekerasan. Selain itu juga dikenal sosok gigih dalam mempertahankan budaya damai, tanpa kekerasan. Bukan saja teori yang disampikan, tapi juga terjun langsung memkampanyekan nilai-nilai prinsip yang dia anut.

Engineer Ali memegang teguh prinsip sekelarisasi dan nilai-nilai demokrasi, oleh karenanya dia mendaptkan banyak penghargaan, diantaranya pemerintah India pernah membeberikan penghargaan “Communal Harmony Award” tahun 1997, Joshi inter-faith award oleh Organinasi Kristiani di Tamil, kemudian tahun 2004 Right Livelihood Awards 2004 yang keluarkan lembaga Right Livelihood Awards Stockholm Swedia sebagai sosok yang mampu menjawab realitas saat ini.

Islam dan Teologi Pembebasan

Pada awalnya banyak pertanyaan dimunculkan mengapa pembacaan ulang terhadap teologi diperlukan dan harus dibebaskan,dibebaskan dari apa dan bagimana membebaskannya, bukankah selama ini teologi sering dipahami sebagai suatu yang terikat, berdiri sendiri dan tidak mempunyai ruang bagi kebebasan manusia untuk memenuhi kepentingan dan hajat hidup. Asghar Ali melihat bahwa diperlukannya teologi pembebasan dengan berbagai alasan, pertama dimulai dengan melihat kehidupan dunia dan akhirat, kedua teologi tidak menginginkan status quo keberpihakan kepada golongan kaya yang berhadapan dengan golongan miskin, ketiga, teologi pembebasan berperan sebagai pembela hak-hak kaum tertindas, keempat bahwa teologi pembebasan tidak hanya mengakui konsep metafisis dalam persoalan takdir, tapi juga memberikan ruang kepada manusia untuk menentukan takdirnya sendiri

Selama ini umat Islam telah banyak disibukan dengan perdebatan klasik tentang teologi dan banyak merugikan umat Islam itu sendiri. Dalam kontek sejarah, permbincangan tentang teologi pada zaman Nabi dan al-khulafa Arrosyidun nyaris tidak terdengar, pada masa ini manusia berjalan dan bekerja dengan penuh keyakinan meraih tujuan dan kehendap Tuhan adalah sebagai titik puncak inspirasi bagi keberhasilannya. Akan tetapi perbincangan ini mencuat ketika kaum muslimin berhadapan dengan hadirnya kekuasaan. Puncaknya pada masa pemerintahan bani Ummayah terjadi pergulatan dua pemaknaan teologi antara kehendak bebas (free will) dan ketundukan pada taqdir (pre-determinasi). Maka guna melanggengkan kekuasaan pembacaan teologis lebih pada ketundukan kepada taqdir dan bersebrangan dengan pengikut Ali (Syiah) yang lebih mengedepakan teologi kehendak bebas (free will). Persinggungan ini melahirkan banyak tragedi berdarah dan suramnya wajah umat Islam.

Asghar Ali juga melihat bahwa setelah wafat Nabi, Agama menjadi sesuatu yang mapan (status quo), bahkan para ulama pada masa-masa ini lebih disibukan dengan menuliskan masalah-masalah furu`iyah dan Syariat dengan tidak mengexplore nilai-nilai subtantif bagaimana Islam dapat memberikan pembebasan terhadap kaum lemah, kaum tertindas dan menciptakan keadilan dan kedamaian bagi umat beragama. Padahal jika menengok Kembali kepada perjuangan Nabi, bahwa semangat keadilan dan keberpihakan kepada kaum mustadafin dilakukan dengan revolusi besar-besaran dalam dakwanya. Pertama, Nabi memberikan pemahaman tentang pentingnya pengetahuan membaca dan menulis untuk keberlangsungan bangsa arab yang sejak lama terkungkung dengan kebodohan dan keterbelakangan, kedua Nabi juga meletakan asas perdamaian terhadap suku-suku yang seja lama bersebrangan untuk hidup berdampingan, ketiga Nabi juga meletakan asas kemandirian ekonomi masyarakat arab dengan berniaga, keempat bagimana Nabi memberikan penghargaan kepada kaum wanita yang selama itu tidak dihargai dan membebaskan perbudakan yang telah merajalela akibat exploitasi kaum kaya, kelima dalam sistem politik, Nabi meletakan proses-proses demokrasi dengan mengedepankan asas musyawarah dalam pengambilan keputusan. Maka jika melihat begitu besar revolusi yang dilakukan nabi, dapat dikatakan bahwa Nabi adalah sang pembebas. Dalam konsep keadilan dan kesejahteraan, Nabi telah jelas menganjurkan kepada orang-orang kaya untuk memberikan sedikit hartanya dan mengecam saudagar-saudagar kaya yang menumpuk-numpuk harta, namun kikir tidak mau berbagi dengan sesama.

Sebenarnya Islam adalah agama yang meletakan prinsip persaudaraan universal, kesetaraan dan keadilan sosial. Pada prinsip ini, Islam menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an (5:8). Dalam ayat ini sungguh jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan baik secara ritual, juga lebih secara sosial. Dalam kontek ayat ini juga, Islam sangat menekankan semangat keadilan di semua aspek kehidupan, keadilan dimaksud adalah dengan membebaskan kaum lemah dari tirani penindasan dan keterpurukan dan memberikan kesempatan mereka untuk memimpin.

Sebagaimana konsep pokok dalam teologi Islam adalah tauhid yang dalam rangka mengembangkan struktur sosial yang membebaskan manusia dari segala macam perbudakan. Konsep tauhid dalam teologi pembebasan menafsirkan tauhid bukan hanya sebagai keesaan Tuhan, namun juga sebagai kesatuan manusia (unity of mankind) dan tidak akan pernah terwujud tanpa terciptanya masyarakat tanpa kelas. Maka dari itu, tauhid merupakan iman kepada Allah yang tidak bias ditawar pada satu sisi, dan konsekuensinya adalah menciptakan struktur yang bebas dari eksploitasi di sisi yang lain.

Dalam teologi Islam juga dikenal adalah iman yang berasal dari kata dasar amana, berarti selamat, damai, perlindungan, dapat diandalkan, terpercaya dan yakin. Orang yang beriman adalah orang yang dapat diandalkan untuk memberikan kedamaian dan kemananan pada dirinya sendiri dan juga orang lain, orang beriman menjungjung tinggi nilai keadilan dan keberpihakan kepada struktur lemah akibat penindasan. Iman yang hadir bukan dalam bentuk keyakinan yang irrasional, melainkan kayinan dibarengi dengan penggunaan akal fikiran (rasio) secara maksimal. Keyakinan yang didasari pada rasionalitas, sungguh telah banyak disebutkan dalam al-qur`an sebagai ulul al-bab atau ulul absar, yaitu orang yang berfikir dan berilmu pengetahuan.

Mengenaik keyakkinan kepada al-ghaib seperti yang tercantum dalam al-Qur`an (1:2), jika ayat ini dipahami bahwa al-ghaib merupakan potensi-potensi metafisis yang berada dalam jangkauan manusia, maka akan menimbulkan ketidakmampuan manusia untuk menggapai potensi-potensi tersebut dan mengakibatkan keputusasaan manusia dalam hidupnya. Maka manusia yang putus asa atau hilangnya semangat (Pesimisme) untuk menggapai kehidupan yang lebih baik, karena tida memiliki keyakinan yang kuat sangat dikecam oleh Allah. Dalam teologi pembebasan yang terpenting adalah teologi yang berorientasi perjuangan. Perjuangan dalam mengentaskan manusia dari keputusasaan menuju hidup yang produktif, sebagaimana firman Allah dalam surat (3:146)

Penutup

Pemikiran Asghar Ali tentang teologi pembebasan merupakan kupasan yang cukup merangsang nalar berfikir dan membuka pintu ijtihad untuk melakukan pemaknaan ulang tentang pemahaman kaum muslim terhadap teologi yang selama ini menjadi problem tumbuhnya ketidakmampuan kaum muslim untuk mengembangkan potensi-potensi diri menuju kesejahteraan. Teologi yang selama ini bersifat kaku dan mapan harus dibebaskan dengan memberikan kesempatan manusia untuk menemukan kebahagian di dunia dan akhirat. Teologi yang banyak dipahami juga melahirkan radikalisme atas nama agama yang banyak membuat kesengsaraan bagi umat manusia. Teologi pembebasan bersumber pada keadilan (al-adl) dan kebajikan (ihsan) sebagai manifestasi atas keyakinan. Asghar Ali yakin bahwa sebetulnya agama tidak akan melahirkan dogma, dogma lahir dari produk budaya manusia yang ingin melanggengkan keyakinan. Oleh karenanya Asghar Ali, jika ingin umat ini kembali menemukan momentum, maka lihat bagimana perjuangan Nabi dalam membebasakan seluruh aspek kehidupan manusia.

Baca Selengkapnya.....

Islam dan Teologi Pembebasan




Islam dan Teologi Pembebasan

Asghar Ali Engineer
oleh imam mawardi

Pendahuluan

Perbincangan tentang agama (religion) tidak akan pernah terputus, bahkan terus berkembang seiring dengan situasi dan kondisi manusia yang menjadikannya sebagai pedoman (way of life) dan bahan studi di berbagai kalangan. Perbincangan selama ini adalah cara pandang manusia terhadap agama itu sendiri dan mengamlkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Wacana klasik sering menempatkan agama sebagai suatu yang absolute tentang kebenaran hidup dan kehidupan dan menempatkannya suatu yang sakral, untouchable dengan berbagai alasan, dan cara memahaminya secara doktriner, sehingga terkesan kaku tidak menciptakan ruang atas ranah kritis manusia.

Agama juga disikapi sebagai suatu yang given dan lebih menonjolkan sisi hubungan manusia dengan Tuhan (worship), dari pada ranah sosial. Kehadiran pemikir kontemporer, seperti Hasan Hanafi, Fazlul Rahman, Muh. Arqun, dan Asghar Ali Engineer yang akan dibahan pemikirannya dalam tulisan ini, melihat bahwa pendekatan kepada Agama pada masa klasik telah mengakibatkan kejumudan berfikir kaum muslim yang sudah jauh tertinggal dengan non muslim dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Pada saat ini muncul lontaran pemikiran bahwa diperlukan metodologi dalam memahami dan memahamkan agama, yaitu harus ada perimbangan terhadap sisi normativitas agama dengan tidak melupakan sisi historisitas agama. Cara pandang normativitas adalah pemahaman agama yang lebih berorietasi pada hubungan manusia dengan Tuhan dan terfokus pada kajian teks dengan tidak mengedepankan sisi rasionalitas. Sedangkan historisitas, adalah bagaimana memahami agama dan teks yang ada dengan melihat sisi-sisi historis yang melatarbelakanginya, atau gejala-gejala sosial kultural yang melingkupinya.

Pembaharuan pemikiran ini muncul sebagai kegelisahan pemikir kontemporer yang melihat realitas keberagamaan umat Islam yang telah lama terkungkung dalam kejumudan, maka lontaran pemikiran di atas menjadi sebuah revolusi teologis menuju teologi transformative untuk menjawab realitas kekinian. Pemikiran inilah yang menjadi concern Asghar Ali Engineer, seorang pemikir dari India untuk melakukan perubahan fenomenal dari carapandang dan sikap kaum muslim dalam beragama. Gerakan ini dimulai bukan saja dengan tulisan-tulisan tentang perlunya pembebasan teologi, tapi juga Asghar Ali lakukan dengan membentuk lembaga yang secara aktif mengkampanyekan perlunya perubahan pemikiran dikalangan muslim yang lebih adaptif dan transformatif.

Bagi Asghar Ali Ada beberapa alasan mengapa diperlukan pembenahan terhadap teologi menuju pembebasan, diantaranya pertama bahwa dalam kurun waktu yang cukup lama teologi menjadi suatu yang status quo, stagnan, dan tidak memberikan kontribusi terhadap kemajuan berfikir kaum muslimin, kedua, sekian lama juga teologi dijadikan alat bagi penguasa dalam melanggengkan kekuasaan dengan atas nama agama, ketiga teologi sering dijalankan hanya pada ranah metafisik dan tidak menyentuh sisi subtansi keadilan, kedamaian, kemakmuran bagi kaum muslimin, bahkan justru menjadi jalan bagi halalnya radikalisme dan penindasan.

Lontaran pemikiran Asghar Ali ini tidak serta merta muncul begitu saja, melainkan adanya pengamatan terhadap realitas yang terjadi, khususnya di India, Negara dimana ia tinggal, terdapat gejolak sosial yang luar biasa dimana agama-agama tersebar, dan secara teologis mengusung semangat ketuhanan, tetapi pada kenyataannya bertolak belakang dengan esensi kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Dia melihat begitu hebat pergesekan (konflik) kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama dan banyak menelan korban. Selain itu juga realitas adanya struktur sosial yang mengenal kelas di India sangat menghambat bagi hak-hak warga Negara untuk mendapatkan hidup yang layak. Sehingga menurut hemat penulis, lontaran gagasan tentang teologi pembebasan merupakan suatu yang fenomenal dan mendekontruksi pemikiran traditional-teologic dengan melakukan upaya aktif melalui berbagai gerakan-gerakan perspektif Teologi Pembebasan yang menuntut perubahan struktur sosial yang tidak adil dan menindas.

Sekilas tentang Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer lahir tahun 1940, mendapatkan gelar BSc Teknik Sipil dari UnivesitasVikram. Asghar Ali mengajar di beberapa perguruan tinggi di Amerika, Kanada, Eropa, Asia Tenggara, Australian dan beberapa Negara lain seperti perguruan tinggi di Prancis, Jerman, Inggris (termasuk Oxford dan Cambridge ), Swiss, Australia, Italia, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan sebagainya. Dia adalah sosok yang concern pada Islam, hak Perempuan dalam Islam, Islam dan Teologi Pembebasan, masalah kemasyarakatan di Asia Selatan, negara Islam dan sebagainya. Ali Asghar merupakan sosok yang liberal dan rasional dalam studi Islam dan cukup dikenal secara internasonal reputasinya, kiprahnya dalam melakukan pembebasan teologi dalam Islam.

Bukan saja teori yang dikampanyekan, tapi Asghar Ali terjun langsung dengan mendirikan Centre for Study Siciety and Secularism (CSSS) yang dimulai sejak tahun 1993 dengan tujuan 1) Menyebarkan semangat sekularisasi dan perdamaian kehidupan bermasyarakat, 2) melakukan studi terhadap phenomena yang berkembang dalam masyarakat dan sekularisasi, 3) membentuk ruang dialog antar umat beragama demi keadilan. Pusat ini melahirkan beberapa program diantaranya, Seminar, Peringatan Sekularisasi di India setiap lima tahun, workshop, camping bagi pumuda muslim, Penelitian, dll.

Asghar Ali Engineer, juga menulis makalah tentang Islam dan Hak Asasi Manusia dengan judul “Membangun teologi damai dalam Islam” , makalah lainnya “Konsep Keteladanan dalam Islam” Juga mempublikasikans tulisannya dalam buku tentang Pendekatan Rasional dalam Islam. Dia merupakan pendiri lembaga AMAN (Asian Muslim Action Network), lembaga yang concern dalam memproklamirkan hak-hak asasi manusia dan Pemahaman lintas agama, khususnya di kawasan Asia.

Dia adalah pendiri Ketua AMAN (Asian Muslim Action Network) yang mempromosikan hak asasi manusia dan pemahaman antar-iman di tingkat Asia. Dia telah melakukan lokakarya bagi kalangan muda muslim dengan mengenalkan pentingnya HAM dan pemahaman lintas agama. Dia juga menjabat sebagai direktur studi Islam yang mempromotori penelitian dan studi HAM, hidup damai tanpa kekerasan. Selain itu juga dikenal sosok gigih dalam mempertahankan budaya damai, tanpa kekerasan. Bukan saja teori yang disampikan, tapi juga terjun langsung memkampanyekan nilai-nilai prinsip yang dia anut.

Engineer Ali memegang teguh prinsip sekelarisasi dan nilai-nilai demokrasi, oleh karenanya dia mendaptkan banyak penghargaan, diantaranya pemerintah India pernah membeberikan penghargaan “Communal Harmony Award” tahun 1997, Joshi inter-faith award oleh Organinasi Kristiani di Tamil, kemudian tahun 2004 Right Livelihood Awards 2004 yang keluarkan lembaga Right Livelihood Awards Stockholm Swedia sebagai sosok yang mampu menjawab realitas saat ini.

Islam dan Teologi Pembebasan

Pada awalnya banyak pertanyaan dimunculkan mengapa pembacaan ulang terhadap teologi diperlukan dan harus dibebaskan,dibebaskan dari apa dan bagimana membebaskannya, bukankah selama ini teologi sering dipahami sebagai suatu yang terikat, berdiri sendiri dan tidak mempunyai ruang bagi kebebasan manusia untuk memenuhi kepentingan dan hajat hidup. Asghar Ali melihat bahwa diperlukannya teologi pembebasan dengan berbagai alasan, pertama dimulai dengan melihat kehidupan dunia dan akhirat, kedua teologi tidak menginginkan status quo keberpihakan kepada golongan kaya yang berhadapan dengan golongan miskin, ketiga, teologi pembebasan berperan sebagai pembela hak-hak kaum tertindas, keempat bahwa teologi pembebasan tidak hanya mengakui konsep metafisis dalam persoalan takdir, tapi juga memberikan ruang kepada manusia untuk menentukan takdirnya sendiri

Selama ini umat Islam telah banyak disibukan dengan perdebatan klasik tentang teologi dan banyak merugikan umat Islam itu sendiri. Dalam kontek sejarah, permbincangan tentang teologi pada zaman Nabi dan al-khulafa Arrosyidun nyaris tidak terdengar, pada masa ini manusia berjalan dan bekerja dengan penuh keyakinan meraih tujuan dan kehendap Tuhan adalah sebagai titik puncak inspirasi bagi keberhasilannya. Akan tetapi perbincangan ini mencuat ketika kaum muslimin berhadapan dengan hadirnya kekuasaan. Puncaknya pada masa pemerintahan bani Ummayah terjadi pergulatan dua pemaknaan teologi antara kehendak bebas (free will) dan ketundukan pada taqdir (pre-determinasi). Maka guna melanggengkan kekuasaan pembacaan teologis lebih pada ketundukan kepada taqdir dan bersebrangan dengan pengikut Ali (Syiah) yang lebih mengedepakan teologi kehendak bebas (free will). Persinggungan ini melahirkan banyak tragedi berdarah dan suramnya wajah umat Islam.

Asghar Ali juga melihat bahwa setelah wafat Nabi, Agama menjadi sesuatu yang mapan (status quo), bahkan para ulama pada masa-masa ini lebih disibukan dengan menuliskan masalah-masalah furu`iyah dan Syariat dengan tidak mengexplore nilai-nilai subtantif bagaimana Islam dapat memberikan pembebasan terhadap kaum lemah, kaum tertindas dan menciptakan keadilan dan kedamaian bagi umat beragama. Padahal jika menengok Kembali kepada perjuangan Nabi, bahwa semangat keadilan dan keberpihakan kepada kaum mustadafin dilakukan dengan revolusi besar-besaran dalam dakwanya. Pertama, Nabi memberikan pemahaman tentang pentingnya pengetahuan membaca dan menulis untuk keberlangsungan bangsa arab yang sejak lama terkungkung dengan kebodohan dan keterbelakangan, kedua Nabi juga meletakan asas perdamaian terhadap suku-suku yang seja lama bersebrangan untuk hidup berdampingan, ketiga Nabi juga meletakan asas kemandirian ekonomi masyarakat arab dengan berniaga, keempat bagimana Nabi memberikan penghargaan kepada kaum wanita yang selama itu tidak dihargai dan membebaskan perbudakan yang telah merajalela akibat exploitasi kaum kaya, kelima dalam sistem politik, Nabi meletakan proses-proses demokrasi dengan mengedepankan asas musyawarah dalam pengambilan keputusan. Maka jika melihat begitu besar revolusi yang dilakukan nabi, dapat dikatakan bahwa Nabi adalah sang pembebas. Dalam konsep keadilan dan kesejahteraan, Nabi telah jelas menganjurkan kepada orang-orang kaya untuk memberikan sedikit hartanya dan mengecam saudagar-saudagar kaya yang menumpuk-numpuk harta, namun kikir tidak mau berbagi dengan sesama.

Sebenarnya Islam adalah agama yang meletakan prinsip persaudaraan universal, kesetaraan dan keadilan sosial. Pada prinsip ini, Islam menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an (5:8). Dalam ayat ini sungguh jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan baik secara ritual, juga lebih secara sosial. Dalam kontek ayat ini juga, Islam sangat menekankan semangat keadilan di semua aspek kehidupan, keadilan dimaksud adalah dengan membebaskan kaum lemah dari tirani penindasan dan keterpurukan dan memberikan kesempatan mereka untuk memimpin.

Sebagaimana konsep pokok dalam teologi Islam adalah tauhid yang dalam rangka mengembangkan struktur sosial yang membebaskan manusia dari segala macam perbudakan. Konsep tauhid dalam teologi pembebasan menafsirkan tauhid bukan hanya sebagai keesaan Tuhan, namun juga sebagai kesatuan manusia (unity of mankind) dan tidak akan pernah terwujud tanpa terciptanya masyarakat tanpa kelas. Maka dari itu, tauhid merupakan iman kepada Allah yang tidak bias ditawar pada satu sisi, dan konsekuensinya adalah menciptakan struktur yang bebas dari eksploitasi di sisi yang lain.

Dalam teologi Islam juga dikenal adalah iman yang berasal dari kata dasar amana, berarti selamat, damai, perlindungan, dapat diandalkan, terpercaya dan yakin. Orang yang beriman adalah orang yang dapat diandalkan untuk memberikan kedamaian dan kemananan pada dirinya sendiri dan juga orang lain, orang beriman menjungjung tinggi nilai keadilan dan keberpihakan kepada struktur lemah akibat penindasan. Iman yang hadir bukan dalam bentuk keyakinan yang irrasional, melainkan kayinan dibarengi dengan penggunaan akal fikiran (rasio) secara maksimal. Keyakinan yang didasari pada rasionalitas, sungguh telah banyak disebutkan dalam al-qur`an sebagai ulul al-bab atau ulul absar, yaitu orang yang berfikir dan berilmu pengetahuan.

Mengenaik keyakkinan kepada al-ghaib seperti yang tercantum dalam al-Qur`an (1:2), jika ayat ini dipahami bahwa al-ghaib merupakan potensi-potensi metafisis yang berada dalam jangkauan manusia, maka akan menimbulkan ketidakmampuan manusia untuk menggapai potensi-potensi tersebut dan mengakibatkan keputusasaan manusia dalam hidupnya. Maka manusia yang putus asa atau hilangnya semangat (Pesimisme) untuk menggapai kehidupan yang lebih baik, karena tida memiliki keyakinan yang kuat sangat dikecam oleh Allah. Dalam teologi pembebasan yang terpenting adalah teologi yang berorientasi perjuangan. Perjuangan dalam mengentaskan manusia dari keputusasaan menuju hidup yang produktif, sebagaimana firman Allah dalam surat (3:146)

Penutup

Pemikiran Asghar Ali tentang teologi pembebasan merupakan kupasan yang cukup merangsang nalar berfikir dan membuka pintu ijtihad untuk melakukan pemaknaan ulang tentang pemahaman kaum muslim terhadap teologi yang selama ini menjadi problem tumbuhnya ketidakmampuan kaum muslim untuk mengembangkan potensi-potensi diri menuju kesejahteraan. Teologi yang selama ini bersifat kaku dan mapan harus dibebaskan dengan memberikan kesempatan manusia untuk menemukan kebahagian di dunia dan akhirat. Teologi yang banyak dipahami juga melahirkan radikalisme atas nama agama yang banyak membuat kesengsaraan bagi umat manusia. Teologi pembebasan bersumber pada keadilan (al-adl) dan kebajikan (ihsan) sebagai manifestasi atas keyakinan. Asghar Ali yakin bahwa sebetulnya agama tidak akan melahirkan dogma, dogma lahir dari produk budaya manusia yang ingin melanggengkan keyakinan. Oleh karenanya Asghar Ali, jika ingin umat ini kembali menemukan momentum, maka lihat bagimana perjuangan Nabi dalam membebasakan seluruh aspek kehidupan manusia.

Baca Selengkapnya.....

madzhab-madzhab dalam islam




Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah atau nama sebenarnya Nu'man bin Tsabit bin Zhuthi' lahir pada tahun 80H/699M di Kufah, Iraq, sebuah bandar yang sudah sememangnya terkenal sebagai pusat ilmu pada ketika itu. Ianya diasaskan oleh ‘Abd Allah seorang sahabat zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahnya seorang pedagang besar, sempat hidup bersama Ali bin Abi Talib radhiallahu ‘anh. Abu Hanifah sekali-sekala ikut serta dalam urusniaga ayahnya akan tetapi minatnya yang lebih besar ialah ke arah membaca dan menghafal Qur'an.

Abu Hanifah pada satu hari telah berjumpa dengan seorang tokoh agama yang masyhur pada ketika itu bernama al-Sya’bi. Melihatkan kepintaran dan kecerdasan luar biasa yang terpendam dalam Abu Hanifah, al-Sya'bi menasihatkan beliau agar lebih banyak mencurahkan usaha ke dalam bidang ilmu-ilmu Islam. Dengan nasihat dan dorongan Abu Hanifah mula menceburkan diri secara khusus mempelajari ilmu-ilmu Islam.

Abu Hanifah mula belajar dengan mendalam ilmu-ilmu qiraat, ilmu bahasa Arab, ilmu kalam dan lain-lain. Akan tetapi bidang ilmu yang paling diminatinya ialah ilmu hadis dan fiqh. Beliau banyak meluangkan masa dan tenaga mendalaminya. Abu Hanifah meneruskan pembelajarannya dengan bergurukan kepada al-Sya’bi dan beberapa tokoh ilmuan lain di Kufah. Menurut riwayat, jumlah gurunya di Kufah sahaja berjumlah 93 orang.

Beliau kemudiannya berhijrah ke bandar Basrah untuk berguru bersama Hammad bin Abi Sulaiman, Qatadah dan Shu’bah. Setelah sekian lama berguru dengan Shu’bah yang pada ketika itu terkenal sebagai Amir al-Mu’minin fi Hadis (Pemimpin umat dalam bidang hadis), beliau diizinkan gurunya untuk mula mengajar hadis kepada orang ramai. Berkata Shu'bah:

Sebagaimana aku ketahui dengan pasti akan kesinaran cahaya matahari, aku juga ketahui dengan pasti bahawa ilmu dan Abu Hanifah adalah sepasangan bersama.

Abu Hanifah tidak hanya berpuas hati dengan pembelajarannya di Kufah dan Basrah. Beliau kemudiannya turun ke Mekah dan Madinah untuk menuntut ilmu. Disana beliau duduk berguru kepada Atha bin Abi Rabah. Kemudiannya Abu Hanifah duduk pula bersama Ikrimah, seorang tokoh besar di Mekah yang juga merupakan anak murid kepada ‘Abd Allah ibn ‘Abbas, ‘Ali bin Abi Talib, Abu Hurairah dan ‘Abd Allah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhum. Kehandalan Abu Hanifah dalam ilmu-ilmu hadis dan fiqh diiktiraf oleh Ikrimah sehingga beliau kemudiannya membenarkan Abu Hanifah menjadi guru kepada penduduk Mekah.

Abu Hanifah kemudiannya meneruskan pengajiannya di Madinah bersama Baqir dan Ja’afar Kemudiannya beliau duduk bersebelahan dengan Malik bin Anas, tokoh besar kota Madinah ketika itu. Walaupun Abu Hanifah 13 tahun lebih tua daripada Malik, ini tidak menghalangnya untuk turut serta belajar. Apabila guru kesayanganya Hammad meninggal dunia di Basrah pada tahun 120H/738M, Abu Hanifah telah diminta untuk mengganti kedudukan Hammad sebagai guru dan sekaligus tokoh agama di Basrah. Melihatkan tiada siapa lain yang akan meneruskan perjuangan Hammad, Abu Hanifah bersetuju kepada jawatan tersebut.

Mulai di sinilah Abu Hanifah mengajar dan menjadi tokoh besar terbaru dunia Islam. Orang ramai dari serata pelusuk dunia Islam datang untuk belajar bersamanya. Disamping mengajar, Abu Hanifah ialah juga seorang pedagang dan beliau amat bijak dalam mengadili antara dua tanggung-jawabnya ini sebagaimana terang anak muridnya al-Fudail ibn yad:

Adalah Abu Hanifah seorang ahli hukum, terkenal dalam bidang fiqh, banyak kekayaan, suka mengeluarkan harta untuk sesiapa yang memerlukannya, seorang yang sangat sabar dalam pembelajaran baik malam atau siang hari, banyak beribadat pada malam hari, banyak berdiam diri, sedikit berbicara terkecuali apabila datang kepadanya sesuatu masalah agama, amat pandai menunjuki manusia kepada kebenaran dan tidak mahu menerima pemberian penguasa.

Pada zaman pemerintahan Abbasid, Khalifah al-Mansur telah beberapa kali meminta beliau menjawat kedudukan kerajaan. Abu Hanifah berkeras menolak tawaran itu. Jawapan Abu Hanifah membuatkan Mansur marah lalu dia menghantar Abu Hanifah ke penjara. Akan tetapi tekanan daripada orang ramai menyebabkan al-Mansur terpaksa membenarkan Abu Hanifah meneruskan pengajarannya walaupun daripada dalam penjara. Apabila orang ramai mula mengerumuni penjara untuk belajar bersama Abu Hanifah, Mansur merasakan kedudukannya mula tergugat. al-Mansur merasakan Abu Hanifah perlu ditamatkan hayatnya sebelum terlambat.

Akhirnya Abu Hanifah meninggal dunia pada bulan Rejab 150H/767M ketika di dalam penjara disebabkan termakan makanan yang diracuni orang. Dalam riwayat lain disebutkan bahawa beliau dipukul dalam penjara sehingga mati. Kematian tokoh ilmuan Islam ini dirasai oleh dunia Islam. Solat jenazahnya dilangsungkan 6 kali, setiapnya didirikan oleh hampir 50,000 orang jamaah. Abu Hanifah mempunyai beberapa orang murid yang ketokohan mereka membolehkan ajarannya diteruskan kepada masyarakat. Antara anak-anak murid Abu Hanifah yang ulung ialah Zufar (158H/775M), Abu Yusuf (182H/798M) dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani (189H/805M).



Imam Malik bin Anas

Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93H/711M. Beliau dilahirkan di dalam sebuah kota yang merupakan tempat tumbuhnya Islam dan berkumpulnya generasi yang dididik oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, radhiallahu ‘anhum. Sejarah keluarganya juga ada hubung-kait dengan ilmu Islam dengan datuknya sendiri seorang perawi dan penghafal hadis yang terkemuka. Pakciknya juga, Abu Suhail Nafi’ adalah seorang tokoh hadis kota Madinah pada ketika itu dan dengan beliaulah Malik bin Anas mula mendalami ilmu-ilmu agama, khususnya hadis. Abu Suhail Nafi’ ialah seorang tabi‘in yang sempat menghafal hadis daripada ‘Abd Allah ibn ‘Umar, ‘A'isyah binti Abu Bakar, Umm Salamah, Abu Hurairah dan Abu Sa‘id al-Khudri radhiallahu ‘anhum

Selain Nafi, Malik bin Anas juga duduk berguru dengan Ja'afar al-Siddiq, cucu kepada al-Hasan, cucu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Malik juga duduk belajar di Masjid Nabawi berguru dengan Muhammad Yahya al-Ansari, Abu Hazim Salmah al-Dinar, Yahya bin Sa'ad dan Hisham bin Urwah. Mereka ini semua ialah anak murid kepada sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Suasana kehidupan Malik bin Anas di Madinah yang ketika itu dipenuhi dengan para tabi‘in amatlah menguntungkannya. Para tabi‘in ini adalah mereka yang sempat hidup bersama sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka sempat belajar, mendengar hadis dan mengamalkan perbuatan para sahabat secara terus. Inilah antara sebab kenapa Malik bin Anas tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali apabila pergi menunaikan ibadat hajinya.

Suasana kehidupan Malik bin Anas di Madinah yang ketika itu dipenuhi den-gan para tabi‘in amatlah menguntung-kannya. Para tabi‘in ini adalah mereka yang sempat hidup bersama sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. Mereka sempat belajar, mendengar hadis dan mengamalkan perbuatan para sahabat secara terus. Suasana kehidupan Malik bin Anas di Madinah yang ketika itu dipenuhi den-gan para tabi‘in amatlah menguntung-kannya. Para tabi‘in ini adalah mereka yang sempat hidup bersama sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. Mereka sempat belajar, mendengar hadis dan mengamalkan perbuatan para sahabat secara terus." hspace="12" src="Chap2.12.gif" align="left" v:shapes="_x0000_s1027" width="292" height="232">Malik bin Anas kemudiannya mengambil alih sebagai tokoh agama di Masjid Nabawi. Ajarannya menarik sejumlah orang ramai daripada pelbagai daerah dunia Islam. Beliau juga bertindak sebagai mufti Madinah pada ketika itu. Malik juga ialah antara tokoh yang terawal dalam mengumpul dan membukukan hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Al Muwattha'. Kitabnya ini menjadi hafalan dan rujukan orang ramai sehinggakan ia pernah dikatakan oleh al-Syafi‘e sebagai:

Tidak wujud sebuah buku di bumi yang paling hampir kepada al-Qur'an melainkan kitab Imam Malik ini.

Antara tokoh besar yang duduk belajar bersama Malik ialah Abu Hanifah dari Kufah. Selain itu diriwayatkan bahawa sebanyak 1300 tokoh-tokoh lain yang duduk bersama menuntut ilmu bersama Malik di Masjid Nabawi. Antaranya termasuklah Muhammad bin Idris, yang kemudiannya terkenal dengan gelaran Imam al-Syafi‘e. Ketinggian ilmu Malik bin Anas pernah diungkap oleh Imam Ahmad bin Hanbal sebagai:

Malik adalah penghulu dari para penghulu ahli ilmu dan dia pula seorang imam dalam bidang hadis dan fiqh. Siapakah gerangan yang dapat menyerupai Malik?

Malik pernah dihukum oleh gabenor Madinah pada tahun 147H/764M kerana telah mengeluarkan fatwa bahawa hukum talak yang cuba dilaksanakan oleh kerajaan Abbasid sebagai tidak sah. Kerajaan Abbasid ketika itu telah membuat fatwa sendiri bahawa semua penduduk perlu taat kepada pemimpin dan barangsiapa yang enggan akan terjatuh talak ke atas isterinya ! Memandangkan rakyat yang lebih taatkan ulama' daripada pemimpin, pemerintah Abbasid telah memaksa Malik untuk mensahkan fatwa mereka. Malik enggan malah mengeluarkan fatwa menyatakan bahawa talak sedemikian tidak sah (tidak jatuh talaknya). Malik ditangkap dan dipukul oleh gabenor Madinah sehingga bahunya patah dan terkeluar dari kedudukan asalnya. Kecederaan ini amatlah berat sehinggakan beliau tidak lagi dapat bersolat dengan memegang kedua tangannya di dada, lalu dibiarkan sahaja di tepi badannya.

Malik kemudiannya dibebaskan dan beliau kembali mengajar di Madinah sehinggalah beliau meninggal dunia pada 11 Rabiul-Awal tahun 179H/796M. Di antara anak-anak murid beliau yang masyhur ialah ‘Abd al-Rahman bin al-Qasim al-Tasyri (191H/807M), Ibn Wahhab Abu Muhammad al-Masri (199H/815M) dan Yahya bin Yahya al-Masmudi (234H/849M).



Imam al-Syafi‘e

Imam al-Syafi`e lahir di Gaza, Palestin pada tahun 150H/767M. Nama sebenarnya ialah Muhammad bin Idris al-Syafi‘e. Beliau mempunyai pertalian darah Quraish dan hidup tanpa sempat melihat ayahnya. Pada umur 10 tahun ibunya membawanya ke Mekah untuk ibadah Haji dan selepas itu beliau tetap berada di sana menuntut ilmu. Di Mekah al-Syafi‘e memulakan perguruannya kepada Muslim bin Khalid al-Zanji, mufti Kota Mekah ketika itu.

Suasana ini memberikan kelebihan yang penting bagi al-Syafi‘e, iaitu beliau berkesempatan untuk belajar dan membanding antara dua ajaran Islam, iaitu ajaran Malik bin Anas dan ajaran Abu Hanifah. Kitab ilmu yang paling terkemuka pada ketika itu ialah al-Muwattha' karangan Malik bin Anas dan al-Syafi‘e dalam usia mudanya 15 tahun telahpun menghafal keseluruhan kitab tersebut. al-Syafi‘e kemudiannya berhijrah ke Madinah untuk berguru dengan penulis kitab itu sendiri. Ketika itu al-Syafi‘e berumur 20 tahun dan beliau terus duduk bersama Malik sehinggalah kematiannya pada tahun 179H/796M. Ketokohan al-Syafi‘e sebagai murid terpintar Malik bin Anas mulai diiktiraf ramai. al-Syafi‘e mengambil alih sebentar kedudukan Malik bin Anas sebagai guru di Masjid Nabawi sehinggalah beliau ditawarkan kedudukan pejabat oleh Gabenor Yaman. Jawatan al-Syafi‘e di Yaman tidak lama kerana beliau telah difitnah sebagai pengikut Mazhab Syi‘ah. Selain itu pelbagai konspirasi lain dijatuhkan ke atasnya sehinggalah beliau dirantai dan dihantar ke penjara Bagdad, pusat pemerintahan Dinasti Abbasid ketika itu.

dibawa menghadap ke Khalifah Harun al-Rashid dan beliau berjaya membuktikan kebenaran dirinya. Kehandalan serta kecekapan al-Syafi‘e membela dirinya dengan pelbagai hujah agama menyebabkan Harun tertarik kepadanya. al-Syafi‘e dibebaskan dan dibiarkan bermastautin di Baghdad. Di sini al-Syafi‘e telah berkenalan dengan anak murid Abu Hanifah dan duduk berguru bersama mereka, terutamanya Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Suasana ini memberikan kelebihan yang penting bagi al-Syafi‘e, iaitu beliau berkesempatan untuk belajar dan membanding antara dua ajaran Islam ajaran Malik bin Anas dan ajaran Abu Hanifah.

Pada tahun 188H/804M, al-Syafi‘e berhijrah ke Mesir. Sebelum itu beliau singgah sebentar di Mekah dan di sana beliau diberi penghormatan dan dipelawa memberi kelas pengajian. al-Syafi‘e kini mula diiktiraf sebagai seorang imam dan beliau banyak meluahkan usaha untuk cuba menutup jurang perbezaan antara ajaran Malik bin Anas dan Abu Hanifah. Usahanya ini tidak disambut baik oleh penduduk Mekah kerana kebiasaan mereka kepada ajaran Malik.

Pada tahun 194H/810M, al-Syafi‘e kembali semula ke Baghdad dan beliau dipelawa untuk memgang jawatan qadi bagi Dinasti Abbasid. Beliau menolak dan hanya singgah selama 4 tahun di Baghdad. al-Syafi‘e kemudian kembali ke Mesir dan memusatkan ajarannya di sana. Daud bin Ali pernah ditanya akan kelebihan al-Syafi‘e berbanding tokoh-tokoh lain pada ketika itu, maka beliau menjawab:

al-Syafi‘e mempunyai beberapa keutamaan, berkumpul padanya apa yang tidak terkumpul pada orang lain. Dia seorang bangsawan, dia mempunyai agama dan i'tiqad yang benar, seorang yang sangat murah hati, mengetahui hadis sahih dan hadis daif, nasikh, mansukh, menghafal al-Qur'an dan Hadis, perjalanan hidup para Khulafa' al-Rashidun dan amat pandai mengarang.

Dalam usahanya untuk cuba menutup jurang perbezaan antara ajaran Malik bin Anas dan Abu Hanifah, al-Syafi‘e menghadapi banyak tentangan daripada pengikut-pengikut Mazhab Maliki yang taksub kepada guru mereka. Pada satu malam dalam perjalanan balik ke rumah dari kuliah Maghribnya di Mesir, al-Syafi‘e telah dipukul sehingga menyebabkan kematiannya. Pada ketika itu al-Syafi‘e juga sedang menghadapi penyakit buasir yang agak serius.

al-Syafi‘e meninggal dunia pada 29 Rejab tahun 204H/820M di Mesir. Beliau meninggalkan kepada dunia Islam sebuah kitab yang paling agung dalam bidang usul fiqh berjudul al-Risala. Kitab ini adalah yang terawal dalam menyatakan kaedah-kaedah mengeluarkan hukum dari pada sesebuah nas al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain itu al-Syafi‘e juga meninggalkan kitab fiqhnya yang masyhur berjudul al-Umm. Ajaran al-Syafi‘e diteruskan oleh beberapa anak muridnya yang utama seperti Abu Yakub al-Buwayti (231H/846M), Rabi’ bin Sulaiman al-Marali (270H/884M) dan Abu Ibrahim bin Yahya al-Muzani (274H/888M).



Imam Ahmad bin Hanbal

Abd Allah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad pada tahun 164H/781M. Ayahnya seorang mujahid Islam dan meninggal dunia pada umur muda 30 tahun. Ahmad kemudiannya dibesarkan oleh ibunya Saifiyah binti Maimunah. Ahmad bin Hanbal menghafal Qur’an sejak kecil dan pada umurnya 16 tahun dia sudah menjadi penghafal hadis yang terkenal. Ahmad bin Hanbal meneruskan pengajian hadisnya dengan sekian ramai guru dan beliau pada akhir hayatnya dijangkakan telah menghafal lebih daripada sejuta hadis termasuk barisan perawinya.

Ahmad bin Hanbal menghafal al-Qur’an sejak kecil dan pada umurnya 16 tahun dia su-dah menjadi penghafal hadis yang terkenal.

Ahmad bin Hanbal menghafal al-Qur’an sejak kecil dan pada umurnya 16 tahun dia su-dah menjadi penghafal hadis yang terkenal.
Pada tahun 189H/805M Ahmad bin Hanbal berhijrah ke Basrah dan tidak lama kemudian ke Mekah dan Madinah untuk menuntut ilmu Di sana beliau sempat duduk berguru dengan al-Syafi‘e. Sebelum itu guru-gurunya yang masyhur ialah Abu Yusuf, Husain ibn Abi Hazim al-Washithi, ‘Umar ibn ‘Abd Allah ibn Khalid, ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi dan Abu Bakar ibn ‘Iyasy. Pada tahun 198H Ahmad bin Hanbal ke Yaman pula untuk berguru dengan ‘Abd al-Razzaq ibn Humam, seorang ahli hadis yang besar ketika itu, terkenal dengan kitabnya yang berjudul al-Musannaf. Dalam perjalanannya ini Ahmad mula menulis hadis-hadis yang dihafalnya setelah sekian lama.

Ahmad bin Hanbal kembali semula ke Baghdad dan mula mengajar. Kehebatannya sebagai seorang ahli hadis dan pakar fiqh menarik perhatian orang ramai dan mereka mula mengerumuninya untuk belajar bersama. Antara anak muridnya yang kemudian berjaya menjadi tokoh hadis terkenal ialah al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud. al-Qasim ibn Salam pernah berkata:

Ahmad bin Hanbal adalah orang yang paling ahli dalam bidang hukum dan aku tidak melihat ada orang yang lebih mengetahui tentang al-Sunnah selain dia. Dia tidak pernah bersenda gurau, dia selalu berdiam diri, tidak memperkatakan apa-apa selain ilmu.

Ahmad bin Hanbal pernah mengalami pengalaman hidup dalam penjara kerana kekerasannya menentang Mazhab Mu’tazilah yang diterima oleh pemerintah Abbasid ketika itu. Mereka (pemerintah) memaksa Ahmad mengesahkan mazhab baru tersebut. Ahmad enggan dan ini menyebabkan
beliau dirotan dalam penjara sehingga tidak sedarkan diri.

Ketegasan Ahmad dan tekanan daripada rang ramai akhirnya menyebabkan pihak pemerintah terpaksa membebaskan beliau. Ahmad kemudian meneruskan pengajarannya kepada orang ramai sehinggalah kematiannya pada tahun 241H/856M. Ahmad bin Hanbal meninggalkan kepada dunia Islam kitab hadisnya yang terkenal iaitu al-Musnad yang mengandungi lebih kurang 30,000 hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan atsar para sahabat radhiallahu ‘anhum. Dua orang anaknya yang utama meneruskan perjuangan ayah mereka, iaitu ‘Abd Allah bin Ahmad dan Salih bin Ahmad.

Demikian secara ringkas riwayat hidup para imam mazhab yang masyhur. Selain itu terdapat juga beberapa tokoh yang tidak kurang hebatnya yang hidup sezaman dengan mereka. Akan tetapi kerana beberapa sebab, mazhab para tokoh ini tidak bertahan lama atau tidak menjadi masyhur. Antara tokoh-tokoh yang dimaksudkan itu ialah



· Imam al-Awza‘e. Nama sebenar beliau ialah ‘Abd al-Rahman ibn al-Awza‘e
Dilahirkan di kota Ba’labek, Syria pada tahun 89H/708M. Terkenal sebagai seorang tokoh hadis yang terkemuka pada zamannya. Antara prinsip ajaran fiqhnya ialah menjauhkan penggunaan kaedah qiyas apabila wujudnya dalil yang jelas dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Mazhab al-Awza‘e terkenal di Syria, Jordan, Palestin dan Lubnan sehinggalah ke kurun ke 10M apabila Mazhab al-Syafi‘e mula mempengaruhi penduduk di sana. al-Awza‘e meninggal dunia di Beirut pada tahun 157H/774M. Prinsip-prinsip ajaran beliau berkenaan penggunaan qiyas banyak tertulis di dalam kitab-kitab usul fiqh hingga ke hari ini.



· Imam Zaid adalah cucu kepada Ali bin Abi Talib melalui anaknya Hasan. Beliau di lahirkan di Madinah pada tahun 81H/700M dan menumpukan perhatian kepada ilmu al-Qur’an dan al-Sunnah. Beliau mengajar di beberapa bandar dan kota, antaranya Madinah, Basrah Kufah dan Wasit. Ajarannya masih diamalkan hingga kini di beberapa lokasi terpencil di Yaman.



· Imam al-Layts ibn Sa‘ad berketurunan Parsi, lahir di Mesir pada tahun 97H/716M. Beliau mempelajari jurusan-jurusan ilmu Islam daripada Abu Hanifah dan Malik bin Anas. Ketokohannya di Mesir sangat terserlah sehinggakan al-Syafi‘e juga berhijrah ke sana untuk duduk belajar bersama anak-anak muridnya. al-Layts meninggal dunia pada tahun 174H/791M dan ajaran-ajarannya tidak tersebar luas kerana beliau melarang anak muridnya menulisnya.



· Imam Sufyan al-Tsauri lahir di Kufah pada tahun 100H/719M dan merupakan salah orang ulama’ yang besar di sana di samping Abu Hanifah. Beliau berani menyuarakan ketidak-setujuannya terhadap beberapa prinsip pemerintahan Abbasid ketika itu yang tidak sehaluan dengan ajaran Islam. Sufyan al-Tsauri diburu oleh pihak pemerintah menyebabkan beliau banyak menghabiskan masa hidupnya mengajar dalam persembunyian hinggalah ke hari kematiannya pada tahun 160H/777M.



· Imam Dawud al-Zahiri lahir di Kufah pada tahun 236H/851M. Nama sebenarnya ialah Dawud bin ‘Ali. Beliau pernah berguru dengan al-Syafi‘e dan Ahmad bin Hanbal dalam ilmu hadis dan fiqh. Dawud bin ‘Ali berpegang kepada prinsipnya yang tersendiri iaitu hanya menerima nas al-Qur’an dan al-Sunnah dalam bentuknya yang zahir tanpa ditakwil atau diqiyaskan. Oleh itulah beliau terkenal sebagai al-Zahiri yang berasal dari perkataan ‘zahir’. Dawud bin ‘Ali meninggal dunia pada tahun 270H/883M dan mazhabnya banyak didokongi oleh tokoh ilmuan yang terkenal pada kurun ke 11M, iaitu Imam Ibn Hazm (456H/1064M).



· Imam al-Tabari atau nama sebenarnya Muhammad ibn Jarir ibn Yazid al-Tabari lahir di Tabaristan pada tahun 224H/839M. Beliau banyak merantau menuntut ilmu di seluruh semenanjung Arab sehingga ke Mesir. Beliau sempat mendalami ajaran-ajaran Abu Hanifah, Malik dan al-Syafi‘e. Sekembalinya ke tempat asalnya beliau mula mengajar kepada orang ramai. Antara hasil tulisannya yang terkenal ialah kitab tafsir berjudul Jami’ al-Bayan yang terkenal sehingga hari ini.



imam mawardi

Baca Selengkapnya.....

About Me

Foto saya
saya hanya orang yang ingin menjadi orang yang sukses !!! Santay dg kehidupan hadapi apa adanxa syukuri apa yg ada hidup adalah anugrah

salam jumpa

assalamualaikum.wr.wb
selamat datang di blog kami smoga bermanfaat amiiin?
wassalamualaikum.wr.wb

new album

new album
senyum manyun

blognya mas bolet ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO