Islamic Calendar

sss

Free Shoutbox Technology Pioneer

iklan

XtraUang dotcom Cara Termudah Mendapatkan Uang Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000!

Senin, 08 November 2010

PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG PELAKU DOSA BESAR

PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG
PELAKU DOSA BESAR
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Persoalan yang pertama-tama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu pertama kali dimunculkan oleh kaum Khawarij ketika mencap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi saw yang dianggap telah berbuat dosa besar , antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Abu Hasan al-Asy’ari, dan lain-lain. Masalah ini lalu dikembangkan oleh Khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir. Aliran lain seperti Murji’ah, Mu’tajilah, Asy’ ariyah, dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam masalah tersebut bahkan tidak jarang terdapat perbedaan pandangan di antara sesama pengikut masing-masing aliran. Perbincangan konsep iman dan kufur menurut tiap-tiap aliran teologi Islam, seringkali lebih menitik beratkan pada satu aspek saja, yaitu iman atau kufur. Lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah.
2. Rumusan Masalah
A. Konsep iman dan kufur perkataan
B. Perbandingan antar aliran: iman dan kufur
C. Kekuasaan dan kehendak mutlak Allah













BAB II
PEMBAHASAN

D. KONSEP IMAN DAN KUFUR PERKATAAN
iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tashdiq (membenarkan), dan kufur – juga dari bahasa Arab – berarti takzib (mendustakan). Menurut Hassan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teologi muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu:
1. Ma’rifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal).
2. Amal, perbuatan baik atau patuh.
3. Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
4. Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula di dalamnya ma’rifah bi al-qalb (mengetahui dengan hati).
Keempat istilah kunci di atas misalnya terdapat dalam hadis Nabi saw. Yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri:
من رأي منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذالك أضعف الاءيمان (رواه مسلم(
Artinya: “ Barang siapa di antara kalian yang melihat ( marifah) kemungkaran, hendaklah mengambil tindakan secara fisik. Jika engkau tidak kuasa, lakukanlah dengan ucapanmu. Jika itu pun tidak mampu, lakukanlah dengan kalbumu. (Akan tetapi yang terakhir) ini merupakan iman yang paling lemah ” (H.R. Muslim)
Dan kemudian di dalam pembahasan ilmu tauhid/ kalam , konsep iman dan kufur ini terpilih menjadi tiga pendapat:
1. Iman adalah tashdiq di dalam hati dan kufur ialah mendustakan di dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan nabi atau rasul Allah. Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata urusan hati, bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tashdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, ia sudah disebut beriman, sekalipun perbuatannya tidak sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Konsep Iman seperti ini dianut oleh mazhab Murjiah, sebagaian penganut Jahmiah, dan sebagaian kecil Asy’ariah. .
2. Iman adalah tashdiq di dalam hati dan di ikrarkan dengan lidah. Dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan) kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang penting tashdiq dan ikrar. Konsep iman seperti ini dianut oleh sebagian pengikut Maturidiah
3. Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan, konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman. Karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut oleh Mu’tazilah, Khawarij, dan lain-lain. Dari uraian singkat diatas terlihat bahwa konsep iman di kalangan teolog Islam berbeda-beda. Ada yang hanya mengandung satu unsur, yaitu tashdiq, sebagaimana terlihat pada konsep pertama di atas. Ada yang mengandung dua unsur, tashdiq dan ikrar, seperti konsep nomor dua. Ada pula yang mengandung tiga unsur, tashdiq, ikrar, dan amaliah, sebagaimana konsep nomor tiga di atas.
Di samping masalah konsep iman dan kufur, pembahasan di dalam ilmu tauhid/ kalam juga menyangkut masalah apakah iman.itu bisa bertambah atau berkurang atau tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat.
1. Iman tidak bisa bertambah atau berkurang.
2. Iman bisa bertambah atau berkurang. Ulama yang berpendapat seperti ini terbagi pula kepada dua golongan:
a. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bertambah atau berkurang itu adalah tashdiq dan amal. b. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bertambah dalam iman itu hanya tashdiq nya. Pada umumnya para ulama berpendapat, iman itu dapat bertambah pada tashdiq dan amalnya. Tashdiq yang bertambah tentu diikuti oleh pertambahan frekuensi amal. Menurut sebagian ulama, bertambah atau berkurangnya tashdiq seseorang tergantung kepada:
1. Wasilahnya. Kuat atau lemahnya dalil (bukti) yang sampai dan dterima oleh seseorang dapat menguatkan atau melemahkan tashdiq- nya;
2. Diri pribadi seseorang itu sendiri, dalam arti kemampuannya menyerap dalil-dalil keimanan. Makin kuat daya serapnya, makin kuat pula tashdiq- nya. Sebaliknya, jika daya serapnya lemah atau tidak baik, tashdiq- nya pun bisa lemah pula;
3. Pengamalan terhadap ajaran agama. Seseorang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dengan baik dan benar dan frekuensi amaliahnya tinggi, akan merasakan kekeuatan iman/ tashdiq yang tinggi pula. Makin baik dan tinggi frekuensi amaliahnya, makin bertambah kuat iman/ tashdiq- nya.
B. PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN: IMAN DAN KUFUR
Akibat dari perbedan pandangan mengenai unsur- unsur iman, maka timbulah aliran-aliran teologi yang mengemukakan persoalan siapa yang beriman dan siapa yang kafir. Dapaun aliran- aliran tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Mu’ tajilah, Asy’ariyah, Maturidiyah dan Ahlus Sunnah.
1. Khawarij Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata- mata percaya kepada Allah, mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perbuatan yang berbau religius, termasuk di dalamnya masalah kekeuasaan adalah bagian dari keimanan ( al-amal juz’un al-iman ). Menurut Khawarij, orang yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat dan lain-lain, maka orang itu kafir. Tegasnya sekalian orang mukmin yang berbuat dosa , baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir. Tegasnya sekalian orang mukmin yang berbuat dosa , baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh dibunuh, oleh dirampas hartanya. Demikianlah menurut faham Khawarij.
Aliran Khwarij berpegang pada semboyan la hukma illa lillah menjadi asas bagi mereka dalam mengukur apakah seseorang masih mukmin atau sudah kafir. Asas itu membawa mereka kepada paham, setiap orang yang melakukan perbuataun dosa adalah kafir, akrena tidak sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah. Dengan demikian, orang Islam yang berzina, membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah, memakan harta anak yatim, riba, dan dosa - dosa lainnya bukan lagi mukmin, ia telah kafir. Perbuatan dosa yang membawa kepada kafirnya seseorang menurut golongan ini terbatas pada dosa .
2. Murji’ah Aliran Murji’ah berpendapat, orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa besar yang mereka lakukan ditunda penyelesaiannya pada hari kiamat. Mereka berpendapat bahwa iman hanya pengakuan dalam hati sehingga orang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar . Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, Abu-Hasan Al-Asy’ary mengklasifikasikan aliran teologi Murji’ah menjadi 12 subsekte, yaitu Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Asy- Syimriya, As-Saubaniyah, Ash-Salihiyah, AL- Yunusiyah, Asy-Syimriyah, As-Saubaniyah, An- Najjariyah, Al-Kailaniyah bin Syabib dan pengikutnya, Abu Hanifah dan pengikutnya, At- Tumaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karramiyah. Sementara itu, harun Nasution dan Abu Zahrah membedakan Murji’ah menjadi dua kelompok utama, yaitu Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah) dan Murji’ah ekstrim (Murji’ah Bid’ah). [5] Namun kedua belas kelompok tersebut masing- masing memiliki pendapat mengenai Iman dan kufur. Dan aliran Mur’jiah ini kemudian berbeda anggapan tentang batasan kufur yang terpecah dalam tujuh kelompok.
a. Kelompok pertama ini beranggapan: kufur ini beranggapan: kufur itu merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal ( jahl ) terhadap Allah swt. Adapun mereka yang beranggapan seperti ini ialah para pengikut kelompok Jahamiyyah.
b. Kelompok kedua ini beranggapan: kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, seperti tidak mengenal ( Jahl ) terhadap Allah swt, membenci dan sombong atas-Nya, mendustakan Allah dan rasul-Nya, menyepelekan Allah dan rasul-Nya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati ataupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun iman.
Mereka pun beranggapan bahwa sesorang yang membunuh ataupun hanya menyakiti nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti itu semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Begitupun seseorang yang meninggalkan kewajiban agama seperti halnya salah dengan tidak karena menghalalkannya, tetapi hanya karena meninggalkan salat itu semata, niscaya dia pun tidaklah disebut kufur. Tetapi mereka beranggapan: kalau seseorang menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya dia pun disebut kufur. Begitupun kalau seseorang beritikad dengan itikad yang menurut kesepakatan segenap orang muslim merupakan suatu kekufuran, atau berbuat dengan perbuatan yang merupakan suatu kekufuran. Niscaya dia pun disebut sebagai orang kafir.
c. Kelompok ketiga ini tidak dijelaskan.
d. Kelompok keempat itu beranggapan: Kufur terhadap Allah itu mendustakan-Nya, membangkang terhadap-Nya dan mengingkari-Nya secara lisan. Karena itu tidaklah kekufuran, kecuali dengan lisan dan bukan dengan selainnya. Adapun anggapan ini dikemukakan oleh Muhammad ibn karam dan para pengikutnya.
e. Kelompok kelima ini beranggapan: kufur itu membangkang melawan dan mengingkari Allah, baik sepenuh hati ataupun secara lisan.
f. Kelompok keenam ini ialah para pengikut Abu Syamr, dimana anggapan-anggapan mereka tentang kufur ini telah di kemukakan dalam uraian yang terdahulu, yang menyangkut anggapannya tentang tauhid dan qadar.
g. Kelompok ketujuh ini ialah para pengikut Muhammad ibn Syabib di mana anggapan- anggapan mereka tentang kufur ini pun telah dikemukakan dalam uraian yang terdahulu, yang menyangkut anggapannya tentang iman. Adapun kebanyakan pengikut aliran Murji’ah tidak mengkufurkan seseorang yang mentakwilkan al-Quran, bahkan tidak pula mengkufurkan siapa pun selain yang kekufurannya itu telah disepakati orang-orang muslim.
3. Mu’tajilah
Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan ( tashdiq ) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Kaum Mu’tajilah berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.
Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama- lamanya, tetapi nerakanya agak dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak masuk surga. Jelasnya menurut kaum Mutazilah, orang mu’min yang berbuat dosa besar dan mati sebelum tobat, maka menempati tempat diantara dua tempat, yakni antara neraka dan surga (manzilatan bainal manzilatain).
4. Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah – yang muncul sebagai reaksi terhadap kekerasan Mu’tazilah memaksakan paham khalq al-Quran – banyak membicarakan persoalan iman dan kufur. Asy’ariyah berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka adalah tashdiq . Pendapat ini berbeda dengan kaum Khawarij dan Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum Jabariyah. Tasdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah ( qaulun bi al-nafs ya tadhammanu a’ rifatullah ). Mengenai penuturan dengan lidah ( iqrar bi al- lisan ) merupakan syarat iman, tetapi tidak termasuk hakikat iman yaitu tashdiq . argumentasi mereka istilah al-nahl, ayat 106. من كفر بالله من بعد أيمانه الأمن أكره و قلبه مطمئن بالإيمان Seseorang yang menuturkan kekafirannya dengan lidah dalam keadaan terpaksa, sedangkan hatinya tetap membenarkan Tuhan dan rasul-Nya, ia tetap dipandang mukmin. Karena pernyataan lidah itu bukan iman tapi amal yang berada di luar juzu’ iman. Seseorang yang berdosa besar tetap mukmin karena iman tetap berada dalam hatinya.
5. Al-Maturidiyah Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al- lisan. Pengertian ini dikemukakan oleh Al- Maturidi sebagai bantahan terhadap al- Karamiyah, salah satu subsekte Murji’ah. Ia berargumentasi dengan ayat al-Quran surat al- Hujurat 14. Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya, tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari pandangannya pada dalil naqli surat Al- Baqarah ayat 260. Pada surat Al-Baqarah tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan Ibrahim tersebut, lanjut Al-maturidi, tidaklah berarti bahwa Ibrahim belum beriman. Akan tetapi, Ibrahim mengharapkan agar iman yang telah dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah. Jadi, menurut Al-Maturidi, iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian, ma’rifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab kehadiran iman. Adapun pengertian iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi, adalah tashdiq bi al qalb dan tashdiq bi al-lisan . Lebih lanjut dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud demgan tashdiq al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal.
adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal. Pendapat ini tampaknya tidak banyak berbeda dengan Asy’ariyah, yaitu sama- sama menempatkan tashdiq sebagai unsur esensial dari keimanan walaupun dengan pengungkapan yang berbeda.
6. Ahlus Sunnah Menurut Ahlus Sunnah, Iman ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota. Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan mati sebelum tobat, maka orang itu tetap mukmin. Bila orang itu tidak mendapat ampunan dari Allah dan tidak pula mendapat syafa’at Nabi Muhammad saw untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt maka orang itu dimasukkan ke neraka buat sementara, kemudian dikeluarkan dari neraka untuk dimasukkan ke surga. Orang mukmin bisa menjadi kafir (murtad), karena mengingkari rukun iman yang enam, misalnya: ragu-ragu atas adanya Tuhan, menyembah kepada makhluk, menuduh kafir kepada orang Islam.
C. KEKUASAAN DAN KEHENDAK MUTLAK ALLAH
Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, mahakuasa dan Maha Berkehendak. Keyakinan demikian disepakati oleh semua umat Islam. Namun, mereka berbeda pendapat tentang kemutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan itu. Apakah kehendak dan kekuasaan Tuhan itu bersifat mutlak tanpa batas atau ada batas-batas tertentu sehingga Tuhan “tidak berkuasa mutlak”?. Adapun berikut ini beberapa pendapat aliran- aliran mengenai kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, yaitu: 1. Mu’tazilah Mu’tazilah, sebagai aliran rasionalis yang menempatkan akal pada posisi yang tinggi dan meyakini kemampuan akal untuk dapat memecahkan problema teologis, berpendapat, kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaan-Nya dibatasi oleh Tuhan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaan-Nya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakan-Nya sendiri. Hal-hal yang membatasi kekuasaan Tuhan tersebut antara lain adalah:
a. Kewajiban-kewajiban Tuhan untuk menunaikan janji-janji-Nya seperti janji memasukkan orang yang saleh ke dalam surga dan orang yang berbuat jahat ke dalam neraka. Tuhan wajib menepati janji ini. Dengan demikian, meskipun Tuhan berkuasa memasukkan orang jahat ke dalam surga, tapi kekuasaannya dibatasi oleh janji-Nya sendiri. Jika Tuhan paksakan juga memasukkan orang jahat ke dalam surga berarti Tuhan tidak adil dan melanggar janji.
b. Kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk melakukan perbuatannya. Menurut Muktazilah, Allah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan. Karena itu, manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Manusialah yang memilih dan menentukan, berbuat atau tidak, dan apa yang akan ia perbuat. Karena Allah sudah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia memilih dan menentukan perbuatannya itu, maka kekuasaan Tuhan terhadap perbuatan manusia itu tidak mutlak lagi.
c. Hukum alam. Allah menciptakan alam semesta ini dengan hukum-hukum tertentu yang bersifat tetap. Hukum-hukum itu biasanya dinamakan hukum alam, seperti matahari terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah Barat, benda tajam melukai, api membakar, dan lain-lain. Hukum alam – yang pada hakikatnya adalah hukum Allah karena Alah yang menciptakan hukum itu – sudah ditentukan oleh Tuhan. Dengan ketentuan tersebut, Tuhan tidak berkuasa mutlak lagi. Kekuasaanya-Nya dibatasi oleh hukum-hukum yang diciptakan-Nya sendiri.
2. Asy’ariyah Pendapat Mu’tazilah di atas bertolak belakang dengan pendapat Asy’ariyah. Menurut Asy’ariyah. Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada satupun yang membatasi kekuasaan-Nya itu. Karena kekuasaan Tuhan bersifat absolute, biasa saja Tuhan memasukkan orang jahat atau kafir ke dalam surga atau memasukkan orang mukmin yang saleh ke dalam nereka, jika hal itu memang dikehendaki-Nya. Apabila Tuhan berbuat demikian, menurut pendapat ini, bukan berarti Tuhan tidak adil. Keadilan Tuhan tidaklah berkurang dengan perbuatan-Nya itu sebab semua yang ada saja terhadap ciptaan dan milik-Nya. Sebagai zat yang memiliki kekuasaan absolute dan mutlak, bagi Asy’ariyah, Tuhan tidak terikat dengan janji-janji, norma-norma keadilan, bahkan tidak terikat dengan janji-janji, norma-norma, bahkan tidak terikat dengan apa pun
3. Maturidiyah Sekalipun golongan ini tidak se ekstrem Asy’ ariyah, yang memiliki paham yang dekat dengan Asy’ariyah. Golongan maturidiyyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak, namun kemutlakannya tidak semutlak paham yang dianut oleh Asy’ariyah kemudian kelompok Maturidiyyah ini terbagi menjadi Maturidiyyah Bukhara dan Maturidiyyah Samarkand Maturidiyyah Bukhara berpendapat bahwa: Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janji-Nya memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat. Pendapat al-Bazdawi ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya sebagaimana pendapat Asy’ariyah sebab masih terkandung adanya kewajiban Tuhan, yaitu kewajiban menepati janji. Kalau Maturidiyyah Bukhara lebih dekat kepada pemikiran Asy’ariyah. Matudiridiyyah Samarkan lebih dekat kepada pemikiran Mu’tazilah sekalipun tidak seekstrim Mu’tazilah. Bagi golongan ini, Tuhan memang memiliki kekuasaan mutlak, namun kekuasaan-Nya dibatas oleh batasan yang diciptakan-Nya sendiri. Batasan-batasan tersebut, menurut Prof. Dr. Harun Nasution adalah:
a. Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang, menurut pendapat mereka, ada pada manusia.
b. Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergenukan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya utnuk berbuat baik atau berbuat jahat.
c. Keadaan hukuman-hukuman tuhan, sebagai kata al-Bazdawi, tak boleh tidak mesti terjadi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam konsep Iman dan kufur terdapat perbedaan pendapat diantara aliran-aliran teologi Islam. Seperti yang dikemukakan aliran khawarij bahwa segala sesuatu yang berhubungan atau berbau religious adalah bagian dari iman, sehingga apabila orang melakukan dosa baik itu dosa maupun kecil maka dia disebut kafir. Berbeda halnya dengan aliran Murji’ah mereka berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa mereka di tudna penyelesaiannya diakherat. Hal ini karena mereka beranggapan bahwa iman hanya pengakuan dalam hati. Aliran Mu’tajilah berpendapat bahwa jika seorang mukmin berbuat dosa besar dan kemudian meninggal sebelum bertobat disebut fasiq. Dan diakhirat kelak menempati tempat diantara surga dan neraka. Aliran Asy’ariyah dan Maturidiyyah beranggapan bahwa iman tidak hanya diungkapkan dengan lisan tetapi juga harus diyakini di dalam hati sehingga jika ada seseorang yang mengaku kafir, namun hatinya tetap beriman maka ia tetap dianggap sebagai mukmin. Sedangkan alirna ahli sunnah berpendapatbahwa iman itu mengikrarkan dengan lisan, meyakini dalam ahti dan mengenjrkana dengan anggota. Tidak hanya dalam konsep iman dan kufur, tetapi di dalam kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan juga terdapat perbedaan pendapat diantara lairna- aliran teologi Islam. Aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya karena kekuasaanya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakannya sendir. Pendapat Mu’tazilah tersebut kemudian bertolak belakang dengna pendapat Asy’ariyah. Kerena menurut mereka Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Demikian pula pendapat alirna Maturidiyah, mereka berpendapat bahwa Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya namun kemutlakannya tidak semutlah paham yang dianut aliran Asyariyah.

Daftar Pustaka
1. Rosihan Anwar, Abdul Rozak, Ilmu Kalam , ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2003) , h. 141-142.
2. Rosihan Anwar, Abdul Rozak, Op.cit, h. 149- 150.
3. Moh. Rifa’i, Abdul Aziz, h. 78-79.
4. Yusran Asmuni. Opcit. H. 165.

Baca Selengkapnya.....

syirkah dalam hukum islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai suatu sistem kehidupan manusia mengandung suatu tatanan
nilai dalam mengatur semua aspek kehidupan manusia baik menyangkut sosial,
politik, budaya, ekonomi dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.
al-Baqarah: 208 :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam
secara keseluruhan, dan jangan kau mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Islam tidaklah sebagaimana yang ada pada beberapa agama. Islam
memberikan ruang lingkup yang demikian luas dan menganggap penting semua
kerja yang produktif. Agama Kristen misalnya, melihat kerja sebagai hukuman
Tuhan yang ditimpakan kepada manusia karena adanya original sin (dosa asal)
yang dilakukan oleh Adam. Kerja keras untuk hidup tidak dianjurkan karena
sangat bertentangan dengan kepercayaan terhadap Tuhan. Kondisi manusia ideal
menurut pandangan orang-orang Hindu adalah melakukan dis-asosiasi
(pemutusan) hubungan dengan segala aktifitas sosial serta semua kenikmatan
apapun dalam rangka mencapai kesatuan dengan Tuhan.1
Sebaliknya sikap Islam terhadap kerja bisa dilihat dari ayat-ayat al-Qur’an,
diantaranya firman Allah dalam Q.S. at-Taubah ayat 105 yang berbunyi:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan.”
Kerjasama untuk saling memperoleh keuntungan, apabila sesuai dengan
etika bisnis dalam Islam, maka hal tersebut dibolehkan, bahkan dianjurkan.
Keterlibatan muslim di dunia bisnis telah berlangsung empat belas abad yang lalu.
3 Ibid, halaman 16-17.
4 Afzalurrahman.1996. Muhammad Sebagai Seorang Pedangang. Jakarta: Yayasan Swarna
Bhumy. Halaman 281.
5
Namun, muslim dewasa ini menghadapi suatu masalah yang sangat dilematis.
Meskipun berpartisipasi aktif dalam dunia bisnis, namun dalam pikiran mereka
juga ada semacam ketidakpastian apakah praktek-praktek bisnis mereka benar
menurut pandangan Islam.Yang menjadi masalah yaitu bentuk-bentuk baru,
institusi, metode atau teknik-teknik bisnis yang sebelumnya belum pernah ada
telah menyebabkan keraguan tersebut, sehingga dalam beberapa kasus, mereka
tetap mengikuti sistem tersebut dengan perasaan bersalah karena mereka merasa
tidak menemukan jalan keluar.5
Semua bentuk organisasi bisnis yang didalamnya dua orang atau lebih
bekerjasama dalam hal dana, kewiraswastaan, ketrampilan, dan niat baik untuk
menjalankan suatu usaha oleh para fuqaha dikategorikan dalam bentuk organsisasi
mudharabah ataupun syirkah. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada
apakah semua partner dalam kerjasama itu memberikan kontribusi terhadap
manajemen dan keuangan ataukah hanya salah satu diantaranya. Dalam literatur
fiqh, mudharabah dan syirkah sama-sama dilihat sebagai perjanjian atas dasar
uqud al-amanah (saling percaya), ketulusan dan kejujuran mempunyai peran
sentral dalam terlaksananya kerjasama ini. Perintah kerja harus benar-benar dapat
dipercaya agar dapat saling menguntungkan dan setiap upaya untuk melakukan
kecurangan dan pembagian pendapatan yang tidak jujur harus didasari sebagai
pelanggaran atas ajaran-ajaran Islam.6

B. RUMUSAN MASALAH
Pada dasarnya dalam prinsip bagi hasil ada empat akad utama yaitu al musyarakah, al mudharabah, al muzara ah dan al musaqah. Tetapi yang akan kami uraikan sementara ini terbatas pada perkongsian (al musyarakah)
Yaitu meliputi
1. pengertian perkongsian(al-musyarokah)
2. syarat dan rukun al-musyarokah
3. hukum dan bentuk al-musyarokah
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap bentuk perkongisian (
al-musyarokah ) atau kerjasama sebagaimana yang telah disyariatkan oleh islam


bab ii
pembahasan
1. pengertian perkongsian(al-musyarokah)
Syirkah, menurut bahasa, adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah
ثُبُوتُ الْحَقِّ فِي شَيْءٍ لِاثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى جِهَةِ الشُّيُوعِ
syirkah (kongsi) ialah tetapnya hak terhadap sesuatu yang terdiri atas dua orang atau lebih untuk mengolah (mengembangkan sesuatu usaha)

Dengan demikian perjanjian perkongsian dua orang atau lebih yang menurunkan modal bersama dan keuntungan di bagi sesama disebut juga syirkah.
Rukun syirkah
1. adanya mutaaqidani( dua orang yang akad)
2. adanya malaini (dua harta)
3. adanya seghot (perjanjian syirkah)
syarat syirkah
1. berupa mata uang atau sesuatu yang dijadikan alat pembayaran yang berlaku di daerah tersebut.
2. Cocok dalam jenis dan macamnya
3. Mencampur dua harta tersebut
4. Keduanya mempunyai ijin mengolah harta tersebut
5. Keuntungan dan kerugian bergantung pada besar dan kecil modal yang di berikan.


Hokum musyarokah
وَالْأَصْلُ فِيهَا قَبْلَ الْإِجْمَاعِ قَوْله تَعَالَى : { وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ } الْآيَةَ ، وَخَبَرُ السَّائِبِ بْنِ زَيْدٍ " كَانَ شَرِيكَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الْمَبْعَثِ وَافْتَخَرَ بِشَرِكَتِهِ بَعْدَ الْمَبْعَثِ " وَخَبَرُ " { يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ ، فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْت مِنْ بَيْنِهِمَا } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالْحَاكِمُ وَصُحِّحَ إسْنَادُهُمَا مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج

Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil diatas dan jugaditetapkan hadith nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman;
Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni)
Para Ulama sepakat bahwa Syarikah Al-Enan itu HALAL. Sedangkan Syarikah Al-Abdan, Al-Muwadlah dan Al-Wujuh itu HARAM menurut SyafiI dan HALAL menurut Hanafi. Dan menurut Maliki, Syarikah Al-Abdan dan Al-Muwafadlah adalah HALAL sedangkan Syarikah Al-Wujuh itu HARAM.

Bentuk syirkah
1 Syarikah Al-Enan, yaitu yaitu merupakan gabungan modal dari para pemegang saham untuk membiayai suatu proyek dan keuntungannya dibagikan menurut besar saham masing-masing. Dan jika proyek itu mengalami kerugian, maka bebannya ditanggung menurut besar saham masing-masing.
Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berkongsi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RM500 setiap seorang
2 Syarikah Al-Abadan, yaitu : Perkongsian antara 2 orang atau lebih yang menggunakan badan mereka /mengumpulkan hasil pekerjaan (pendapatan) mereka kemudian dibagikan lagi kepada mereka
contoh: Jalal dan ahmad adalah tukang jahit dan keduanya berkongsi namun tidak menyetorkan modal. Yang mereka kongsikan adalah badan mereka. setelah menjahit kemudian mendapatkan hasil dan hasilnya mereka semisal di tabung dan dibagi kepada mereka
3 Syarikah Al-Mufawadlah, yaitu : Perkongsian atas hasil/pendapatan masing-masing, dimana sumber hasil pendapatan tersebut tidak ikut dimasukkan sebagai Harta Syarikat tapi menjadi hak terpisah. Sedangkan, masing-masing menanggung resiko yang bisa terjadi pada syarikat itu.
Conttoh arman dan andi telah berkerjasama sedang mereka mngeluarkan modal dan mengelola usaha tersebut namun setelah mendapatkan hasil modal tersebut di pisah dan tidak di gabungkan ke seluruhan harta yang telah mereka peroleh tetapi keduanya menanggung apa yang mereka usahakan tersebut.
4 Syarikah Al-Wujuh,: Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.
Ketentuan dalam perkongsian(syirkah)
Dalam menjalankan Musyarakah terdapat konsep Wakalah, yaitu setiap pemegang saham merupakan pemilik syarikah itu dan berhak menjalani projek berkenaan bagi dirinya, dan para pemegang saham lainnya merupakan wakil, karena itu setiap pemegang saham diharuskan bisa menjadi wakil.
3.3 Jumlah pembagian untung harus ditentukan saat melakukan perjanjian Musyarakah.
3.4 Modal Musyarakah baiknya terdiri dari harta, yaitu uang dan barang yang bisa dinilai dengan uang.
3.5 Modal tersebut dicampur dan menjadi milik bersama para pemegang saham tanpa dibedakan hak milik seseorang dengan yang lain.
3.6 Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pemegang saham untuk syarikat itu dinilai secara berbeda (tidak bercampur) dan boleh dicampur saat pembagian untung
3.7 Jumlah saham antara semua pihak tidak harus sama
3.8 Musyarakah boleh dilakukan antara individu atau antara badan tertentu.
3.9 Perkongsian antara individu dalam Musyarakah dapat terbatalkan/terfasakh dengan cara menarik diri, gila terus menerus, atau meninggal.
3.10 Pembagian untung dalam Musyarakah adalah menurut jumlah saham yang disetujui saat perjanjian.
3.11 Beban kerugian yang tidak disengaja ditanggung menurut jumlah saham masing-masing.
3.12 Pihak pemegang saham boleh menyerahkan tugas proyek kepada rekan perkongsiannya dalam Musyarakah itu. Penyerahan tugas tersebut kepada pihak tertentu boleh dijadikan syarat untuk pendirian Syarikat.
3.13 Pihak yang diberi tugas proyek Musyarakah itu boleh melakukan segala urusan yang berkaitan dengan proyek tersebut, kecuali hal-hal yang bisa menyebabkan keraguan pemegang saham lain terhadap dirinya, seperti mencampur harta syarikah dengan hartanya, melakukan musyarakah dengan pihak lain tanpa izin dari pemegang saham lain, memberi hutang kemana-mana dari harta syarikah tanpa izin, karena itu jika ia melakukan hal-hal yang disebutkan tadi, maka tanggung jawabnya akan berpindah dari amanah menjadi jaminan.
3.14 Semua proyek Musyarakah harus HALAL menurut Islam.
3.15 Setiap pemegang saham boleh memindah hak milik sahamnya kepada orang lain.
3.16 Dalam pemindahan hak milik saham seperti tadi, terdapat suatu cara yang dilakukan beberapa Bank Islam yang disebut : Musyarakah yang berakhir dengan pemilikan salah satu pihak. Contohnya : Bank Islam bermusyarakah dengan seorang Pengembang Perumahan setelah proyek selesai, lalu pihak pengembang membeli semua saham Bank Islam dalam syarikat itu dengan harga yang disetujui. Dengan itu, maka semua harta Syarikat tersebut menjadi milik pengembang.
Kesimpulan

perkongsian(al-musyarokah) perjanjian perkongsian dua orang atau lebih yang menurunkan modal bersama dan keuntungan di bagi sesama hukum asalnya adalah jâiz atau mubah (boleh) berdasarkan dalil dari Al-Quran, Hadits dan Ijma' para ulama. Namun, hukumnya bisa berubah menjadi haram atau bahkan wajib melihat kondisi dan situasi yang ada di lapangan.
Praktek perkongsian(al-musyarokah) ini mempunyai 5 rukun yang harus terpenuhi, yaitu; 2 Pihak yang berkongsi (al-muta'aqidain), Shighat (ijab dan qabul), malaini (dua harta/modal)
perkongsian(al-musyarokah) mempunyai 2 klasifikasi pembagian, yaitu perkongsian(al-musyarokah) Shahihdan Bathil,.
Maka perkongsian(al-musyarokah) yang di anjurkan dalam hal ini yang lebih diperhatikan adalah adanya percampuran dua harta dan juga kesepakatan dari kedua belah pihak. Sehingga menjadi pembeda diantara bentuk perniagaan yang lainya seperti mudzarobah

Baca Selengkapnya.....

akad jual beli

PENDAHULUAN


Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.














PEMBAHASAN

Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah kegiatan saling menukar, terdiri dari 2 kata, yaitu jual ( al-bai') dan beli (al-syirâ`), merupakan 2 kata yang biasanya digunakan dalam pengertian yang sama. Secara etimologi, al-bai' (jual beli) merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ'a, maksudnya: penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai' dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak belakang.
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul. Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Apabila akad pertukaran (ikatan dan persetujuan) dalam jual-beli telah berlangsung, dengan terpenuhinya rukun dan syarat, maka konsekuensinya penjual akan memindahkan barang kepada pembeli. Demikian pula sebaliknya, pembeli memberikan miliknya kepada penjual, sesuai dengan harga yang disepakati, sehingga masing-masing dapat memanfaatkan barang miliknya menurut aturan dalam Islam.
Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai medium pertukaran.






Hukum Jual Beli
Jual beli hukum asalnya adalah jâiz atau mubah (boleh) berdasarkan dalil dari Al-Quran, Hadits dan Ijma' para ulama.
1. Al-Quran surat An-Nisa'; 29
              
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." QS An-Nisa'; 29.
2. Al-Quran surat Al-Baqarah; 275
                      •                       •     
"Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." QS Al-Baqarah; 275.

3. Dalil dari Hadits
عن رفاعة بن رافع قال : سئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الكسب أطيب ؟ فقال : عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور. ( رواه البزار وصححه الحاكم)
"Dari Rafa'ah bin Rafi' r.a bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, pekerjaan apakah yang paling mulia? Lalu Rasulullah SAW menjawab:"Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur". (HR. Albazzar, disahihkan oleh Al-Hakim)

Menurut Imam al-Syathibi, pakar fiqh mazhab Maliki, hukum jual beli bisa berubah menjadi wajib pada situasi tertentu, misalnya ketika terjadi praktik ihtikar (monopoli atau penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik). Dan Pemerintah boleh turun tangan mewajibkan pedagang menjual barangnya sesuai ketentuan dari Pemerintah.
Hukum jual beli juga bisa menjadi haram, misalnya ketika berkumandang adzan jum'at, meskipun akadnya tetap sah.



Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut Jumhur Ulama, rukun jual beli ada 4, yaitu;
1.Adanya orang-orang yang berakad; penjual dan pembeli (al-muta'aqidain)
2. Shighat (ijab dan qabul)
3. Barang yang dibeli (mabi')
4. Nilai tukar pengganti (tsaman)
Menurut Mazhab Hanafi, rukun jual beli hanya satu yaitu adanya kerelaan kedua belah pihak ('an taradlin minkum). Indikatornya tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga. Sedangkan syarat jual beli menurut mazhab Hanafi adalah orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang.

Syarat Orang Yang Berakad
Syaratnya adalah berakal, cakap hukum (memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli), dan sukarela / ridha (tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan)
Syarat Ijab Qobul
Syaratnya adalah harus menggunakan bahasa yang jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad, antara ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
Syarat Barang Yang Dijual
Syaratnya adalah barang itu ada, dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, merupakan hak milik penuh pihak yang berakad, dapat diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati ketika transaksi berlangsung, tidak termasuk yang diharamkan atau dilarang.
Syarat nilai tukar atau harga
Syaratnya adalah nilai tukar atau harga barang itu harus diketahui secara pasti.



Klasifikasi Jual Beli
Ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga klasifikasi pembagian:
1. Jual Beli yang Sahih
Yakni Jual beli yang sesuai dengan yang disyari'atkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli ini bersifat mengikat kedua belah pihak.
2. Jual Beli yang Batal
Yakni apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari'atkan. Diantara bentuknya:
a. Jual beli sesuatu yang tidak ada (bai' al-ma'dum),
b. Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar).
c. Jual beli benda-benda najis dan tidak mengandung makna harta, seperti bangkai.
d. Al-'arbun, yaitu jual beli yang dilakukan melalui perjanjian, pembeli membeli sebuah barang dan uangnya seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, maka jual beli sah. Tapi jika pembeli tidak setuju dan barang dikembalikan, maka uang yang telah diberikan pada penjual menjadi hibah bagi penjual.
3. Jual beli yang Fasid
Ulama membedakan jual beli fasid dengan batal. Jika kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang diperjualbelikan maka hukumnya batal (seperti bai' al-ma'dum dan jual beli benda haram). Tapi apabila kerusakan pada jual beli menyangkut harga/nilai barang dan boleh diperbaiki, maka dinamakan fasid.
Contoh yang fasid adalah bai' al-majhul, seseorang membeli ponsel bermerk, ternyata cuma casingnya saja yang bermerk, mesin dalamnya malah palsu atau tiruan, padahal harganya hampir sama dengan merk asli.



Jual Beli Terlarang
Terdapat beberapa praktek jual beli yang dilarang oleh Syara', di antaranya adalah;
a. Jual beli benda yang haram atau najis.
b. Jual beli benda yang belum jelas (sama-samar), seperti: jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya, jual beli barang yang tidak tampak, seperti menjual ikan di kolam dan menjual anak ternak yang masih dalam kandungan.
c. Jual beli bersyarat.
d. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti menjual narkoba, buku atau vcd porno, lambang-lambang salib dsb.
e. Jual beli yang dilarang karena ada unsure menganiaya, seperti menjual anak binatang yang masih begantung kepada induknya.
f. Muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih berada di sawah.
g. Mulamasah, jual beli secara sentuh menyentuh. Misal, orang yang menyentuh sehelai kain atau barang berarti dianggap dan diharuskan membeli barang tersebut.
h. Munabadzah/ Al-hishshah, jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata: "Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku." Setelah lempar-melempar terjadilah jual beli.
i. Muzabanah, jual beli barter yang diduga keras tidak sebanding, seperti menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dibeli dengan padi basah, sedangkan ukurannya dengan ditimbang, sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
j. Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar.
k. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar dengan tujuan menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membeli murah kemudian menjual di pasar dengan harga murah pula, sehingga merugikan pedagang lain yang belum mengetahui harga pasar. Praktek seperti ini dilarang meskipun akadnya sah.
l. Ihtikar (monopoli), yaitu membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
m. Jual beli barang rampasan atau curian.
n. Bai' 'Inah. Maksud jual beli 'inah yaitu apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah dari harga awal sebelum hutang uangnya lunas.
o. Bai' Najasy. Yaitu menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak ingin membelinya, tujuannya untuk menyusahkan orang lain membelinya.
p. Bai' Gharar. Seorang penjual menipu pembeli dengan cara menjual barang dagangan yang didalamnya terdapat cacat. Penjual itu mengetahui adanya cacat tapi tidak memberitahukannya.


Bentuk Lain Jual Beli
Berikut adalah beberapa bentuk lain dari Jual Beli yang hukumnya diperbolehkan;
a. Jual beli murabahah (jual beli diatas harga pokok), yakni pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonan pembelian terhadap satu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan.
b. As-Salam, yaitu jual beli dengan pembayaran di muka, sedangkan barang diserahkan di kemudian hari.
c. Al-Istishna', yaitu jual beli dengan pesanan, praktek ini merupakan salah satu bentuk jual beli As-Salam namun objek yang diperjanjikan berupa manufacture order atau kontrak produksi. Istishna' didefinisikan dengan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
d. Bai' al-wafa', yakni jual beli yang dilangsungkan dua pihak yang disertai dengan syarat bahwa barang yang dijual itu dapat dibeli kembali oelh penjual apabila tenggang waktu yang ditentukan telah tiba. Artinya jual beli itu mempunyai tenggang waktu yang terbatas misalnya 1 bulan, 1 tahun, sehingga jika waktu yang ditentukan itu telah habis maka penjual membeli barang itu kembali dari pembelinya.






PENUTUP

Kesimpulan

Jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Jual beli hukum asalnya adalah jâiz atau mubah (boleh) berdasarkan dalil dari Al-Quran, Hadits dan Ijma' para ulama. Namun, hukumnya bias berubah menjadi haram atau bahkan wajib melihat kondisi dan situasi yang ada di lapangan.
Praktek jual beli ini mempunyai empat rukun yang harus terpenuhi, yaitu; Pihak yang berakad; penjual dan pembeli (al-muta'aqidain), Shighat (ijab dan qabul), Barang yang dibeli (mabi'), dan Nilai tukar pengganti (tsaman).
Jual beli sendiri mempunyai tiga klasifikasi pembagian, yaitu jual beli Shahih, Bathil, dan Fasid. Praktik jual beli ini tidak selamanya berhukum Mubah atau Boleh, namun ada beberapa praktik jual beli yang dilarang apabila mengandung unsur bahaya seperti yang telah disebutkan di atas pembahasan.
Jual beli yang diperbolehkan juga mempunyai beberapa praktik yang tidak hanya sekedar saling tukar menukar barang di waktu dan tempat tertentu, namun juga mempunyai beberapa bentuk lain, seperti pemesanan barang, pembelian di atas harga pokok, dan pembelian kembali setelah menjual benda apabila telah habis masanya.

Baca Selengkapnya.....

Dasar ilmu filsafat


ILMU DASAR FILSAFAT

Pengertian Filsafat
1. Arti filsafat

Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama. yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah "filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
1. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2. Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Beberapa definisi
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
" apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
" apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
" sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)
6. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
7. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Kesimpulan
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
a. Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:
" hakikat Tuhan,
" hakikat alam semesta, dan
" hakikat manusia,
serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.

2. Cara membatasi filsafat
Kerana sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya. Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan memplajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing. Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya
masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah
yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman 'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.
3. Cabang-cabang filsafat

Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat. Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu istimewa' yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat. Ahi filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Cuba perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah ini:
1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut: " metafisika, " logika, " ajaran tentang ilmu pengetahuan " filsafat alam " filsafat sejarah " etika, " estetika, dan " antropologi.
2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam bagian, yaitu: " masalah teologis " masalah metafisika " masalah epistomologi " masalah etika " masalah politik, dan " masalah sejarah
3 Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka, Philosophy Made Simple, membagi pembahasan mereka ke dalam tujuh bagian, yaitu: " Section I Ethics " Section II olitical Philosophy " Section III Metaphysics " Section IV Philosophy of Religion " Section V Theory of Knowledge " Section VI Logics " Secton VII Contemporary Philosophy,
4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang terdiri atas tiga lingkungan masalah: " lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya) " lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan, logika) " lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yang bernilai berdasarkan religi) 5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang, yaitu:
a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup: " ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini, " ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya, " ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.
c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup: " ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang " ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.
d) Filsafat poetika (Kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan. Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus lainnya.
1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia,

Filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya. Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya). Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika.

4. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugasfilsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan
keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

5. Aliran-aliran dalam filsafat
Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori pengetahuan.
a. Aliran-aliran metafisika
Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut
Thales: air menurut Anaximandros: 'apeiron' menurut Anaximenes: udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsure pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah. Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.
Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah: " Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh. " Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat materi. Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah: " Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat. " Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama. " Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.
" Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya.

b. Aliran-aliran etika
Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:
1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia sekali.
2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan 'hedone' (kenikmatan dan kelazatan).
3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi manusia (utility = manfaat).
4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).

c. Aliran-aliran teori pengetahuan
Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:
" Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
" Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya.
" Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri.
" Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:
" Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.
" Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.

d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat
Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:
1) Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi.
2) Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya.
3) Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.
4) Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5) Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh hidup.

6. Filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan
a. Filsafat dan agama
Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang perbedaan filsafat dengan agama, sebab kedua kata tersebut sering dipahami secara keliru.
Filsafat
1) Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.
2) Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.
3) C.S. Lewis membedakan 'enjoyment' dan 'contemplation', misalnya laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta disebut 'enjoyment', sedangkan memikirkan rasa cintanya disebut 'contemplation', yaitu pikiran si pecinta tentang rasa cintanya itu.
4) Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
5) Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya.
6) Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak.
7) Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering mengeruhkan pikiran pemeluknya.
8) Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen, walaupun argumenya sendiri.
Agama
1) Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
2) Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.
3) Agama dapat dikiaskan dengan 'enjoyment' atau rasa cinta seseorang, rasa pengabdian (dedication) atau 'contentment'.
4) Agama banyak berhubungan dengan hati.
5) Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya.
6) Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn mengabdikan diri.
7) Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengabdian diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
8) Filsafat penting dalam mempelajari agama.
Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama menurut Dr. H. Rosjidi.

b. Filsafat dan ilmu pengetahuan
Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf. Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu sebagai berikut:
1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan.
2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.

c. Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain.
1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat, itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu vak tersebut.

7. Rangkuman
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya.
Demikian filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu "segala sesuatu". Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada, tak ada yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia, kebaikan, kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok.
Sebab-sebab yang terdalam Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut "object formal") ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan yang mengenai objek atau lapangan yang sama. Misalnya ilmu kedoktoran mempelajari manusia dilihat dari sudut tubuhnya yang sakit dan harusnya disembuhkan, sosiologi mempelajari manusia dalam sudut kemasyarakatan. Demikianlah filsafat mempelajari dalam segala sesuatu itu ialah keterangan yang penghabisan, yang terakhir, dan terdalam, sampai habis, sampai pada sebab yang terakhir. Yang kita cari ialah kebijaksanaan, hakikat dari seluruh kenyataan, intisari dan esensi dari semua yang ada. Kekuatan pikiran manusia sendiri Dengan ini ditunjuk alat yang kita gunakan dalam usaha kita untuk mencapai kebijaksanaan itu, yaitu pikiran kita sendiri. Ini membedakan filsafat dari teologi (ilmu ke-Allahan) yang juga mengenai segala sesuatu, tetapi yang berdasarkan wahyu Tuhan. Filsafat tidak berdasarkan wahyu Tuhan, tidak meminta pertolongan dari Kitab Suci, tetapi berdasarkan asas-asas dan dasar-dasarnya hanya dengan cara analisis-analisis oleh pikiran kita
sendiri. Justru karena itu, filsafat dapat merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum, bagi setiap orang, terserah agama mana yang dianutnya. Akan tetapi, ini pun kelemahan filsafat: jika hanya filsafat saja yang cukup dipakai sebagai pegangan hidup, pandangan hidup, maka ini tidak cukup, sebab banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan 100% memuaskan oleh filsafat, sedangkan filsafat sendiri dalam usahanya mencari hakikat dari seluruh kenyataan menunjuk kepada Tuhan sebagai sumber terakhir dan sebab pertama. (Jadi, sebetulnya filsafat dan agama !! tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi).

Karena sangat luasnya lapangan yang diselidiki dan sulit serta berbelit-belitnya soal-soal yang dihadapi maka lapangan yang sangat luas ini dibagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok agar penyelidikan dapat dilakukan dengan sistemis dan baik. Pembagian ini diadakan secara induksi, yaitu dengan melihat dulu persoalan-persoalan mana yang timbul dan minta diselesaikan.
a. Tentang pengetahuan (alat untuk mencapai 'insight' itu)
1) Logika formal (logic)
Membentangkan hukum-hukum yang harus ditaati agar kita berpikir dengan lurus dan baik dan dapat mencapai kebenaran. Ini akan dipelajari lebih lanjut dalam masa akan datang.
2) Kritika atau logika material (epistemology)
Memandangkan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya pengetahuan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kemungkinan dan batas-batas pengetahuan kita (soal kekeliruan, kepastian, dan sebagainya).

b. Tentang pertanyaan dan sebab-sebabnya yang terdalam
3) Metafisika (ontology/metaphysics)
Mengupas apa ertinya "ada" itu, apa tujuannya, apa sebab-sebabnya, dan mencari hakikat dari semua barang yang ada (hylemorphisme)
4) Theodycea atau teologia naturalis (natural theology)
Merupakan konsekuensi terakhir dari penyelidikan filsafat, dengan menunjukkan sebab pertama dan tujuan terakhir; mencari berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri bukti-bukti tentang adanya Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubunganNya dengan dunia.

c. Tentang manusia dan dunia
5) Filsafat tentang manusia (philosophy of man)
(Juga sering disebut antropologia metafisika atau psikologia metafisika). Ini merupakan inti dan pangkalan dari seluruh filsafat: Orang mengetahui tentang "ada" itu dari adanya sendiri. Maka diselidiki apa kodrat (nature) manusia itu, bagaimana susunannya atas badan dan jiwa, bagaimana terjadinya pengetahuan, apa kehendak bebas, apa arti dan peranan keinderaan dan perasaan, apa arti kepribadian, dan sebagainya.
6) Kosmologia (philosophy of nature)
Mempersoalkan dunia material, susunannya, aturannya, mencari hakikat dari waktu dan tempat, gerakan, hidup, dan sebagainya.

d. Tentang kesusilaan
7) Etika atau filsafat moral (ethics)
Membentangkan apa yang baik, apa yang buruk, apa ukuran-ukurannya, bagaimana dan mengapa manusia terikat oleh aturan-aturan ke susilaan, bagaimana kita dipimpin oleh suara batin, bagaimana tujuan hidup dapat kita capaui, dan sebagainya.
8) Etika sosial
Merupakan bagian dari etika yang sangat penting pula, taitu yang membicarakan norma-norma hidup kemasyarakatan (keluarga, Negara internasional).
e. Lain-lain
Lapangan-lapangan yang tersebut di atas merupakan lapangan-lapangan pokok dari filsafat. Di samping. Di samping itu ada beberapa lapangan yang penting pula, yang merupakan rincian legih lanjut, penerapan asa-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain: asas-asas filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain:
" filsafat kebudayaan (kombinasi etika dan filsafat tentang manusia).
" filsafat kesenian atau estetika, praktis
" filsafat hukum
" filsafat tentang sejarah, bahasa, ekonomi, teknik, agama, kerja dan lain-lain.

Kepentingan filsafat
Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat. Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak hanya berarti "pengetahuan yang mendalam", tetapi juga "sikap hidup yang benar", yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu. Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang bersama-sama memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada kehendak, agar hidup dengan 'benar' dan 'baik'. maka konkretnya:
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara "dangkal" saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung "akuisme" dan "aku-sentrisme" (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita takhanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, "berdiri-sendiri",dengan cita-cita mencari kebenaran.
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

LATIHAN
1. Apa erti kata filsafat? Mengapa ahli filsafat disebut filsuf?
2. Apa ertinya kebijaksanaan itu?
3. Mengapa kiranya filsafat harus dilakukan dengan aktif?
4. Terangkanlah: kebenaran adalah permulaan filsafat!
5. Uraikanlah soal-soal mana saja yang dapat timbul bagi seorang yang hidup dengan sadar akan dirinya sendiri!
6. Apakah benar jika dikatakan bahwa sebetulnya setiap orang adalah ahli filsafat?
7. Berikanlah definisi filsafat dan terangkanlah erti kata-katanya masing-masing!
8. Apa objek filsafat, dan apa sudut pandangannya?
9. Uraikanlah tentang pembagian filsafat! Mengapa lapangan filsafat dibagi-bagi, dan mengapa dibagi-bagi demikian?
10.Apakah yang dibicarakan dalam logika, kosmologi, etika sosial?
11.Bagaimanakah soal-soal tentang kesusilaan dapat membawa manusia untuk berfilsafat?

Baca Selengkapnya.....

About Me

Foto saya
saya hanya orang yang ingin menjadi orang yang sukses !!! Santay dg kehidupan hadapi apa adanxa syukuri apa yg ada hidup adalah anugrah

salam jumpa

assalamualaikum.wr.wb
selamat datang di blog kami smoga bermanfaat amiiin?
wassalamualaikum.wr.wb

new album

new album
senyum manyun

blognya mas bolet ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO